Apakah ”Big Tech” Terlalu Besar?
Amazon, Apple, Facebook, dan Google dicerca Kongres AS atas dugaan praktik monopoli. Ini dapat mengubah lanskap teknologi dunia karena bisa berujung pada penyelidikan dan perintah pengadilan untuk memecah perusahaan.
WASHINGTON, KOMPAS — Pada pekan lalu, Rabu (29/7/2020), masing-masing chief executive officer dari empat perusahaan teknologi terbesar di dunia dipanggil menghadap Kongres Amerika Serikat, khususnya Subkomite Antitrust (Antitrust Subcommittee) atas dugaan praktik antikompetitif dan monopolistik.
Masih dalam masa pandemi Covid-19, CEO Amazon Jeff Bezos, CEO Apple Tim Cook, CEO Alphabet—perusahaan induk Google—Sundar Pichai, dan CEO Facebook Mark Zuckerberg tampil dari jarak jauh dari tempat mereka masing-masing. Selama kurang lebih 5 jam, empat orang paling berkuasa di jagat teknologi dunia dicecar tentang perilaku bisnis mereka.
Baca juga: Raksasa Teknologi Menyumbang Dana untuk Atasi Pandemi Covid-19
Pemanggilan ini adalah buntut dari penyelidikan yang dilakukan DPR AS selama setahun terakhir mengenai praktik persaingan usaha di industri teknologi.
Dalam pernyataan pembukanya, Ketua Subkomite Antitrust David Cicilline mengatakan bahwa keempat perusahaan ini memiliki dominasi pasar yang terlalu besar dan dengan mudah dengan kekuatan pasar yang dimilikinya untuk melawan pesaing mereka.
Selain marketplace, Amazon juga memiliki berbagai macam usaha dari komputasi awan, produksi film, hingga logistik, dan kredit UKM. Nilai valuasi pasar Amazon bahkan telah mencapai 1,4 triliun dollar AS atau sekitar Rp 22.000 triliun.
Di sisi lain, Apple adalah penyedia smartphone yang mendominasi dengan 100 juta pengguna iPhone di AS dan memiliki kontrol terhadap pasar software yang dimilikinya. Valuasi pasar Apple juga telah melampaui Amazon. Berdasarkan data Ycharts kuartal II-2020, valuasi Apple sekitar 1,8 triliun dollar AS atau sekitar Rp 26.000 triliun.
Google adalah penyedia mesin pencari terbesar di dunia, dengan 90 persen pencarian dilakukan oleh Google. Google juga memiliki berbagai produk dari mesin peramban, ponsel pintar, dan peta digital. Valuasi Google mencapai 1 triliun dollar AS (Rp 14.700 triliun).
Di sisi lain, Facebook adalah penyedia media sosial terbesar di dunia. Total pengguna berbagai produknya, termasuk Instagram dan Whatsapp, mencapai 2,9 miliar pengguna. Valuasi Facebook adalah 797 miliar dollar AS atau sekitar Rp 11.700 triliun.
”Mereka memiliki kekuasaan yang terlalu besar. Kekuasaan yang besar ini akan mencegah terjadinya kompetisi, kreativitas, dan inovasi,” kata Cicilline.
Mereka memiliki kekuasaan yang terlalu besar. Kekuasaan yang besar ini akan mencegah terjadinya kompetisi, kreativitas, dan inovasi.
Berikut adalah sedikit contoh perilaku antikompetitif yang dituduhkan oleh DPR AS terhadap empat raksasa teknologi tersebut, berdasarkan pemeriksaan Kompas terhadap puluhan dokumen yang kini telah menjadi domain publik tersebut.
Instagram adalah ancaman
Salah satu perilaku antikompetitif yang paling banyak mendapat sorotan adalah yang dilakukan Facebook. Platform media sosial terbesar dunia itu dianggap selalu memilih untuk membeli pesaing ketimbang berkompetisi. Akuisisi Instagram menjadi contoh dari kecenderungan ini.
Baca juga: Facebook Bergeming, Boikot Iklan Akan Terus Meluas
Hal ini terlihat pada sejumlah bukti dokumen yang berhasil dikumpulkan selama masa penyelidikan oleh Subkomite, termasuk bukti percakapan surel antara Zuckerberg dan sejumlah petinggi Facebook.
Dalam berbagai korespondensi surel antara Zuckerberg dan jajarannya pada 2012, Instagram diidentifikasi sebagai platform yang dapat mengurangi kekuasaan Facebook di pasar sosial media.
