Lewat tayangan di kanal Youtube bertajuk ”Raya Stream Fest”, pelaku mode menunjukkan tekad tak takluk pada Covid-19. Koleksi hari raya yang sudah dipersiapkan berbulan-bulan sebelumnya dipertontonkan kepada khalayak.
Oleh
Mawar Kusuma
·5 menit baca
Lewat tayangan di kanal Youtube bertajuk ”Raya Stream Fest”, pelaku mode menunjukkan tekad tak takluk pada Covid-19. Koleksi hari raya yang sudah dipersiapkan berbulan-bulan sebelumnya dipertontonkan kepada khalayak. Meskipun hanya virtual, koleksi yang disuguhkan sanggup menghadirkan rona bahagia di tengah pandemi.
Peragaan busana virtual ini memamerkan koleksi karya desainer Ghea Panggabean, KAMI, Itang Yunasz, Ria Miranda, dan Instituto di Moda Burgo Indonesia. Pameran yang didukung Bank Syariah Mandiri ini diinisiasi oleh Studio One, ASA Medier, dan Panenmaya Digital. ”Raya Stream Fest” yang mengusung konsep fashion from home berlangsung pada pekan sebelum Lebaran, Senin sampai Rabu (18-20/5/2020) .
Air mata desainer Ghea Panggabean sempat mengucur deras ketika seluruh gerai yang menjual koleksi busananya tutup karena pusat perbelanjaan juga ditutup akibat pandemi Covid-19. Rencana peluncuran buku jelang perayaan 40 tahun ia berkarya di dunia mode hingga seluruh jadwal pergelaran busana terpaksa ditangguhkan.
”Mal tutup dan baju masih di dalam sana. Begitu banyak rencana, kok, tiba-tiba begini. Sempat patah semangat. Penghasilan berat, tetapi pengin pegawai go on. Banyak ide kreatif muncul, dipaksa berpikir terus. Bisa virtual, saya sangat gembira,” ujar Ghea yang untuk pertama kali membuka penjualan daring.
Menjadi desainer pembuka dalam pergelaran busana ”Raya Stream Fest”, kreativitas Ghea tampak kentara. Anak dan cucu menjadi model yang tampil memperagakan busana koleksi terbaru label Ghea Fashion Studio bertajuk ”Tales of Tiles”. Kenyamanan busana Lebaran dengan motif keramik Iznik khas Turki menyatu dengan kehangatan tirai dan karpet ruangan di ruang keluarga.
Mengutip dari situs whc.unesco.org, Iznik merupakan daerah di Provinsi Bursa, Turki. Kawasan ini dikenal dengan kerajinan tembikar (pottery) dan keramik ubin (tiles) di era Kekaisaran Ottoman pada abad ke-16. Banyak dari keramik Iznik digunakan untuk menghiasi masjid-masjid di Turki masa itu dan sampai sekarang masih bisa dinikmati. Motif-motif flora khas Iznik misalnya delima, hyacinth, tulip, dan anyelir atau carnation.
Busana ”Raya in Ghea” bergaya bohemian dan eklektik lahir dari pengalaman Ghea ketika mengunjungi Topkapi Palace dan kompleks Harem di Istanbul, Turki. Keramik Iznik yang juga perpaduan motif tradisional Ottoman, Arabesque, dan motif keramik Ming asal China terpresentasi dalam warna dominan biru. ”Memori itu saya kembalikan dalam koleksi,” kata Ghea.
Susunan motif mosaik keramik ini dibuat modern pada setiap helai busana perempuan yang serba panjang dan longgar, seperti kaftan, luaran, jaket panjang, tunik, serta celana cutbrai (bell-bottom) dan legging. ”Tales of Tiles” juga menghadirkan rancangan busana anak melalui label Ghea Kids dan untuk pria dalam seri kemeja.
Lebaran nyaman
Ghea tetap menghadirkan kaftan putih elegan yang menjadi ciri khasnya. Kaftan ini dihiasi aplikasi bordir dan cetak emas dengan ornamen motif songket Palembang, pending Sumatera, dan barok Jawa. Pergelaran busana kali ini juga menghadirkan koleksi bertajuk ”Sumba” dari label Ghea Resort yang diusung kedua putri kembar Ghea, Amanda dan Janna.
