Bali Bersemi di Tengah Pandemi
Tatanan normal baru untuk ranah kesenian makin bisa diraba dan dirasa di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini. Seperti di Bali, saat ini banyak seniman merasa tidak lagi kehilangan panggungnya.
Tatanan normal baru untuk ranah kesenian makin bisa diraba dan dirasa di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini. Seperti di Bali, saat ini banyak seniman merasa tidak lagi kehilangan panggungnya.
Melalui media virtual, sedikitnya 4.000 seniman dan pekerja seni bisa kembali berekspresi layaknya di panggung. Di pentas daring atau dalam jaringan internet itu, mereka menolak yang dipentaskan itu bukan videoklip atau video dokumenter.
Itu karya mereka yang dipanggungkan pada era normal baru. Panggung pentas mereka sudah bertransformasi selama pandemi Covid-19 ini.
Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan sejak 13 Juni 2020 menggelar pementasan virtual melalui kanal Youtube Disbud Prov Bali. Di situ dijadwalkan 202 komunitas akan pentas daring.
Selama dua pekan ini, menurut Kepala Dinas Kebudayaan I Wayan Kun Adnyana, baru ada sekitar 25 pementasan komunitas. Roh kesenian Bali sempat padam semenjak pandemi Covid-19 melanda. Sekarang Bali bersemi kembali di tengah pandemi.
Antusiasme
Dengan penuh semangat, seniman tari kontemporer Adi Siput dan perupa Made Kaek Susila, Jumat (3/7/2020), bertutur tentang pentas daring masing-masing. Keduanya dihubungi secara terpisah di Bali.
Adi Siput menceritakan ide pementasan tari kontemporer yang diberi judul Imaji Ruang Waktu. Pementasan di bawah naungan Sanggar Seni Sura Pradnya dari Banjar Maniktawang, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, Bali.
Sanggar itu berdiri sejak 14 September 2014 dengan guru tari kontemporer mereka, almarhum I Nyoman Sura. Adi Siput mengirimkan foto-foto persiapan pentas dan juga konsep karya itu melalui aplikasi Whatsapp.
Pentas Imaji Ruang Waktu melibatkan salah satu komposer yang sedang berada di Texas, Amerika Serikat, yaitu Raka Nanda Saputra. Komunikasi tidak begitu tersendat meski ada perbedaan tempat dan waktu antara Texas dan Bali yang terpaut hampir 12 jam itu.
Sumber ide Imaji Ruang Waktu tentang siklus kehidupan dan korelasinya dengan tatanan normal baru pada masa pandemi Covid-19. Konsep punarbhawa dalam ajaran Hindu sebagai proses kelahiran kembali diunggah kembali untuk menatap hari esok adalah misteri.
Pementasan itu menggunakan koreografi lingkungan dengan mengambil panggung alam Desa Tukad Pakerisan dan Subak Pulagan Tampaksiring. Panggung Taman Budaya Art Centre Denpasar, sampai apartemen tempat tinggal komposer Raka Nanda di Texas, tidak luput masuk frame video pula. Media, ungkap mereka, mencakup tari, musik, puisi, dan animasi video.
Sementara Made Kaek Susila menghadirkan pementasan daring berupa pameran lukisan karya 86 seniman Bali di Galeri Rumah Paros yang dikelolanya.
Ini tampak begitu sederhana. Pameran lukisan secara virtual sekarang sudah lazim. Namun, pameran yang dibuat Made Kaek ini memiliki sisi menarik dari visi perjuangannya.
”Rumah Paros yang saya kelola ini letaknya hanya sekitar 200 meter dari Pasar Sukowati, pasar seni yang menjual banyak sekali lukisan dengan harga rendah,” ujar Made Kaek.
Pameran di Rumah Paros ingin menguatkan hakikat berkesenian dan keinginan meraih apresiasi publik yang layak. Ini dihadapkan tantangan di depan mata. Lukisan lainnya di Pasar Sukowati membombardir dengan harga rendah. Lukisan-lukisan itu banyak disuplai dari beragam daerah di luar Bali.
Di antaranya banyak lukisan yang didatangkan dari Desa Jelekong, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Juga dari beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Parodi Coronarang
Pementasan daring lainnya cukup menggelitik. Parodi cerita rakyat Bali, Calonarang, dipelesetkan menjadi Coronarang (dibaca ”koronarang”). Ini menjumput istilah korona, jenis virus gangguan pernapasan yang kini menjelma menjadi Covid-19 dan mematikan itu.
