Pesepeda sebaiknya tidak melanggar aturan mendasar berlalu lintas. Usahakan untuk berhenti sesuai dengan rambu yang ada serta menggunakan jalur sepeda apabila tersedia.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ramainya pesepeda di jalan-jalan protokol wilayah Jakarta dapat memicu kecelakaan. Demi mencegah hal itu terjadi, semua pihak, termasuk para pesepeda, wajib menaati rambu lalu lintas yang ada.
Ramainya pengguna sepeda di jalan raya menjadi fenomena menarik selama pandemi Covid-19. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo sebelumnya mengklaim jumlah pesepeda meningkat hingga 1.000 persen. Merespons hal ini, Pemerintah Provinsi DKI menyediakan jalur sepeda tambahan di sekitar kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat.
Pegiat sepeda dari komunitas Bike to Work (B2W) Indonesia, Julius Kusdwianartanto, menuturkan, pesepeda yang ramai di jalan saat ini justru cenderung abai pada rambu. Fenomena ini terlihat dalam beberapa kesempatan acara gowes bersama komunitas pegiat sepeda.
”Dalam beberapa situasi, ada pesepeda yang dengan sengaja menerobos lampu merah di jalan protokol. Padahal, itu sangat membahayakan dirinya sendiri. Kalau kecelakaan karena tertabrak sepeda motor pun, pasti jadi rumit situasinya,” ujar Julius.
Saat situasi jalan ramai, potensi terjadinya kecelakaan semakin tinggi. Sejumlah kecelakaan di jalan protokol terjadi setiap tahun. Sebagai catatan, kecelakaan paling naas terjadi pada Desember 2019 silam, saat tujuh pesepeda tertabrak mobil secara beruntun di Jalan Sudirman, Jakarta.
Karena itu, Julius menyarankan kepada pesepeda untuk menaati rambu di jalan. Sikap yang paling mendasar adalah turut mematuhi lampu lalu lintas. Selain itu, dia mengingatkan pesepeda untuk melintas di jalur sepeda yang tersedia.
Secara prinsip, pesepeda harus memastikan diri mereka terlihat pengendara lain. Penggunaan lampu dan pakaian dengan warna mencolok penting agar mudah terlihat. ”Namun, kehati-hatian tetap yang utama,” katanya.
Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia sejak tahun lalu juga menyuarakan tentang kota yang ramah bagi pesepeda. Manajer Komunikasi dan Kerja Sama ITDP Indonesia Fani Rachmita menyampaikan, sepeda bisa menjadi moda penyambung antar-transportasi umum. ”Di negara-negara besar, sepeda menjadi moda sehari-hari untuk beraktivitas. Di Jakarta, sepeda juga bisa menjadi moda penyambung bersifat first mile-last mile untuk bus, kereta, dan sebagainya,” ujar Fani (Kompas, 14/10/2019).
Keamanan pesepeda sebenarnya diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam regulasi ini, ada hierarki keselamatan pejalan kaki dan pesepeda yang mesti diutamakan daripada kendaraan bermotor.
Begitu pun pada masa pandemi Covid-19, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Masa Transisi berusaha memprioritaskan keselamatan pesepeda dan pejalan kaki. Pasal 21 pergub ini menyebutkan, semua ruas jalan diutamakan bagi pejalan kaki dan pesepeda sebagai sarana mobilitas penduduk sehari-hari untuk jarak yang mudah dijangkau.
Kuat fisik
Pesepeda juga sebaiknya mengenali kemampuan fisik saat sedang menggowes di jalan. Pei (50), pesepeda anggota komunitas B2W, menuturkan, bersepeda sebenarnya harus sabar. Jangan sampai terbawa ritme kecepatan orang lain karena kekuatan fisik tiap orang berbeda.
Kemampuan fisik bisa diukur menggunakan pengukur detak jantung. Menurut Pei, tidak ada indikator pasti, tetapi sebaiknya berhenti apabila sudah terasa sangat lelah.
”Kenali ritme kecepatan sendiri, jangan terbawa ritme bersepeda teman. Lebih baik ditertawakan teman karena pelan dan berhati-hati daripada ditangisi keluarga karena cepat, tetapi celaka,” katanya.