”Mama Ghea selalu mengajarkan untuk preserving heritage through fashion. Bedanya kita juga memberikan cerita inspirasi kain. Kita menceritakan daerah lewat kain yang dipakai,” tambah Janna.
Amanda dan Janna menerjemahkan motif Sumba karya Ghea dalam warna coklat dan indigo ke busana resor yang lebih kasual. Melalui ”Sumba”, mereka meluncurkan kemeja, celana pendek, sarung, dan reversible coat dengan motif ikat Sumba berbahan katun dan rayon yang ringan nyaman.
Busana Lebaran nan nyaman juga menjadi pilihan Ria Miranda yang meluncurkan empat koleksi dari dua label (RiaMiranda dan RiaMiranda Signature) serta berkolaborasi dengan label Cotton Ink. Ria pun membuat mukena berkolaborasi dengan label Siti Khadijah asal Malaysia. Koleksi ”Bias” dari RiaMiranda Signature, misalnya, menyajikan potongan busana tunik dan gamis dalam warna jingga, merah muda, dan biru yang lembut.
Sempat kebingungan menyikapi pandemi Covid-19, Ria kemudian membuat focus group discussion dengan para pelanggannya. ”Apa kebutuhan mereka? Jadi mengubah rencana. Ternyata yang dibutuhkan adalah baju yang nyaman dan stylish. Bahan cotton, print, dan voal. Kerudung rumahan instan yang print,” ujar Ria.
Pikat konsumen
Beratnya bisnis mode di kala pandemi turut dirasakan oleh pemilik label KAMI, Istafiana Candarini, Nadya Karina, dan Afina Candarini. Dari awalnya akan mengeluarkan empat koleksi Lebaran, KAMI hanya mengeluarkan satu koleksi bertajuk ”Jana.”
Kendala utama lebih ke proses produksi karena pabrik kain tutup. ”Jadi, kayak balik ke awal. Dimulai dari diri sendiri. Dipakai sendiri, difoto sendiri, ditunjukkan ke customer. Itu yang harus kami lakukan untuk survive di industri ini. Orang tetap butuh fashion, tetapi lifestyle berubah. Harus ikuti lifestyle stay at home,” ujar Karina.
”Jana” hadir dalam bentuk pakaian siap pakai dari koleksi yang sebelumnya pernah dibawakan KAMI di Jakarta Fashion Week 2020. Koleksi ini terinspirasi dari pojagi, teknik quilting tradisional Korea berusia 2.000 tahun yang menggabungkan beberapa jenis kain, seperti sutra, katun, rami, dan hemp, yang kemudian dijahit menjadi satu kain utuh.
Pojagi atau bojagi ini, seperti dikutip dari artikel Carrie Jeruzal dalam jurnal asianstudies.org, muncul di Korea sekitar abad ke-14 dan kerap digunakan untuk membungkus hadiah, makanan, hingga menutup ranjang dan meja.
Umumnya, pojagi didesain minimalis dari perca berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang. Ini mengingatkan pada gaya dan komposisi lukisan dari pelukis di era modern, Piet Mondrian dan Paul Klee.
Koleksi KAMI menonjolkan warna-warna Bumi yang menjadi ciri khasnya, hijau tua, coklat, kuning mostar, dan nuansa terakota. Busana diberi sentuhan teknik lipit yang diaplikasikan pada bagian tertentu, seperti lengan dan tunik. Aksen elemen bunga dan tulisan kuno Korea turut mempermanis tampilan.
Sementara Itang Yunasz mengusung koleksi serba putih dengan gradasi warna lembut bertajuk ”White Garden”. Demi memikat konsumen, Itang tak segan menggunakan strategi jemput bola. ”Toko di Tanah Abang tutup, kami coba lewat online. Akhirnya jemput bola, busana dikirim dulu ke konsumen agar bisa dicoba,” tambahnya.
”Raya Stream Fest” semakin meriah dengan kehadiran koleksi karya 10 murid Istituto di Moda Burgo Indonesia, seperti Arini Nainggolan, Chellyana Sunarta, Gabriela Pujanto, dan Stella M Sudjasmin.
”Lebaran selalu berhubungan dengan perayaan pakai baju baru, bertemu keluarga. Ingin mengambil momentum ini supaya bisa merayakan dan berpikir positif,” ujar Aida Nurmala, CEO Studio One.