Tantangan Pusat Perbelanjaan Memasuki Era Normal Baru
Industri ritel di Indonesia menghadapi tantangan berupa pengeluaran yang lebih besar daripada penghasilan. Bagaimana pusat-pusat perbelanjaan beradaptasi di tengah normal baru era pandemi?
Industri ritel menghadapi tantangan berupa pengeluaran lebih besar daripada penghasilan. Daya beli masyarakat yang melemah serta kesadaran menghindari ruang publik menyebabkan penurunan kunjungan di mal. Bagaimana pusat perbelanjaan beradaptasi di tengah pandemi?
Selama ini, pusat perbelanjaan modern selalu dihubungkan dengan suasana ramai dan penuh kerumunan. Di mal, masyarakat rela berdesak-desakan mencari kebutuhan sehari-hari. Orang-orang juga berkerumun di restoran dan kafe. Kini, suasana di mal tak lagi sama. Pandemi Covid-19 telah menggeser cara masyarakat berbelanja dan mengubah wajah industri ritel nasional.
Rabu (5/8/2020), Raiza Andini (32) memasuki Mal Senayan City di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di pintu masuk mal, petugas memeriksa suhu tubuh pengunjung, memastikan setiap orang memakai masker dengan cara yang tepat, dan meminta pengunjung membersihkan tangan dengan hand sanitizer yang sudah disediakan.
Protokol kesehatan tersebut diterapkan mulai dari pintu masuk mal hingga toilet. Begitu berada di dalam mal, Raiza bergegas ke arah restoran yang terletak di lantai dasar. Tak seperti biasanya, ia tidak tertarik masuk ke toko-toko ritel.
Raiza menuturkan, semula ia merasa tidak nyaman berkunjung ke mal. Namun, seiring berjalannya waktu, kekhawatiran terpapar virus mulai tergerus. ”Saya bosan setiap hari di rumah. Jadi, ke mal menjadi cara untuk mengusir bosan. Di mal, biasanya saya ke restoran atau kafe. Kadang-kadang berbelanja, meski tidak sesering biasanya,” kata perempuan yang tinggal di Tangsel ini.
Saat pertama kali ke mal, Raiza sempat merasa aneh karena petugas memeriksa suhu tubuh. Makin ke sini, ia makin menerima kebiasaan baru itu demi kesehatan bersama. Menyadari ada potensi terpapar virus, sebisa mungkin ia tetap mematuhi protokol kesehatan ketika berada di mal.
Baca juga : Pusat Perbelanjaan di Masa Normal Baru
Sejak Covid-19 mewabah di Indonesia, pusat perbelanjaan modern termasuk bisnis yang menderita pukulan keras karena sempat ditutup oleh pemerintah. Kesadaran masyarakat untuk menghindari ruang publik juga mengakibatkan penurunan kunjungan ke mal.
Kalaupun orang pergi ke mal, mereka berbelanja hanya sesuai kebutuhan. Tak ada lagi belanja impulsif seperti dulu. Banyak toko kemudian terpaksa mengurangi jumlah pegawai, bahkan sampai harus tutup karena tak sanggup bayar sewa.
Tren menurun
Berdasarkan penelitian Colliers International di Indonesia, pusat perbelanjaan modern akan terus mengalami penurunan okupansi karena terdampak Covid-19. Penurunan terjadi baik dari sisi keterisian ruang ritel maupun jumlah pengunjung. Total pasokan ruang ritel di Jakarta saat ini tercatat 4,78 juta meter persegi.
Saat ini, tingkat hunian ruang ritel di Jakarta masih stabil pada angka 80 persen. Namun, menghadapi ketidakpastian, keterisian tersebut bisa menurun jadi sekitar 78 persen. Tingkat hunian ritel di Jabodetabek diprediksi akan terus turun hingga akhir 2020. Mal diyakini baru akan bangkit mulai 2021.
Tingkat hunian ritel di Jabodetabek diprediksi akan terus turun hingga akhir 2020. Mal diyakini baru akan bangkit mulai 2021.
Pada kuartal II-2020, harga sewa ritel di Jakarta turun dari rata-rata Rp 600.000 per meter persegi per bulan menjadi Rp 550.000 per meter persegi per bulan. Sampai akhir tahun, harga sewa ritel diprediksi stagnan di bawah Rp 600.000 per meter persegi per bulan.
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan, beberapa proyek bangunan terpaksa menghentikan pekerjaan konstruksi untuk mencegah penyebaran virus. Ada pula pembangunan yang dilanjutkan, meski lebih lambat dari biasa.
”Pembangunan mal yang masih tahap perencanaan paling besar merasakan dampaknya karena kemungkinan besar akan ditunda untuk melihat persaingan dan kebutuhan konsumen,” katanya.
