Menjaga Tidur Teratur Selama Puasa dan Sahur
Waktu tidur yang cukup dan teratur tetap dibutuhkan selama Ramadhan dan pandemi Covid-19. Tidur saat malam hari, misalnya, penting untuk produksi sejumlah hormon pertumbuhan bagi tubuh.
Adinda Fithar (24) panik karena bangun kesiangan setelah waktu sahur. Dia yang semestinya mulai bekerja dari rumah pada pukul 08.30 justru kebablasan tidur hingga pukul 10.00. Alhasil, Selasa (12/5/2020) siang, perempuan ini jadi terburu-buru menanggung sejumlah tugas yang terlambat dikerjakan.
Perempuan ini bercerita, kondisi semacam itu dialami dua hari terakhir selama Ramadhan. Dia tidak kuat menahan kantuk setiap memasuki waktu imsak, kemudian tidur dengan memasang alarm. Kendati begitu, bunyi alarm belakangan tidak membuatnya lantas bangun pada pukul 07.00.
”Aku takut bangun kesiangan ini terus berlanjut sampai beberapa hari ke depan. Kalau begini terus, aku makin susah mengikuti pola waktu work from home dari kantor,” ujar pekerja di perusahaan bidang properti ini saat dihubungi Kompas pada Selasa siang.
Problem Adinda mungkin mewakili sebagian orang di bulan Ramadhan. Dian Wulandari (29), misalnya, juga mengeluh kesulitan tidur saat menjelang malam. Kesulitan tersebut berlarut sejak pemberlakuan kebijakan work from home (WFH) dari kantornya.
Baca juga: Memahami Gangguan Tidur di Rumah Saat Pembatasan Sosial
Karena kurang tidur saat malam, Dian kerap merapel tidur setelah waktu imsak. Meski begitu, saat bangun pagi, dirinya justru merasa pusing yang berkelanjutan hingga siang hari.
”Karena polanya sudah terbentuk begitu, aku jadi menyempatkan tidur siang sehabis shalat Dzuhur. Lumayan, jadi enggak terlalu ngantuk walau kadan masih terasa pusing,” ujarnya.
Kondisi tidur tidak teratur di masa Ramadhan dan pandemi Covid-19 bisa menjadi masalah tersendiri. Berkaca pada pengalaman Adinda dan Dian, ketidakteraturan tidur turut berdampak pada kondisi fisik, bahkan pada pola beraktivitas seseorang.
Baca juga: Jangan Sepelekan Tidur
Penting bagi tubuh
Sejumlah riset telah membuktikan bahwa tidur memegang peranan penting bagi kesehatan tubuh. Tidur tidak hanya membuat rileks, tetapi juga memungkinkan proses perbaikan jaringan-jaringan di dalam tubuh. Begitu pula dengan otak yang turut memulihkan diri sewaktu tidur (Kompas.id, 14/10/2018).
Konsultan Gizi Rita Ramayulis menuturkan, momen Ramadhan semestinya tidak memengaruhi durasi tidur seseorang. Apabila seseorang mengalami gangguan tidur, besar kemungkinan orang itu mengalami kekurangan waktu tidur dari hari-hari sebelumnya.
Rita menjelaskan, kondisi tersebut memicu pola tidur baru yang tidak sehat apabila berlangsung lama. Dalam sejumlah kondisi yang dia temukan, gangguan tidur pada seseorang kerap terjadi pada malam hari, kemudian berdampak pada aktivitas siang hari dan malam berikutnya.
”Hal yang sering terjadi ialah seseorang tidur terlalu larut pada waktu malam. Kemudian, tubuh berusaha mengganti waktu tidur itu saat setelah sahur. Kondisi ini menjelaskan kenapa seseorang kerap bangun terlalu siang saat puasa,” kata Rita, yang juga Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (INSA) ini.
Baca juga: Kurang Tidur Jadi Mudah Kesepian
Dia menambahkan, kondisi bangun terlalu siang juga kerap dipengaruhi rasa malas seseorang. Pada generasi muda, misalnya, ada kecenderungan seseorang yang sudah bangun tidur, tetapi enggan beranjak dari tempat tidur. Rita menekankan, tidur seseorang pada kondisi tersebut bukan karena kekurangan waktu tidur, melainkan dipicu tubuh yang kekurangan oksigen saat tidak banyak menggerakkan otot.