Sanggar Kini Berseri membuat parodi Coronarang itu. Ini drama komedi yang diimbuhi animasi visual.
Coronarang dikisahkan sebagai janda tua penyihir sangat sakti, tetapi jahat pula. Ia menyebabkan wabah penyakit mematikan yang melanda Kerajaan Daha.
Raja Erlangga meminta Empu Baradah untuk membinasakan sihir Coronarang itu. Dengan jenakanya, Empu Baradah berdalih bahwa dia sudah tua dan berisiko tinggi terjangkit virus Coronarang.
Akhirnya, ia mengutus muridnya, Empu Bahula, untuk mencuri kitab ilmu sihir Coronarang. Coronarang kebetulan memiliki anak gadis bernama Ratna Manggali yang tak kunjung dipinang pemuda karena para pemuda takut kepada Coronarang. Empu Bahula menyamar untuk berhasil meminang Ratna Manggali.
Sanggar Tari dan Tubuh Sti Bali menghadirkan teater rakyat Bali lain yang diberi judul Sayang Makejan”. Inti kisahnya memuat pesan kasih sayang yang sesungguhnya.
Kasih sayang kepada diri sendiri dan orang lain itu tidak lain dengan mematuhi protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19.
Pementasan drama tari menjadi cukup dominan. Sanggar Gumiart menampilkan drama tari berjudul Ruang Rindu.
Diawali tarian dengan pesona magis diiringi musik gamelan Bali. Kemudian suluk pakeliran dalang yang bertutur tentang ruang rindu para seniman selama masa pandemi Covid-19.
Drama tari mulai berlangsung. Beberapa penari menyuguhkan tari kontemporer di rumah masing-masing.
Ada pula yang keluar dari rumah dan menari di pematang sawah.
Warna musik pengiring makin semarak. Musik tersebut menggelorakan semangat dan harapan.
Sanggar Seni Uyah Lengis menghadirkan karya yang diberi judul Return. Ini sebuah drama tari kontemporer dengan pesan agar manusia kembali menjalankan hubungan baik dengan alam semestanya.
Gagasan ini mengasumsikan manusia sudah lupa dengan rumah besarnya, yaitu alam semesta. Manusia merusak alam. Relasi manusia dan alam terganggu serta terjadilah pandemi Covid-19.
Ide yang hampir mirip ditampilkan Sanggar Gamelan Gita Semara Peliatan Bali. Drama tari disuguhkan dengan judul karya Selaras Laras Hati. Ide drama tari ini memandang pandemi Covid-19 sebagai wujud terganggunya relasi Bhuana Agung dan Bhuana Alit, makrokosmos dan mikrokosmos. Lantunan doa dan laku tubuh manusia diharapkan memperbaiki hubungan keduanya.
Transformasi sosial
Entah kapan pementasan daring dari 202 komunitas seni di Bali itu akan tuntas. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali memfasilitasi setiap karya komunitas yang siap tampil untuk segera diunggah di kanal Youtube.
”Ada transformasi sosial dari kebijakan publik yang terjadi di sini. Selama ini, kebijakan publik hanya menyentuh transformasi para elite,” ujar Wayan Kun Adnyana.
Pandemi Covid-19 dilihat dari sisi terang. Transformasi sosial yang dimaksud, ada proses transfer pengetahuan dan keterampilan yang sedang berlangsung serentak di Bali.
Pengetahuan dan keterampilan itu terkait dengan proses persiapan dan produksi suatu pementasan karya seni komunal secara daring. Kun Adnyana memperkirakan, separuh dari 202 komunitas itu sebagai seniman dan pekerja seni tradisi yang baru pertama kali ini bersentuhan dengan urusan pementasan daring.
Pementasan daring berbeda dengan videoklip atau dokumenter. Menurut Kun, ada karakter egalitarian dalam proses persiapan dan produksi pementasan daring. Semua terlibat sejak awal.
”Hasil yang akan dicapai dengan adanya transformasi sosial ini salah satunya makin menguatkan kebinekaan,” ujar Kun Adnyana.
Selain kebinekaan, besar harapan dari transformasi sosial tersebut menguatkan tatanan normal baru pada masa pandemi ini.