Kegandrungan di Kanal Siaran Langsung di Media Sosial
Masa pembatasan sosial mengalihkan sebagian ruang interaksi warga ke ranah virtual. Pada saat yang sama, fitur siaran langsung dengan berbagai macam konten makin banyak digandrungi penggunanya.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Fitur siaran langsung di platform media sosial Instagram saat digunakan pada Selasa (23/6/2020).
Obrolan di ranah virtual makin ramai belakangan ini. Hingga kemudian tak terelakkan munculnya keragaman konten di kanal siaran langsung media sosial. Menjelang sore, telepon seluler milik Fitra Fathia (26) belakangan kian ramai dengan notifikasi dari media sosial. Ponselnya memunculkan pemberitahuan sejumlah siaran langsung di platform media sosial Instagram.
Di masa pandemi Covid-19, notifikasi yang muncul kebanyakan datang dari fitur siaran langsung di Instagram. Pada Selasa (23/6/2020), misalnya, Fitra menilik salah satu siaran langsung dari akun @temantaman.jkt.
”Ya, kalau buka Instagram dan ada yang lagi live streaming, biasanya sudah refleks buka. Kadang ada siaran yang seru, tapi sering juga yang enggak jelas mau ngapain,” tutur perempuan asal Matraman, Jakarta Timur, ini.
Belakangan ini, fitur siaran langsung semakin memenuhi layar gawai para pengguna Instagram. Hal itu juga dirasakan Utari (28), yang membuka Instagram berjam-jam setiap hari. Dari sore menjelang malam, Utari sedikitnya menemukan tiga sampai empat siaran langsung di akunnya.
Jumlah penggunaan media sosial Instagram dan Twitter sebagai sumber berita di sejumlah negara.
Beberapa akun yang bersiaran langsung tidak hanya lembaga, tetapi juga akun pribadi. Utari mencermati beberapa teman yang memulai live streaming, justru malah mengganggu karena obrolannya terlalu personal. ”Agak aneh, sih, kalau ada orang yang live streaming ditonton orang banyak, tapi malah asyik sendiri. Obrolannya juga terlalu personal. Kadang kalau begitu, mending saya tutup saja,” ujarnya.
Penggunaan fitur siaran langsung di Instagram belakangan memang semakin tinggi. Juru bicara Instagram dalam artikel Business Insider menyebut bahwa penggunaan fitur tersebut naik drastis sampai 70 persen. Berbagai konten siaran langsung, mulai dari bincang-bincang remeh sampai aktivitas olahraga, kini bisa ditemukan di Instagram.
Bagi pengisi konten, mereka terpuaskan dengan adanya fitur siaran langsung. Adhisti (18), pelajar di Bogor, Jawa Barat, memanfaatkan fitur siaran langsung untuk berinteraksi saat bosan berdiam di rumah. ”Kadang aku live sama teman sekolahku, kadang juga sama teman yang belum kenal. Buat ngobrol macam-macam aja, sih,” katanya.
Konten yang diunggah Adhisti umumnya berisi obrolan remeh-temeh untuk menyapa pengguna. Meski hanya ditonton satu atau dua pengguna di akunnya, dia tetap senang setiap usai menunaikan live Instagram.
Kebutuhan
Maraknya penggunaan media sosial, terutama fitur siaran langsung, menandai adanya kebutuhan sosial yang sulit dibatasi meski situasi pandemi. Bagi Adhisti, misalnya, siaran langsung di Instagram menjadi pilihan untuk bertelekonferensi secara mudah. Aplikasi Instagram pun dianggap lebih ringan dan tidak banyak menyedot kuota internet daripada aplikasi Zoom.
DJ Dipha Barus rutin menggelar live stream di akun Instagram-nya setiap Sabtu malam.
Ramainya penggunaan fitur siaran langsung juga dimanfaatkan sebagai sarana pemasaran produk. Salah satunya dilakukan akun @mustopamundut. Dia mengulas produk-produk pakaian lokal lewat media sosial.
Tidak melulu soal produk lokal, akun @mustopamundut juga sering live Instagram untuk membagi kesehariannya selama pandemi Covid-19. Konten kesehariannya itu disimak oleh ribuan pengguna dari total 29.100 pengikut akun.
Bagi sebagian orang, ulasan semacam itu receh dan cenderung tidak diperlukan. Namun, selalu saja ada yang menyimak aktivitas akun media sosialnya, baik di kanal Youtube maupun Instagram.
”Secara umum, manusia tidak didesain untuk terisolasi satu sama lain. Pembatasan sosial seperti sekarang ini seakan bukan marwah kita sebagai manusia,” ungkap Chris Ferguson, pakar psikologi dari Stetson University, Florida, Amerika Serikat, seperti dilaporkan Business Insider.
Pengamat komunikasi dan budaya digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, menuturkan, ramainya penggunaan media sosial saat ini merupakan konsekuensi dari format platform user generated content. Artinya, berbagai konten media sosial berasal dari para penggunanya, baik konten itu penting maupun tidak.
Di masa pandemi dan interaksi yang semakin virtual, sudah pasti terjadi banjir informasi di media sosial. Oleh karena itu, dia menyarankan pengguna sebaiknya punya jarak dengan media sosial. ”Kalau tidak nyaman dengan notifikasi dan banjir live streaming, kita bisa mengabaikan atau berhenti mengikuti akun tertentu,” ucapnya.
Walakin, secara prinsip, pengguna media sosial pasti akan terus mencari impresi lewat respons komentar dan tanda suka. Menggunakan fitur siaran langsung hanyalah satu dari sekian cara untuk membangun impresi itu.
Warga juga harus berhati-hati dengan kebiasaan terlalu sering membuka media sosial. Sebab, media sosial juga diketahui memicu timbulnya dopamin dan opioid yang memunculkan kesenangan instan. Dopamin dan opioid mulai bekerja ketika Anda mencari suatu hal dengan mengetik di media sosial atau mesin pencari. Ketika menemukan sesuatu dan terus menemukan informasi yang lain lagi, Anda akan terus melanjutkan pencarian. Kondisi ini yang kerap menyebabkan Anda berlama-lama saat menatap gawai.
Susan Weinschenk, psikolog perilaku dari New York, Amerika Serikat, mengingatkan penggunaan media sosial tetap diimbangi dengan kegiatan sehari-hari. ”Penggunaan media sosial menyebabkan kebahagiaan instan saat Anda mencari informasi tertentu, kemudian Anda mendapatkannya. Hal itu yang membuat sebagian orang bisa terjebak membuka media sosial selama berjam-jam,” ujar Weinschenk seperti dilaporkan Psychology Today.