Di sekitar periode yang sama, para petinggi Facebook juga mulai merancang taktik untuk meniru kompetitor, terilhami dengan taktik para pemain startup di China.
Dalam sebuah surel, COO Facebook Sheryl Sandberg mengatakan bahwa Facebook harus lebih lincah dapat membuat inovasi sehingga pengguna Facebook tidak lari ke platform lain. Zuckerberg kemudian menjawab bahwa meniru apa yang dilakukan oleh kompetitor dapat membuat Facebook bergerak lebih cepat dan mencegah pengguna meninggalkan Facebook.
Hal ini pun kemudian terlihat ketika Zuckerberg bernegosiasi dengan pendiri Instagram, Kevin Systrom, saat Facebook berencana mengakuisisi Instagram.
Dalam percakapan sejak Maret 2012 hingga Facebook sah mengakuisisi Instagram pada April 2012, Zuckerberg tampak ”mengancam” Systrom bahwa apabila ia tidak menjual Instagram ke Facebook, Facebook akan membuat kompetitor Instagram.
”Di saat sekarang ini, kami (Facebook) sedang mengembangkan produk layanan foto kami sendiri. Jadi bagaimana hasil negosiasi (Facebook mengakuisisi Instagram) akan menentukan apakah kelak kita adalah partner atau kompetitor,” tulis Zuckerberg kepada Systrom.
Baca juga: Pajak Perusahaan Teknologi Raksasa
Ketika dihadapkan dengan bukti itu, Zuckerberg mengatakan bahwa Facebook tidak serta-merta membeli Instagram untuk kesuksesan Facebook. Menurut dia, yang membuat Instagram sukses seperti sekarang adalah pengembangan dan promosi yang dilakukan Facebook terhadap Instagram.
”Akuisisi ini berhasil bukan hanya karena talenta dari pendiri (Instagram), tetapi juga karena (Facebook) besar-besaran investasi ke Instagram,” kata Zuckerberg.
Amazon versus Diapers.com
Hal serupa ditunjukkan Amazon pada 2009 ketika platform marketplace tersebut menemukan bahwa situs Diapers.com, penjual perlengkapan bayi, dapat menjual popok dengan harga yang lebih murah dibandingkan Amazon. Hal ini dianggap dapat mengurangi ”lahan” milik Amazon.
Untuk menyingkirkan Diapers.com dari persaingan, Amazon memilih untuk menjual popok dengan harga rugi. Bahkan, Mary Gay Scanlon, anggota Subkomite menyebutkan bahwa dari data keuangan Amazon, pada 2009, Amazon merelakan kehilangan profit penjualan popok sebesar 200 juta dollar.
Hal itu juga terlihat pada korespondensi e-mail antarkaryawan Amazon pada waktu itu. ”Semakin banyak bukti bahwa (Diapers.com) adalah kompetitor terdekat kita. Seperti yang sudah saya sebutkan, kita perlu menyamakan harga (price matching) ke (Diapers.com) berapa pun ongkosnya,” tulis Doug Herington, yang kini telah menjabat sebagai SVP North America Consumer.
Setahun kemudian, Amazon kemudian mengakuisisi Quidsi Inc, perusahaan induk dari Diapers.com. Tak lama, Amazon kemudian kembali menaikkan harga popok.
Ketika dimintai tanggapan mengenai temuan ini, Bezos mengatakan bahwa itu peristiwa yang terjadi jauh di masa silam, 10-11 tahun yang lalu. Ia hanya mengatakan bahwa menarik pelanggan baru dengan promosi perlengkapan bayi adalah strategi yang sangat biasa dan tradisional.
Mengutamakan produk sendiri
Subkomite juga menuduh Google berlaku antikompetitif dengan mengutamakan produk milik Google sendiri pada hasil pencarian Google. Anggota Subkomite mengatakan bahwa banyak pelaku industri yang mengadu bahwa perilaku Google tersebut telah mematikan bisnis mereka.
Dokumen yang dimiliki Subkomite menunjukkan perilaku Google yang tampaknya memang sengaja mengutamakan produk Google sendiri dan mematikan usaha pesaing.
Contohnya, dalam sebuah dokumen yang tampaknya sebuah notulen rapat mengenai strategi perusahaan tahun 2007, para petinggi Google sepakat untuk meningkatkan kualitas produk Google terkait layanan pencarian lowongan kerja.
Hal ini karena hasil pencarian Google dianggap terlalu menguntungkan kompetitor, seperti situs Monster dan Hotjobs. ”(Hasil pencarian) mendorong terlalu banyak traffic ke kompetitor, Monster dan Hotjobs. Untuk itu perlu fokus pada layanan Google (tersensor) dan ranking web,” tulis dokumen tersebut.
