Semerbak Kisah Martabak
Tidak ada yang bisa menyangkal pesona martabak. Manis-asin martabak sudah tertanam di lidah kita. Dari satu loyang martabak, tersimpan cerita yang tidak kalah sedapnya.
Puluhan tahun martabak menjadi salah satu kudapan populer di Indonesia. Martabak telur dan manis memenuhi kebutuhan pelanggannya dari gerobak-gerobak di pinggir jalan, toko mandiri, hingga langsung tiba di rumah via layanan pesan-antar. Dari setiap loyang martabak, tersimpan cerita menarik di dalamnya.
Di Jalan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (16/7/2020), Aryanto (33) sedang sibuk menggoreng cakwe. Dia sudah lima tahun bekerja sebagai karyawan Tomang Cakwe. Tomang Cakwe, kata Aryanto, milik seseorang asal Pulau Bangka. Martabak bangka menjadi salah satu menu andalan di tempat ini selain cakwe dan roti bantal.
Baca juga : Data Martabak
Selain lebih manis, tambahnya, martabak manis bangka racikannya lebih lembut. ”Dibeli sekarang terus dimakannya besok pagi, masih belum keras,” ujar pria asal Purbalingga, Jawa Tengah, ini.
Sebelum pandemi Covid-19, karyawan Tomang Cakwe mencapai 40 orang. Berhubung banyak yang pulang kampung, kini tinggal 10 orang saja karyawan Tomang Cakwe. ”Semuanya tinggal di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Tempat itu disediakan bos. Di sana, kami membuat adonan untuk martabak sebelum dibawa ke lokasi jualan,” jelasnya.
Pedagang martabak bandung di Jalan KH Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat, Ece Epul (31), menjelaskan, dulu ia pernah jadi karyawan martabak bangka. Tahun 2018, Ece akhirnya memutuskan buka sendiri. Dia membeli gerobak dari seorang penjual martabak bandung yang pulang kampung. Usaha itu berlanjut hingga sekarang.
Martabak bangka dan martabak bandung yang dijual di pinggir jalan Jakarta, menurut Ece, bentuk dan rasanya relatif sama. Perbedaannya terletak pada jenis makanan lain yang dijual selain martabak. Pedagang martabak bandung biasanya juga menawarkan roti bakar.
Dari Lebaksiu ke seantero Indonesia
Selain penjual martabak bandung dan martabak bangka yang menyuguhkan martabak telur dan martabak manis, penjual martabak dari Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah, pun menyuguhkan menu yang sama. Lebaksiu, sebuah kecamatan yang berada sekitar 15 kilometer arah selatan Kota Tegal, tenar sebagai daerah asal banyak pedagang martabak di Indonesia.
Jul (50), misalnya, sudah 25 tahun menjadi pedagang martabak. Sebelum era reformasi, ia diajak orang sekampung dari Lebaksiu berjualan martabak di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Saat itu, Jul tak menyangka akan menjual martabak sejauh itu. ”Dulu itu, kan, masih bodoh. Saya pikir Timor Timur itu dekat Jawa Timur, makanya ikut saja. Ternyata jauh, he-he-he,” ujarnya.
Pada tahun 1999, Timor Timur lepas dari Indonesia. Jul pun hijrah ke Jakarta dan setia menjual martabak hingga sekarang. Hal serupa dilakukan banyak pria asal Lebaksiu. ”Ya, di kampung saya itu tahunya semua jualan martabak,” ucapnya.
Ketua Harian Anak Lebaksiu Martabak dan Jajanan (Almarjan) Indonesia Masdikun menjelaskan, dari riwayat generasi pedagang martabak Lebaksiu, pencetus martabak di daerah itu merupakan seorang warga India. Waktu itu, orang bernama Tuan Abdullah menikah dengan perempuan Lebaksiu. Dia berdagang martabak telur.
Tuan Abdullah, lanjutnya, menjajakan dagangan dari satu daerah ke daerah lain. Usaha berkembang. Dia pun merekrut orang dari keluarga istri. Orang yang tadinya bekerja dengan Abdullah lantas membuka toko sendiri dan merekrut orang yang juga berasal dari Lebaksiu untuk membantu mereka.
Baca juga : Martabak Jalanan Bertahan di Tengah Sampar
Kini, menurut Masdikun, pedagang martabak Lebaksiu tersebar di seluruh ibu kota provinsi di Indonesia. Dari segi menu pun kian berkembang. Martabak telur Lebaksiu yang khas dengan aroma rempah disandingkan dengan martabak manis.
”Martabak manis ini beda-beda namanya. Di wilayah timur disebut terang bulan. Di Semarang disebut kue bandung. Tetapi ini juga dijual oleh orang Lebaksiu sebagai pelengkap martabak telur,” ujarnya ketika dihubungi, Sabtu (18/7/2020).
Baca juga : Martabak Legendaris Gang Aut
Pakar kuliner Indonesia, William Wongso, mengatakan, martabak membawanya pada ingatan masa kecil di Surabaya, Jawa Timur. Waktu itu banyak orang Pakistan menjajakan martabak asin dengan isi daging kambing dan digoreng dengan minyak samin. ”Tetapi, ini tidak setebal martabak telur yang dijual di Jakarta,” lanjutnya.
Martabak manis ini beda-beda namanya. Di wilayah timur disebut terang bulan. Di Semarang disebut kue bandung. Tetapi, ini juga dijual oleh orang Lebaksiu sebagai pelengkap martabak telur.
Dia menduga martabak asin ini terinspirasi dari ”murtabak”, kudapan di wilayah India Selatan. Jajanan ini juga bisa ditemui di Malaysia dan Singapura. Untuk di Indonesia, katanya, jajanan ini mirip dengan martabak kubang (Limapuluh Kota, Sumatera Barat) atau disebut juga martabak mesir.
Dalam artikel ”Martabak, Modifikasi Kuliner Timur dan Barat” (Kompas, 27/5/2007) disebutkan, martabak telur merupakan modifikasi dari masakan India, yakni aloo paratha alias roti gandum berisi kentang. Seiring banyaknya warga India bermigrasi ke Malaysia dan sekitarnya, jajanan ini dimodifikasi dan dipadukan bersama makanan Melayu.
Martabak manis
Adapun saudara sepupu martabak telur, yakni martabak manis, merupakan adaptasi pancake khas Eropa.
Sejumlah sumber pun menyebutkan, martabak manis pada dasarnya martabak bangka. Ada sejumlah nama lain bagi martabak ini, yakni hok lo pan, artinya kue orang Hok Lo (salah satu marga Tionghoa), pandekuk atau pande coek, dan kue tabok.
Baca juga : Martabak Manis Wakili Indonesia di Pentas Dunia
Kemas Ari Panji dari UIN Raden Fatah mengatakan, di Palembang terkenal martabak bangka karena martabak jenis ini awalnya dijual oleh orang etnis Tionghoa asal Pulau Bangka. Martabak bangka asli awalnya hanya memakai topping wijen. Hok lo pan ini masih dimasak menggunakan arang sehingga kulitnya tampak lebih gelap dan matte serta ada seriwing bau asap dari kulitnya.
Seiring berjalannya waktu, martabak telur dan martabak manis dibuat dengan berbagai variasi. Aneka rasa dan bentuk mulai dikenalkan ke masyarakat. Martabak manis lebih banyak mendapatkan improvisasi rasa, mulai dari topping selai yang kekinian, varian roti red velvet, hingga bentuk piza pada topping-nya yang memungkinkan satu martabak memiliki delapan rasa sekaligus.
Misalnya saja usaha yang digagas PT Orins Multidaya Indonesia, pemilik merek dagang Martabak Orins. Manajer Pengembangan Bisnis PT Orins Multidaya Indonesia Kevin Andrian menjelaskan, Martabak Orins mulai beroperasi sejak 2011. Berbeda dengan martabak biasa yang dilipat, Martabak Orins lebih berbentuk piza.
”Kami memilih tidak dilipat karena kita itu, kan, sering rebutan martabak. Nah, dengan tidak dilipat, semua orang akan mendapat topping yang sama,” jelasnya.
Saat ini, Martabak Orins memiliki 21 varian rasa. Setiap varian rasa baru akan dievaluasi per bulan. Jika tidak ada yang memesan, varian rasa baru itu akan diturunkan lagi dari daftar menu. Kendati demikian, varian martabak klasik, seperti cokelat, kacang, dan wijen, tetap paling banyak dipesan pelanggan.
Martabak Orins, lanjut Kevin, memiliki 60 gerai di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Gerai itu ada yang memiliki toko sendiri, dalam format food truck, serta kitchen.
Martabak Orins merupakan satu dari sekian banyak martabak kekinian. Aneka merek lain bertaburan di pinggir jalan hingga masuk ke menu di layanan pesan-antar. Tak kurang dari Gibran Rakabuming membuka Markobar. Mirip dengan Orins, Markobar juga menawarkan topping martabak manis yang dibentuk seperti piza. Potongan martabak juga menyerupai potongan piza. Soal varian rasa, pembeli bisa memilih dari sekian banyak jenis topping, termasuk delapan rasa dalam satu martabak.
Entah karena martabak ini menyajikan aneka rasa baru atau karena Gibran adalah putra sulung Presiden Joko Widodo, Markobar sempat memancing antrean panjang pembeli di awal-awal beroperasi.
Martabak 65A yang sudah berdiri sejak 1970 pun turut meramaikan pasar martabak kekinian. Martabak di Jalan Pecenongan Nomor 65A, Jakarta Pusat, ini selalu ramai dirubung pembeli. Aneka rasa, seperti red velvet, oreo, atau krim keju, ditawarkan untuk melengkapi martabak manis klasik, seperti martabak keju, kacang, dan cokelat.
Martabak telur juga memiliki aneka varian rasa, terutama pada jenis daging yang digunakan. Selain daging sapi, Martabak 65A juga menawarkan ayam jamur, tuna, dan jamur.
Di Instagram, Martabak 65A tidak sekadar promosi usaha. Mereka ikut mengampanyekan agar warga tak mudik demi memutus rantai penularan Covid-19. Mereka juga menyampaikan apresiasi kepada tenaga kesehatan yang berjibaku melawan sampar.
Ramainya penjualan martabak di Indonesia tidak lepas dari tingginya permintaan masyarakat.
Pada tahun 2018, layanan pesan antar makanan Go-Food mencatat martabak merupakan makanan urutan terbanyak ke-6 yang dipesan selama 2018 (760.000 kali pemesanan). Bahkan, selama tahun 2016, Go-Food mengantar 3 juta loyang martabak ke pelanggan. Martabak menjadi salah satu makanan terbanyak dipesan pada tahun itu.
Jadi, kapan Anda terakhir makan martabak?