Kembalinya Perempuan Tangguh
Tidak ada yang lebih menggambarkan suasana saat ini kecuali pergelaran busana siap pakai musim gugur dan dingin 2020/2021 rumah mode Dior.
Tidak ada yang lebih menggambarkan suasana saat ini kecuali pergelaran busana siap pakai musim gugur dan dingin 2020/2021 rumah mode Dior. Maria Grazia Chiuri memproklamasikan peran perempuan secara gamblang melalui tulisan yang digantung dari langit-langit ruang pergelaran.
Chiuri menggunakan slogan, antara lain, When Women Strike the World Stops; Women’s Love is Unpaid; Women Raise the Upraising. Dia juga memasang slogan kepedulian pada perubahan iklim.
Perancang busana ini memang sering membawa slogan feminis ke panggung peragaan, termasuk mencetaknya di kaus oblong model yang berjalan di panggung. Apa yang dibawa Chiuri ke pergelaran yang disiarkan ke seluruh dunia melalui kanal Youtube tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Bukan hanya di antara pengamat, pewarta, penulis mode, melainkan juga di antara para feminis sendiri.
Sejak pergelaran musim gugur dan dingin 2019/2020 hingga musim gugur dan dingin 2020/2021, busana bergaya jas, blazer dengan bantalan bahu yang tebal, kembali lagi. Hampir semua rumah mode di pusat mode di Eropa dan Amerika Serikat menampilkan koleksi yang mengingatkan pada power dressing dan power suit yang populer pada dekade 1980-an.
Selain bantalan bahu tebal yang membuat pundak tampak bidang, jas juga dibuat bersilang ganda (double breast), berkerah ekstra lebar, beberapa bahkan disertai dasi. Kantong luar berukuran ekstra besar menandai busana dapat dipakai untuk kegiatan riil dan praktis untuk menyimpan alat tulis, masker wajah, dan botol cairan suci hama. Blazer juga bisa sepenuhnya terbuat dari payet yang memberi kesan mewah untuk acara resmi sekaligus praktis tanpa harus repot berganti pakaian setelah dari kantor.
Padanannya bisa celana panjang berbentuk pensil, celana denim (salah satu yang kembali populer), hotpants ekstra pendek, rok ekstra mini, atau rok panjang satin untuk acara malam hari semiformal.
Gaya busana ini mengingatkan pada tokoh-tokoh opera sabun televisi Amerika yang terkenal pada awal 1980-an, Dynasty. Alex Colby (Joan Collins) dan Krystle (Linda Evans). Dan, tentu saja opera sabun sejenis, Dallas, yang berputar pada konflik dan intrik di dalam keluarga kaya raya. Jas dan blazer dengan bantalan bahu sangat tebal memberi pesan sangat jelas bahwa perempuan juga kuat dan sama mahirnya dengan laki-laki dalam mengendalikan bisnis bernilai jutaan, bahkan miliaran dollar; bisa sama berkuasa atau bahkan lebih berkuasa dengan cara berbeda.
Selisih waktu 30 tahun membawa perbedaan tampilan busana. Kali ini, jas dan blazer menggunakan bahan jatuh mengikuti kontur tubuh. Bisa melalui penggunaan bahan yang supel, seperti kulit ekstra lembut dan satin, memakai tali pengikat pinggang atau gaun.
Bantalan bahu tebal juga muncul pada gaun dengan rok lebar, gaun kemeja yang memperlihatkan sisi lembut perempuan, atau gaun mini dengan belahan dada rendah. Yang juga berasal dari era 1980-an adalah potongan lengan
menggelembung, mempertegas perhatian di bagian atas tubuh.
Komunikasi dua arah
Meskipun bantalan bahu di jas dan blazer kembali muncul sebelum terjadi wabah Covid-19, kehadiran kembali bantalan bahu ekstra tebal menjadi seperti penguatan bagi perempuan untuk bergegas menghadapi dampak pandemi.
Dunia bisnis mengalami kesulitan luar biasa akibat pembatasan kegiatan luar rumah. Permintaan barang dan jasa merosot tajam sehingga banyak pemilik usaha dan pimpinan perusahaan dipaksa bekerja ekstra keras menemukan model bisnis baru yang menyelamatkan usaha mereka. Tidak terkecuali perempuan pengusaha dan profesional.
Jas dan blazer dianggap sebagai busana yang mencerminkan kerja keras dan perempuan dalam posisi tinggi di tempat kerja harus dianggap serius. Ini menjadi salah satu contoh perdebatan para feminis mengenai mode. Ketika ide kesetaraan jender sudah diterima secara luas, termasuk di tempat kerja, perempuan masih perlu mengimitasi busana laki-laki. Sementara
bagi yang setuju pada gaya busana ini, perempuan memiliki kehendak bebas sehingga bisa mengenakan busana apa saja, termasuk cross dressing. Tubuh adalah milik pribadi, begitu juga pilihan busana.
Dekade 1980-an merupakan dekade menarik. Pada periode ini penyanyi seperti Madonna, Cher, dan Tina Turner menanjak ketenarannya sebagai perempuan kuat dan mandiri, berani menciptakan gaya hidup dan modenya sendiri. Tentu saja dunia juga terpesona oleh Putri Diana dari Inggris yang dianggap sebagai duta mode Inggris. Pada era 1980-an tersebut, Diana
yang tampilannya berkesan lugu mengenakan, misalnya,
busana bergaya kemeja dan gaun feminin, selain blazer, yang berbantalan bahu tebal.
Bahu yang ”kekar” bukan satu-satunya penanda mode pada pertengahan dekade 1980-an meskipun merupakan gaya busana yang paling banyak dipakai dan dicatat dalam perjalanan sejarah mode.
Apabila gaya busana ini dan gaya-gaya busana lain kembali lagi seperti yang kerap terjadi pada mode, barangkali penjelasan Roland Barthes, ahli semiotika, dalam The Fashion System, dapat menjadi penjelas. Mode mengirimkan pesan yang berkontradiksi, pada satu sisi menjelaskan
mode sebagai sistem tanda dan pada sisi lain mode berkomunikasi dengan dunia di luar dirinya, dengan konsumen tentang makna, alasan, dan citra.
Dalam dua peran tersebut yang bisa berlawanan atau berdialektika, berada kepentingan ekonomi, yaitu membujuk konsumen untuk berbelanja sementara rumah mode dan desainer ditantang menghasilkan karya yang dapat diterima konsumen. Nama besar akan menolong agar konsumen menaruh perhatian, tetapi pada akhirnya karya yang akan menentukan.