”Apakah Google pernah menggunakan kemampuannya memonitor lalu lintas internet untuk mengidentifikasi kompetitor?” tanya Cicilline.
Pichai pun hanya menjawab bahwa memahami riset pasar dapat adalah hal yang biasa. ”Seperti pelaku usaha lain, kami mencoba memahami tren dari data yang ada. Dan, kami gunakan itu untuk meningkatkan kualitas produk kami,” kata Pichai.
Dugaan ”special treatment” dari Apple
Apple App Store menjadi domain yang dipermasalahkan para anggota Subkomite terkait perilaku antikompetitif Apple. Apple dianggap tidak memberikan tempat bermain yang setara (level playing field) terhadap para pengembang aplikasi yang ingin memasarkan produknya di App Store.
Menanggapi ini, CEO Apple Tim Cook menyatakan di depan Kongres bahwa pihaknya memperlakukan seluruh pengembang secara sama. ”Kami memiliki peraturan yang terbuka dan transparan,” kata Cook. Apple memang mengambil komisi sebesar 30 persen untuk setiap transaksi produk digital yang terjadi di App Store.
Namun, dokumen yang sudah diperoleh Subkomite menunjukkan kenyataan yang berbeda. Dalam sebuah korespondensi surel antara SVP Internet Software and Services Apple Eddy Cue dan CEO Amazon Jeff Bezos, Apple sepakat untuk menghilangkan sebagian potongan komisi yang diterima Apple.
Perlakuan istimewa, selain diterima Amazon, juga dilakukan Apple kepada raksasa teknologi China, Baidu. Sebuah korespondensi antara Apple dan Baidu pada Juni 2015 menunjukkan bahwa CEO Apple Tim Cook sepakat untuk melakukan fast track untuk aplikasi-aplikasi yang dikembangkan oleh Baidu. Bahkan, Apple akan menyiapkan dua orang karyawan khusus untuk menangani persoalan dengan Baidu.
”Kami (Apple) dapat menyiapkan proses di mana Baidu dapat mengirimkan aplikasi versi beta untuk kami review. Ini akan dapat mempercepat proses,” kata Cook.
Perusahaan dipecah?
Hal yang menarik pada pemanggilan kesaksian para pentolan teknologi ini adalah absennya Microsoft; perusahaan teknologi yang valuasinya hanya lebih rendah daripada Apple. Dan, seperti yang diketahui, Microsoft sudah pernah dipanggil Kongres untuk memberikan kesaksian dalam isu yang sama pada 1998.
Baca juga: Microsoft Jajaki Pembelian Tiktok
CEO Microsoft saat itu, Bill Gates, hadir di depan kongres atas dugaan perilaku antikompetitifnya dalam bentuk menyertakan Internet Explorer ke dalam sistem operasi Windows.
Kesaksian di depan Kongres memang tidak memiliki implikasi hukum langsung. Namun, Kejaksaan AS dapat mengambil inisiatif untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan.
Tidak lama setelah kehadiran Bill Gates di depan Kongres, Kejaksaan AS menggugat Microsoft atas tindak monopoli perangkat lunak pada Mei 1998. Proses di pengadilan pun terus berjalan, hingga Juni 2000 pengadilan meminta perusahaan Microsoft dipecah untuk menghilangkan monopoli.
Pemecahan perusahaan memang menjadi salah satu buntut yang dapat terjadi dalam penyelidikan antitrust semacam ini, meskipun setelah banding, Microsoft tidak jadi dipecah. Pada 1984, perusahaan telekomunikasi AS, Bell System, dipecah menjadi tujuh perusahaan karena dianggap sudah menjadi monopoli.
Perusahaan-perusahaan ini memiliki kekuatan monopoli. Beberapa di antara mereka perlu dipecah, dan semuanya perlu ditagih pertanggungjawabannya.
Oleh karena itu, pemanggilan Tim Cook, Jeff Bezos, Mark Zuckerberg, dan Sundar Pichai hanyalah awal. Ini mungkin awal dari perubahan lanskap digital dunia. Apakah akan ada perusahaan yang digugat dan kemudian dipecah?
”Perusahaan-perusahaan ini memiliki kekuatan monopoli. Beberapa di antara mereka perlu dipecah, dan semuanya perlu ditagih pertanggung jawabannya,” ujar Cicilline menutup rapat dengar pendapat tersebut.