Mengenai hal ini, Rita mennganjurkan agar setiap orang tetap tidur cukup selama momen Ramadhan. Sebab, aktivitas tidur sama pentingnya dengan makan dan olahraga bagi tubuh. Terutama pada saat di malam hari, tidur turut membantu produksi hormon pertumbuhan dalam tubuh.
Ada hormon pertumbuhan bernama glutathione (GSH) yang terproduksi saat tidur di malam hari. Tubuh mulai memproduksi hormon sejak pukul 20.00, kemudian puncaknya pada pukul 23.00 hingga pukul 02.00 dini hari. Maka itu, Rita menyarankan tidur tidak larut malam demi menjaga kondisi tubuh.
”Hormon GSH hanya diproduksi ketika tidur pada malam hari. Kalau tidak tidur saat malam, maka produksi hormon yang semestinya berjalan optimal justru menjadi terganggu,” ujar Rita, yang juga konsultan gizi untuk Royal Sport Performance Center (RSPC) di Senayan City.
Baca juga: Mandi Air Hangat Membuat Tidur Lebih Nyenyak
Jaga kualitas
Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) untuk bidang kesehatan, Syahrizal Syarif, menyarankan untuk tetap menjaga durasi tidur yang berkualitas. Apabila berpatokan pada anjuran dari Kementerian Kesehatan, durasi tidur sebaiknya 7-8 jam untuk rentang usia 18 tahun ke atas.
Kendati begitu, jumlah tidur di masa Ramadhan bisa dibagi pada waktu malam dan pagi hari secara cukup. Untuk waktu malam, ia menyarankan durasi tidur selama 4-5 jam, kemudian 2-3 jam dapat dialokasikan pada waktu setelah subuh, atau menambah waktu jam tidur pada siang hari.
Rita menambahkan, tidur setelah waktu sahur tidak mutlak untuk dilakukan semua orang. Kegiatan tidur justru tidak disarankan bagi orang-orang yang terlalu banyak makan asupan karbohidrat dan lemak saat sahur. Sebab, hal tersebut riskan menyebabkan gangguan pencernaan ketika bangun.
Apabila memang memilih konsumsi karbohidrat yang berlebih saat sahur, disarankan untuk lebih banyak aktivitas bergerak. ”Untuk makanan seperti nasi padang, misalnya, sesungguhnya tidak dianjurkan untuk langsung tidur setelah imsak. Kalau kadar konsumsi karbohidrat dan lemak tinggi, kemudian tidur, maka Anda akan memengaruhi hormon insulin dan menghambat sistem pencernaan,” ujar Rita.
Baca juga: Gangguan Tidur Perparah Kualitas Istirahat
Durasi tidur kerap menjadi faktor penyebab gangguan tidur. Dalam buku
Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations (1990), para penulis menyebut gangguan tidur atau sleep disturbance sebagai gejala yang mengarah pada ketidakmampuan untuk memulai tidur dan mempertahankan tidur (insomnia), rasa kantuk yang berlebihan (hipersomnia), gangguan saat fase tidur (parasomnia), serta gangguan siklus tidur.
Laporan penelitian berjudul Sleep Disturbance is Associated with Not Only Shorter Sleep Duration, but also Longer Time in Bed: A Japanese General Population Survey yang dimuat jurnal Sleep and Biological Rhythms, 21 Juni 2019, menyebutkan, gangguan tidur dialami oleh responden, baik yang kurang tidur maupun yang terlalu lama berada di tempat tidur.
Survei pada 2.542 responden berusia 20 tahun ke atas itu memaparkan rata-rata durasi tidur orang Jepang adalah 6,6 jam. Sementara rata-rata lama waktu berada di tempat tidur (time in bed) adalah 7 jam. Kelompok yang tidur kurang dari enam jam ditemukan cenderung terganggu saat memulai atau mempertahankan tidur, sedangkan kelompok yang tidur selama 6-7 jam kerap bangun terlalu pagi.
Demi menjaga kesehatan, pola makan, tidur, dan berolahraga, sebaiknya dilakukan secara proporsional. Seseorang yang dapat menjaga pola hidup seimbang akan mampu mencapai kualitas tidur yang baik. Kualitas itu pun buka berganrung pada jam tidur yang terlalu lama.
”Intinya, tidur, makan, dan olahraga harus seimbang. Apabila mendapat asupan karbohidrat dan lemak yang berlebihan, usahakan agar banyak kegiatan berpindah. Karena saat berpindah, organ pencernaan bisa bekerja lebih cepat,” ujar Rita.