Kini, setelah pembatasan sosial berskala besar dilonggarkan, aktivitas di mal kembali menggeliat. Meski belum seramai biasanya, pusat-pusat perbelanjaan berusaha menarik pengunjung. Sesuai anjuran pemerintah, pengelola membatasi jumlah pengunjung serta menerapkan standar kesehatan untuk menghentikan virus.
Ibaratnya besar pasak daripada tiang. Pemasukan dari kegiatan berbelanja masyarakat tidak seberapa, tetapi toko harus tetap bayar uang sewa, listrik, menggaji karyawan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. (Roy Nicholas Mandey)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy Nicholas Mandey menuturkan, pandemi telah membuat industri ritel babak belur karena mal berhenti beroperasi. Toko ritel di luar mal juga merasakan dampaknya karena ada pembatasan jam operasi, pembatasan pengunjung berdasarkan usia, dan pembatasan kegiatan operasional.
”Ibaratnya besar pasak daripada tiang. Pemasukan dari kegiatan berbelanja masyarakat tidak seberapa, tetapi toko harus tetap bayar uang sewa, listrik, menggaji karyawan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya,” jelasnya.
Menarik minat
Berbagai upaya kemudian ditempuh untuk menarik minat pelanggan kembali berbelanja di toko ritel daripada hanya berbelanja secara daring. Berbagai upaya itu mulai dari efisiensi pengeluaran, kolaborasi dengan perusahaan keuangan digital, membidik target pasar komunitas baru, serta berinovasi mulai dari promosi hingga pelayanan kepada pelanggan.
Di Mal Senayan City, teknologi terbaru digunakan untuk mempermudah penerapan protokol kesehatan. Pusat perbelanjaan itu menyediakan mesin otomatis untuk mengecek suhu tubuh pengunjung.
Pengelola juga menyediakan alat otomatis berisi cairan pembersih tangan. Area publik dibersihkan secara berkala dengan cairan disinfektan. Selain itu, ada kewajiban bagi tim operasional mal untuk menggunakan masker, pelindung wajah, dan masker ketika melayani pengunjung.
Public Relations Senayan City Leonardo menjelaskan, sejak dibuka lagi pada pertengahan Juni lalu, 90 persen tenant di mal ini sudah buka. Namun, pengelola masih menunggu keputusan Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk beberapa tenant tertentu, seperti gym, playground, massage, spa, dan bar.
Sesuai arahan pemerintah, pengelola Mal Senayan City membatasi kapasitas pengunjung maksimal 50 persen. Pengelola menjaga arena kompleks Senayan City, yang terdiri dari mal, pusat perkantoran, dan tempat tinggal, agar berada pada rentang kunjungan yang ditetapkan. Di mal ini, rata-rata pengunjung 25-30 persen kapasitas pada hari kerja, dan 35 persen pada akhir pekan.
Melihat kondisi yang sedang berlangsung, Senayan City secara aktif melakukan berbagai terobosan kegiatan, seperti program drive thru dan Senayan City Live Shopping, di mana pelanggan dapat menghubungi toko terkait untuk berbelanja, menikmati promo yang diberikan khusus selama live streaming berlangsung, pembayaran elektronik tertuju ke toko terkait, dan pengambilan barang dilakukan dengan sistem drive thru di titik penjemputan di Lobi Selatan.
Terobosan serupa juga dilakukan Mal Kota Kasablanka. Pusat perbelanjaan ini menerapkan strategi kolaborasi antara tenant dan perusahaan e-commerce, yaitu Lazada. ”Kami membuat halaman khusus di Lazada. Jadi, begitu buka aplikasi, semua barang yang dijual di Mal Kota Kasablanka akan terlihat di Lazada,” kata Promotion Manager Kota Kasablanka Agung Gunawan.
Pengunjung Mal Kota Kasablanka berada pada jumlah 38.000 pada hari kerja dan 44.000 saat akhir pekan. Untuk menekan jumlah pengunjung di bawah 50 persen, pengelola mengurangi tempat parkir kendaraan sepeda motor dan mobil.
Oleh karena itu, Mal Kota Kasablanka menerapkan sejumlah aturan untuk memberikan keuntungan kepada tenant. Beberapa aturan itu adalah pengurangan harga sewa, diskon sewa, juga pengurangan biaya perawatan gedung.
Wabah Covid-19 yang berlangsung berbulan-bulan, menurut Agung, memang membuat berbagai lini bisnis merasa resah. ”Tetapi, bagaimanapun ini merupakan tantangan yang harus dihadapi. Kami harus bisa menciptakan ide dan kreativitas, juga kerja sama yang baik untuk melewati situasi ini,” katanya.
Bagaimanapun ini merupakan tantangan yang harus dihadapi. Kami harus bisa menciptakan ide dan kreativitas, juga kerja sama yang baik untuk melewati situasi ini. (Agung Gunawan)