Bagi sebagian orang, pandemi Covid-19 dianggap sebagai tantangan yang bisa dilewati dengan beragam cara kreatif. Dengan ini, mereka tetap bisa berkontribusi kepada masyarakat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bagi sebagian orang, pandemi Covid-19 dianggap sebagai tantangan yang bisa dilewati dengan beragam cara kreatif. Dengan ini, mereka tetap bisa berkontribusi kepada masyarakat dan membantu satu sama lain walau di rumah saja.
Hal ini pula yang dilakukan oleh para None Jakarta, pemenang kontes duta pariwisata Abang dan None Jakarta. None Jakarta 2002, Orchida Ramadhania, mengatakan, Abang dan None Jakarta bisa memperluas fungsinya dari duta pariwisata ke pembawa pesan hidup sehat. Mereka bisa menjadi model percontohan bagi publik yang beraktivitas di luar rumah, tetapi tetap patuh protokol kesehatan.
”Abang dan None bisa menjadi pembawa harapan, khususnya untuk anak muda, bahwa kita tetap bisa produktif dengan aman. Tapi, saya dengar Abang None Jakarta ditiadakan tahun ini,” kata Orchida pada diskusi virtual berjudul ”Normal Baru dan Cerita Abang None Jakarta” yang diselenggarakan harian Kompas, Jumat (26/6/2020).
Menurut dia, para Abang dan None bisa memanfaatkan latar belakang masing-masing untuk berkontribusi kepada publik. Cerita-cerita itu dituangkan pada buku Cerita, Cinta, dan Cita-cita: Kumpulan Kisah None Jakarta (1981-2016). Buku ini ditulis oleh para None, salah satunya Orchida.
Ia menambahkan, pandemi telah membuatnya semakin peka terhadap relasi antarmanusia dan relasi manusia dengan alam. Ia pun belajar untuk berkomunikasi dengan orang yang terdampak pandemi.
”Sebagai contoh, saya menyadari dan belajar bahwa pandemi sangat berdampak pada warga lansia. Berita mengenai Covid-19 sedikit banyak membuat mereka takut. Kita bisa membantu mereka untuk berdialog dan memberi perspektif yang jernih tentang pandemi. Itu membantu kondisi mereka (dalam menghadapi krisis),” kata Orchida.
Hal serupa dikatakan None Jakarta 1995, Fifi Aleyda Yahya. Menurut dia, para Abang dan None Jakarta tidak hanya mengemban tugas sebagai duta pariwisata Jakarta. Mereka juga bisa menjadi duta menjalankan protokol kesehatan.
Sementara itu, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Tri Agung Kristanto mendorong agar Abang dan None Jakarta lebih banyak membuat karya kolektif yang bisa dikonsumsi publik, misalnya buku. Ia meyakini bahwa perspektif Abang dan None Jakarta bisa memperkaya perspektif publik dalam melihat Jakarta, khususnya saat pandemi.
Anak muda dan pariwisata
Dari segi pariwisata, praktisi komunikasi dan None Jakarta 1999, Valerina Daniel, mengatakan, pandemi juga membawa dampak bagi para pekerja di sektor ini. Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) memprediksi ada lebih dari 120 juta pekerjaan yang hilang di sektor pariwisata. Kerugian akibat kehilangan wisatawan mancanegara diprediksi sebesar 850 juta-1,2 triliun dollar AS.
Hal ini, menurut Valerina, bisa diatasi dengan mengandalkan wisatawan domestik di Jakarta. Anak-anak muda diharapkan sebagai ujung tombak berjalannya roda ekonomi di bidang pariwisata.
”Anak muda bisa berwisata, tetapi harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Protokol kesehatan yang ketat bisa membuat potensi penularan virus menurun. Jika ini berhasil dicapai, kita akan memperoleh kepercayaan publik. Kepercayaan adalah modal utama bagi pariwisata,” ujar Valerina.
Peran dan dukungan publik juga diharapkan oleh pendiri Teater Abang None Jakarta Maudy Koesnaedi. Ia dan Teater Abang None Jakarta menggalang dana untuk seniman Betawi yang terdampak pandemi. Penggalangan dana dilakukan bersamaan dengan siaran langsung di Instagram setiap hari Rabu. Hingga kini, sumbangan yang terkumpul lebih dari Rp 16 juta.
”Bantuan diberi melalui Lembaga Kebudayaan Betawi dan diberi kepada seniman-seniman. Pandemi ini memprihatinkan bagi mereka. Sebab, waktu bagi mereka mengumpulkan uang dalam setahun itu hanya sebulan, yakni saat momen ulang tahun Jakarta. Sementara itu, banyak acara yang ditunda dan dibatalkan akibat pandemi,” tutur Maudy.
Penulis buku Love Lost dan co-founder kelompok puisi Unmasked, Abdul Qowi Bastian, menambahkan, pandemi membuat publik lebih sering mengonsumsi karya seni di rumah. Misalnya, podcast, tayangan di televisi dan internet, serta pertunjukan daring. Hal ini merupakan kesempatan untuk berkarya walau sedang dihadang pandemi.