Masyarakat terpikat dengan ongkos pemakaian dan perawatan skuter listrik yang rendah. Tanpa emisi, skuter listrik juga menjadi sarana transportasi hijau. Wahana itu menjadi kendaraan favorit baru bagi sejumlah kalangan.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Minat bermain skuter listrik melonjak pada masa pandemi. Penjualan kendaraan itu dan jumlah anggota berbagai komunitas meningkat. Biaya penggunaan skuter listrik yang rendah menarik masyarakat untuk memilikinya. Wahana tersebut juga ramah lingkungan.
Ketua Glisser Scooter Club Joey Inkiriwang di Jakarta, Kamis (30/7/2020), mengatakan, jumlah skuter listrik kategori enthusiast (pehobi) dengan mesin dual seharga Rp 25 juta ke atas saja saat ini terjual sekitar 25 unit per bulan. Sebelum pandemi hanya sekitar 15 unit per bulan.
Di luar itu, tersedia skuter listrik berukuran lebih kecil dengan mesin tunggal seharga mulai Rp 5 juta. Saat awal pandemi, skuter listrik sangat sepi di jalan-jalan raya. Kenyataannya, penjualan moda transportasi itu justru meningkat.
”Semula, skuter listrik masih dikendarai untuk jarak dekat saja, seperti ke minimarket dari rumah pemiliknya,” ucap Joey. Seiring gencarnya unggahan skuter listrik di medsos, masyarakat mulai terpikat. Pengguna wahana itu pun lebih sering terlihat.
”Tak hanya mainan, naik skuter listrik sudah pasti menerapkan jarak sosial. Mesinnya juga tidak berisik,” ujar Joey. Skuter listrik tak hanya sedang tren di Indonesia, tetapi juga dunia. Di Asia Tenggara, maraknya penggunaan skuter listrik di Indonesia hanya kalah dari Filipina.
Joey menyebut merek skuter listrik tertentu yang belum tersedia Indonesia. Foto kendaraan itu baru dipasang di Instagram. ”Padahal, harganya Rp 220 juta, tetapi sudah ada orang yang mau beli. Konsumen tersebut bersedia membayar panjar,” katanya.
Kadang-kadang, ia ditanya pengemudi sepeda motor soal skuter listrik di persimpangan sewaktu lampu merah. Kendaraan itu nyaman digunakan dan biaya perawatannya rendah. Paling jauh, Joey pernah berkendara bolak-balik di Jakarta dan Tangerang Selatan, Banten.
”Naik skuter listrik dari GBK (Gelora Bung Karno) ke Pondok Indah, Bintaro, Alam Sutera, dan Bumi Serpong Damai. Sampai di GBK lagi, baterai baru habis,” ucapnya. Ia juga pernah mengemudi skuter di Bandung, Jawa Barat, dari Lembang ke Tebing Keraton.
”Saya senang skuter listrik sejak tahun 2019. Awalnya, lihat orang naik skuter listrik. Sepertinya menyenangkan. Saya langsung beli. Waktu itu belum ada komunitas,” ucapnya. Kini, puluhan komunitas skuter listrik sudah terbentuk. Setiap komunitas bisa beranggotakan ratusan orang.
Ketua Electric Scooter Owner Indonesia (ESOI) Eko Sulistyo mengatakan, skuter listrik kini lazim digunakan tidak hanya di Jakarta, tetapi juga Pontianak, Tasikmalaya, hingga Baubau. Lonjakan minat terhadap skuter listrik, misalnya, diindikasikan dengan anggota ESOI yang bertambah.
”Grup Whatsapp kami saat ini beranggotakan sekitar 130 orang. Sebelum pandemi, jumlah itu hanya sekitar 50 orang,” ucapnya. Pengguna skuter listrik meningkat signifikan selama dua bulan terakhir. Penjualan moda transportasi itu pun naik sekitar 50 persen.
”Kalau harga tergantung produk, mulai dari Rp 2 juta dengan kecepatan sekitar 20 kilometer per jam. Pengemudi kadang-kadang dihentikan untuk ditanya,” ucapnya. Skuter listrik tergolong baru bagi sebagian kalangan sehingga mereka penasaran.
”Biasanya, lihat otopet yang digerakkan kaki. Kalau skuter listrik, orang-orang bertanya, apa penggeraknya,” kata Eko yang menggemari skuter listrik sejak 2018 itu. Setiap baterai skuter listrik diisi, biayanya sekitar Rp 5.000 saja yang bisa digunakan rata-rata dua hari.