Tips Aman Bersepeda, Lari, dan Berkemah di Masa Normal Baru
Memasuki masa normal baru, aktivitas di luar ruangan, seperti bersepeda hingga ”hiking” dan ”camping” menjadi kegiatan yang kembali digemari masyarakat. Apa yang harus diperhatikan sebelum beranjak keluar dari rumah?
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
Kompas/Yuniadhi Agung
Pengendara sepeda memenuhi jalan raya di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (21/6/2020) pagi. Masa transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat warga mulai melakukan kegiatan olahraga di luar ruangan.
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki masa normal baru, aktivitas di luar ruangan,seperti berolahraga hingga hiking dan camping, menjadi kegiatan yang kembali digemari masyarakat. Sebelum memutuskan untuk berkegiatan di luar ruangan kembali, apa yang harus menjadi perhatian kita?
Hal pertama adalah kondisi wabah Covid-19 di Indonesia yang sebetulnya masih terus meningkat dari hari ke hari. Selama satu bulan terakhir, rerata peningkatan kasus per pekan terus meningkat.
Menilik publikasi Kementerian Kesehatan yang ditabulasi sukarelawan KawalCovid19, pada akhir Mei, secara rata-rata ada 626 kasus per pekan. Sepekan kemudian angka ini meningkat menjadi 790 kasus per pekan, lalu mencapai 1.046 kasus per pekan pada pertengahan Juni, dan 1.071 kasus per pekan selama sepekan terakhir.
”Kalau kita lihat, kurva cenderung masih naik, masih menuju puncak,” kata spesialis kedokteran olahraga, Andhika Raspati, saat dihubungi Kompas dari Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) juga manganjurkan masyarakat untuk sebisa mungkin tetap latihan fisik dari rumah saja.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Rekomendasi praktik berolahraga oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga.
Hanya bagi mereka yang sudah benar-benar sehat yang diperkenankan berolahraga di luar ruangan. Selain itu, pastikan berolahraga di lokasi yang tergolong zona hijau. Untuk di wilayah DKI Jakarta, pemetaan zona pengendalian dapat diakses di https://corona.jakarta.go.id/id/zona-pengendalian.
Menurut Andhika, hal ini penting karena berada di luar ruangan tidak berarti menihilkan peluang penularan Covid-19.
”Karena itu, meskipun (di luar ruangan) ada angin yang bisa mendispersikan virus, tetapi kalau jarak (orang) terlalu dekat, tidak mempraktikkan distancing, ya tetap bisa menular,” kata Andhika, yang juga adalah dokter Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) DKI Jakarta tersebut.
PDSKO juga telah mengeluarkan sejumlah poin rekomendasi yang dapat dijadikan panduan latihan fisik di tempat umum di masa normal baru.
Salah satunya adalah masyarakat diminta untuk menghindari saling meminjam peralatan olahraga. Masyarakat diminta untuk menggunakan perlengkapan olahraga sendiri, seperto botol minum, hingga handuk, dan pakaian. Masyarakat juga dianjurkan untuk tidak menyentuh wajah setelah memegang permukaan fasilitas umum selama latihan fisik tersebut.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Rekomendasi praktik berolahraga oleh PDSKO.
PDSKO pun tetap menyarankan masyarakat untuk tetap bermasker ketika berolahraga, terutama di olahraga intesitas ringan dan sedang.
Masyarakat diminta untuk menghindari saling meminjam peralatan olahraga. Masyarakat diminta untuk menggunakan perlengkapan olahraga sendiri, seperto botol minum, hingga handuk, dan pakaian.
Andhika mengatakan, apabila masih ingin bermasker ketika melakukan aktivitas fisik berintensitas tinggi, orang tersebut masih harus melakukan adaptasi secara perlahan. Hal ini diperlukan untuk memastikan tubuh terbiasa dengan pasokan oksigen yang cenderung lebih susah diperoleh akibat masker.
”Kalau misalnya langsung gaspol, pasokan oksigen yang susah diperoleh itu bisa berdampak ke sistem jantung dan paru-paru. Kita mesti benar-benar sabar. Atur intensitasnya jangan terlalu tinggi,” kata Andhika.
