Pekerja kembali dihadapkan pada tambahan iuran. Kali ini, iuran itu dalam bentuk simpanan tabungan perumahan rakyat.
Oleh
AGE/KRN/DIM/BOW
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta tabungan perumahan rakyat. Kewajiban itu membawa konsekuensi bagi pekerja dan perusahaan, yakni membayar simpanan peserta.
Simpanan sebesar 3 persen dari upah atau gaji itu ditanggung pekerja mandiri sepenuhnya. Adapun bagi pekerja atau buruh di perusahaan, simpanan ditanggung bersama dengan pemberi kerja. Pekerja menanggung 2,5 persen simpanan, sedangkan pemberi kerja sebesar 0,5 persen.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menyebutkan, pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya kepada Badan Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) paling lambat tujuh tahun sejak PP itu diberlakukan. PP ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2020.
BP Tapera adalah badan hukum yang dibentuk untuk mengelola Tapera. Berdasarkan Keputusan Presiden No 10/2019, Komisioner BP Tapera adalah Adi Setianto, sedangkan empat deputi komisioner adalah Eko Ariantoro, Gatut Subadio, Ariev Baginda Siregar, dan Nostra Tarigan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Rabu (3/6/2020), berpendapat, tidak ada jaminan peserta Tapera akan memperoleh pembiayaan rumah dengan mudah. Kritik itu menyoroti Pasal 39 Ayat (2) PP Tapera yang menyebutkan pembiayaan perumahan bagi peserta dilaksanakan dengan urutan prioritas berdasarkan sejumlah kriteria.
Apalagi, tambah Timboel, manfaat perumahan pekerja sebenarnya sudah diatur lewat Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan bagi pekerja peserta Jaminan Hari Tua di BP Jamsostek. Dalam MLT, BP Jamsostek bekerja sama dengan bank-bank badan usaha milik negara untuk memberi pinjaman kepemilikan, uang muka, dan renovasi rumah.
Sementara Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan mengatakan, sejak Undang-Undang Tapera yang diundangkan pada Maret 2016, kalangan pengusaha menolak iuran Tapera. Alasannya, menambah beban finansial bagi perusahaan dan pekerja.
Saat ini, perusahaan telah membayar iuran jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan untuk karyawan sebesar 10-11 persen setiap bulan. Nantinya, jika RUU Cipta Kerja disahkan, ada tambahan satu iuran jaminan sosial, yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Diawasi
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, program Tapera seharusnya bisa membantu buruh yang tidak memiliki kemampuan memiliki rumah. Namun, program itu harus diawasi dengan ketat, diberlakukan dengan kriteria dan pembatasan yang jelas, serta dikelola untuk satu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan rumah bagi buruh.
Program itu harus diawasi dengan ketat.
Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera Ariev Baginda Siregar menjelaskan, pekerja yang sudah memiliki rumah wajib mengikuti Tapera sebagai penabung. Manfaat yang diterima bisa dalam bentuk renovasi rumah.
Pada tahap awal, penyelenggaraan Program Tapera akan difokuskan pada pegawai negeri sipil. Selanjutnya diperluas secara bertahap.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman yang dihubungi pada hari Rabu menjelaskan, dana Tapera akan ditempatkan dalam berbagai instrumen investasi oleh BP Tapera. Pilihannya, antara lain, surat berharga negara (SBN) konvensional dan syariah.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menjelaskan, besaran iuran aparatur sipil negara sebagai peserta Tapera masih dikoordinasikan lintas kementerian.
Sementara Direktur PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Syafruddin mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera membuat peraturan OJK terkait Tapera. Adapun KSEI berperan sebagai penyedia infrastruktur. Pada tahap awal, ada sekitar 4,3 juta peserta Tapera. (AGE/DIM/KRN/BOW)