Terbatasnya lowongan kerja di masa pandemi Covid-19 membuat para sarjana yang baru lulus harus memutar otak untuk bertahan. Mereka mulai merintis usaha sembari tetap memantau lowongan pekerjaan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 membuat para sarjana yang baru lulus harus memutar otak untuk bertahan hidup lantaran lowongan kerja yang tersedia amatlah terbatas. Sebagian dari mereka merintis usaha demi mempertahankan hidup. Ada pula yang memanfaatkan pengetahuan selama menjadi mahasiswa untuk menghasilkan uang.
Sitti Nur Shabrina Khairunnisa (23) lulus pada Maret 2020 di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Menyandang gelar sarjana di bidang jurnalistik, Rina ingin bekerja sebagai wartawan atau humas perusahaan.
”Aku sidang Januari 2020. Setelah sidang, aku melihat ada beberapa lowongan untuk reporter di media nasional yang tersedia di situs lowongan kerja. Waktu itu aku belum melamar karena ijazah, kan, belum aku terima. Namun, setelah Jakarta mengumumkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), semua lamaran itu tidak tersedia lagi,” ujar warga Depok, Jawa Barat, ini ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (25/6/2020).
Kecele dengan hal itu, Rina tak mati gaya. Ia melanjutkan usaha jilbab daring yang sudah ia mulai sejak kuliah. Dia menjual jilbab di akun Instagram @Rinaayunus. Dari setiap jilbab yang terjual, ia mendapat untung Rp 5.000. Dalam sebulan, ia menjual sepuluh jilbab.
Selain jilbab, bulan ini dia mulai merintis usaha kue. Kue dijual melalui akun @kitchenfur.id. Rina hanya melayani pesanan kue dari pembeli. ”Ini masih merintis banget. Masih khawatir juga kalau nanti kuenya tidak enak. Tetapi dari keterangan beberapa pembeli sih enak,” katanya.
Aku sidang Januari 2020. Setelah sidang, aku melihat ada beberapa lowongan untuk reporter di media nasional yang tersedia di situs lowongan kerja. Waktu itu aku belum melamar karena ijazah, kan, belum aku terima. Namun, setelah Jakarta mengumumkan PSBB, semua lamaran itu tidak tersedia lagi.
Rina menyadari bahwa lowongan kerja sangat terbatas di masa pandemi. Oleh sebab itu, ia membuka peluang untuk bekerja di luar bidang jurnalistik, seperti bidang marketing atau menjadi admin media sosial. ”Asal jangan jadi sales kartu kredit saja deh karena itu, kan, ada targetnya gitu, ya,” katanya lagi.
Di Yogyakarta, Nia Hutabalian (25) harus menahan diri untuk bekerja di Jakarta. Sarjana Arsitektur ini tertarik bekerja di bidang event organizer. Sudah lima surat lamaran dilayangkan, tetapi semuanya belum berbalas.
Pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas orang membuat Nia memikirkan opsi lain, yaitu mencari kerja sementara di Yogyakarta. ”Aku masih lihat-lihat peluang dulu,” katanya.
Kini, ia juga mulai menggagas usaha. Sebagai penggemar K-pop, Nia mendesain beberapa cendera mata untuk dipasarkan ke penggemar K-pop. ”Persiapannya masih belum matang. Aku masih nyiapin desainnya. Terus nanti aku print dulu baru nanti dipromosikan,” kata perempuan asal Samosir, Sumatera Utara, ini.
Lain lagi cerita dari Aminah (23), perempuan yang baru empat hari menyandang gelar Sarjana Pendidikan Luar Sekolah. Lulusan Universitas Negeri Padang ini menjadi guru privat bagi anak-anak tetangganya. Dia punya dua murid saat ini. Satu orangtua murid memberinya upah Rp 300.000 per bulan.
Aminah lebih tertarik melanjutkan studi ketimbang mencari kerja. Untuk itu, pendapatan sebagai guru privat dia gunakan untuk biaya les bahasa Inggris serta persiapan lain untuk mengajukan beasiswa S-2. Dia mau melanjutkan studi ke Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
Melalui Lanskap Rekrutmen Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19, perusahaan penyedia lowongan pekerjaan, Kalibrr, menyurvei 360 orang yang bertugas sebagai perekrut karyawan di bidang energi, finansial, manufaktur, kesehatan, consumer goods, logistik, dan konsultasi. Survei diadakan pada 13-27 April 2020.
Sebanyak 77 persen responden menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 berdampak serius terhadap finansial perusahaan. Hanya 5 persen responden yang menyatakan bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak positif terhadap pendapatan bisnis. Sebanyak 5 persen responden ini bekerja di industri teknologi dan digital, consumer goods, serta kesehatan.
Lebih lanjut dijelaskan, lebih separuh dari responden mengaku bahwa perusahaannya melakukan perekrutan berdasarkan prioritas kebutuhan operasional. Perekrutan hanya dibuka untuk posisi yang mendesak. Sementara 41 persen responden mengaku perusahaannya tidak lagi merekrut karyawan.
Dengan terbatasnya lowongan pekerjaan, sarjana harus memaksimalkan segala kemampuan yang ada. Jangan sampai mati gaya.