Lebih dari 1,5 meter atau ke samping
Andhika menilai, di saat bergerak atau berlari, masyarakat diminta untuk menjaga jarak yang lebih jauh dibandingkan protokol kesehatan umum yang minimal 1 meter.
Menurut dia, apabila berlari pada lintasan satu lajur, jarak antara satu orang dan lainnya minimal 5-6 meter. Namun, apabila memungkinkan, Andhika menyarankan untuk lebih baik berlari di sisi samping, bukan di belakang orang lain. ”Kalau berada di samping, ya minimal cukup 2 meter,” kata Andhika.
Kompas/Yuniadhi Agung
Seorang lelaki melakukan pemasanan, sementara yang lain beristirahat di lintasan luar Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu (7/6/2020). Aktivitas olahraga di luar ruang telah diperbolehkan pada transisi masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta. Kawasan GBK sebelumnya ditutup untuk umum sehingga warga hanya bisa berolahraga di trotoar sekitar kompleks GBK. Pembukaan kawasan GBK tersebut disertai dengan protokol kesehatan yang ketat.
Sebuah studi aerodinamika partikel yang dilakukan oleh Bert Blocken, profesor bidang teknik sipil di Eindhoven University of Technology Belanda dan KU Leuven Belgia, merekomendasikan bahwa jarak yang dijaga ketika berlari atau bersepeda sebaiknya lebih jauh dari 1,5 meter yang dianjurkan otoritas.
Blocken dan koleganya menghitung bahwa pesepeda harus menjaga jarak sejauh 20 meter apabila mengayuh dengan kecepatan 28–30 kilometer per jam.
Lalu, apabila seseorang lari dengan pace 6-7 menit per mil atau sekitar 4 menit per kilometer, jarak yang harus dijaga di belakangnya adalah sekitar 10 meter. Bagi pejalan kaki, jarak minimal adalah 5 meter.
”Dengan jarak tersebut, droplet (dari pelari di depan) akan telah jatuh ke tanah dan tidak tertangkap oleh wajah Anda. Untuk lari beriringan justru lebih aman asal Anda tidak batuk ke arah mereka,” kata Blocken.
”Hiking”, ”trekking”, dan ”camping”
Kegiatan luar ruangan, seperti mendaki gunung (hiking) ataupun berkemah (camping), juga menjadi salah satu kegiatan rekreasi yang kembali dibuka pascamasa normal baru dicanangkan pemerintah.
Contohnya, seperti yang sudah diberitakan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat telah memastikan bahwa protokol kesehatan pencegahan Covid-19 akan diterapkan di Gunung Papandayan, Jawa Barat.
Kompas/AGUS SUSANTO
Tenda wisatawan di sekitar Curug Cihurang, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat, Minggu (1/9/2019). Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang lokasinya relatif dekat dengan Jakarta, berkisar 2-3 jam perjalanan, ini memiliki pesona alami.
Dalam keterangan pengelola Taman Wisata Alam Gunung Papandayan di Facebook, masa adaptasi kebisaan baru mulai dibuka sejak 8 Juni 2020. Pengunjung diwajibkan menggunakan masker, dicek suhu tubuhnya, dan menjaga jarak. Jumlah personel setiap rombongan juga dibatasi maksimal 10 orang.
Setiap pengunjung yang bermalam, baik berkemah ataupun menginap di cottage, diwajibkan memiliki surat keterangan sehat yang dikeluarkan oleh dokter, puskesmas, ataupun rumah sakit.
Andhika menilai, kegiatan luar ruangan tersebut semestinya memiliki risiko penularan yang lebih kecil. Hal ini karena kegiatan itu dilakukan di ruang terbuka dan di kawasan yang jauh dari keramaian.
Namun, bukan berarti ini dapat menghilangkan potensi penularan Covid-19. Terlebih lagi apabila kegiatan berkemah atau mendaki gunung dilakukan bersama-sama secara rombongan.
”Meskipun ke lingkungan yang notabene aman dan terpencil, kalau salah satu rombongan kita ada yang memiliki infeksi tanpa gejala itu kan tidak menutup kemungkinan kita tertular,” kata Andhika.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Rekomendasi praktik berolahraga oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO).