Waspada, Olahraga Berlebihan Dapat Turunkan Daya Tahan Tubuh
Olahraga baik untuk menjaga stamina tubuh. Akan tetapi, olahraga berlebih justru menimbulkan ekses buruk. Yuk, kita kenali batasan olahraga yang memberi manfaat baik untuk kita.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alih-alih meningkatkan daya tahan tubuh saat pandemi Covid-19, latihan fisik dengan intensitas tinggi justru dapat menurunkan daya tahan tubuh. Untuk itu, kenali intensitas latihan fisik melalui tes berbicara dan denyut nadi.
Menurut Spesialis Kedokteran Olahraga sekaligus Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO), Grace Tumbelaka, latihan fisik di masa pandemi Covid-19 sangat penting untuk mengendalikan faktor risiko penularan Covid-19 serta meningkatkan daya tahan tubuh. Hanya saja, latihan fisik yang dilakukan harus terukur.
”Latihan fisik dengan intensitas yang tinggi justru bisa menurunkan imunitas seseorang,” katanya dalam seminar daring bertajuk ”Tubuh Bugar Lawan Covid-19 di Masa Tatanan Kehidupan Baru” yang diadakan oleh Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/7/2020).
Menurut Grace, hal tersebut dibuktikan melalui grafik Kurva-J yang merupakan hasil penelitian dari David C Nieman. Grafik itu menggambarkan hubungan antara beban latihan dan risiko infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Dalam grafik tersebut terlihat, seseorang yang melakukan latihan fisik intensitas sedang, risiko ISPA-nya menurun 40-50 persen. Adapun orang yang melakukan latihan fisik berintensitas tinggi, risiko ISPA-nya justru meningkat.
”Dapat disimpulkan, latihan fisik dengan intensitas sedang dapat meningkatkan daya tahan tubuh,” ujarnya.
Meski begitu, grafik tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain riwayat perjalanan seseorang ke tempat yang rawan penularan ISPA, gangguan pola tidur, adanya stres mental, dan pola makan. Faktor-faktor tersebut dapat menghambat peningkatan imunitas meskipun seseorang sudah melakukan latihan fisik yang teratur.
Salah satu cara paling mudah untuk mengetahui intensitas latihan fisik adalah dengan melakukan tes berbicara. Dalam latihan aerobik, intensitas yang dilakukan seseorang tergolong ringan apabila masih lancar berbicara dan bernyanyi.
Jika saat melakukan latihan aerobik seseorang masih lancar berbicara tapi kesulitan bernyanyi, intensitasnya tergolong sedang. Intensitas latihan dikatakan berat apabila seseorang sudah mengalami kesulitan berbicara ataupun bernyanyi.
”Untuk lebih valid, denyut nadi tersebut bisa dipantau dengan alat heart rate monitor yang sudah banyak dijual di pasaran,” ujar Grace.
Grace menyarankan agar masyarakat tetap melakukan latihan fisik meliputi latihan aerobik, latihan kekuatan otot, dan peregangan selama pandemi Covid-19. Latihan aerobik bisa dilakukan selama 3-5 kali per minggu dengan intensitas sedang.
Latihan aerobik bisa dilakukan selama 30-60 menit per hari atau 150-300 menit per minggu. Lakukan latihan ini secara bertahap. ”Artinya, bagi yang belum atau sudah lama tidak berolahraga, bisa dimulai dari 5 menit, 10 menit, dan terus meningkat,” katanya.
Ada beberapa cara untuk melakukan latihan aerobik di rumah, misalnya, jalan cepat mengelilingi rumah atau naik-turun tangga selama 10-15 menit. Lakukan selama 2-3 kali per hari. Cara lain bisa melalui dansa, senam, lompat tali, treadmill, atau sepeda statis.
Latihan kekuatan otot yang disarankan adalah 2-3 kali dalam seminggu untuk seluruh kelompok otot. Lakukan pada hari yang tidak berturut-turut karena otot membutuhkan waktu untuk pemulihan.
”Jika tidak beristirahat, bisa jadi otot menjadi lelah, bahkan rusak,” kata Grace.
Latihan kekuatan otot di rumah bisa dilakukan dengan cara squat atau melakukan gerakan duduk dan berdiri menggunakan alat bantu bangku. Bisa juga dengan push-up di dinding, lunges, hingga plank.
Sementara itu, peregangan bisa dilakukan sebelum dan sesudah latihan untuk seluruh bagian tubuh. Peregangan bisa dilakukan saat stretch break, yakni setiap dua jam. Selain itu, peregangan juga bisa dilakukan dengan cara melakukan yoga atau deep breath.
Kenali risiko
Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi juga mengingatkan bahwa olahraga pada masa pandemi Covid-19 memang dianjurkan guna meningkatkan daya tahan tubuh. Meski begitu, masyarakat diminta mengenali tingkat risiko olahraga yang dilakukan.
Kegiatan olahraga memiliki risiko tinggi jika dilakukan di tempat umum, secara berkelompok, dan menggunakan alat secara bergantian dengan orang lain. Dikatakan berisiko sedang apabila olahraga dilakukan sendiri di tempat umum dan menggunakan peralatan sendiri.
”Yang paling bagus adalah olahraga yang dilakukan sendiri ataupun dengan keluarga di rumah. Risikonya ringan,” kata Kartini.
Bagi masyarakat yang hendak berolahraga di tempat umum, Kartini menganjurkan agar selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah berolahraga. Ia juga mengingatkan agar selalu menghindari menyentuh area wajah.
”Terkadang kita harus menyeka keringat di wajah. Untuk menyerap keringat agar tidak bercucuran ke wajah, gunakanlah headband,” katanya.
Terkadang kita harus menyeka keringat di wajah. Untuk menyerap keringat agar tidak bercucuran ke wajah, gunakanlah headband.
Pusat kebugaran
Meski belum dibuka, Kartini juga menyebutkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengelola pusat kebugaran, pusat pelatihan olahraga, dan event pertandingan selama pandemi Covid-19. Secara umum, mereka diminta untuk menaati instruksi pemerintah terkait Covid-19.
Pengelola diminta untuk menerapkan pengaturan operasional kerja dan jaga jarak. Fasilitas cuci tangan dengan sabun juga wajib disediakan. Mereka juga harus membersihkan area latihan secara berkala. Pengunjung dan pekerja harus diwajibkan memakai masker dan dicek suhu tubuhnya.
Salah satu yang tidak kalah penting adalah mengoptimalkan sirkulasi udara dan sinar matahari dalam gedung. Pengelola juga wajib memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para pekerjanya.
”Banyak pusat kebugaran yang minim sirkulasi udara dan kurang mendapatkan sinar matahari tidak langsung. Ini risikonya tinggi,” katanya.
Khusus untuk pusat kebugaran, Kartini menganjurkan agar pengelola merancang jadwal berkunjung anggotanya. Selain itu, jarak antaralat juga harus diatur minimal 2 meter. Opsi lain adalah menyediakan pembatas jika jarak antaralat kurang dari 1,5 meter.
Ia juga mengingatkan potensi risiko penularan dalam event olahraga, terutama yang dipicu oleh penonton. ”Biasanya, kalau ada satu penonton berteriak yang lain juga akan ikut. Maka harus ada perhatian yang lebih,” katanya.