Hotel-hotel yang Pantang Menyerah di Tengah Badai Covid-19
Pandemi virus korona mengakibatkan banyak hotel tutup karena tingkat hunian kamar rata-rata nol. Menghadapi keadaan yang amat sulit itu, pengelola hotel tak berdiam diri.
Pandemi virus korona mengakibatkan banyak hotel tutup karena tingkat hunian kamar rata-rata nol. Menghadapi keadaan yang amat sulit itu, pengelola hotel tak berdiam diri. Mereka terus berinovasi. Ada yang membuat paket menginap murah bagi keluarga, paket bekerja di hotel, paket pengantaran makanan untuk sahur, sampai penjualan voucer menginap di hotel berbintang dengan harga amat miring.
Upaya lain, hotel menjual paket pembersihan rumah sesuai standar kesehatan sampai menyediakan diri menjadi tempat menginap tenaga kesehatan. Tak ada usaha tanpa hasil, semua upaya itu membuat ada hotel mampu memperpanjang ”napas” karena bisa sedikit mengangkat keuangan hotel.
Ragam inovasi tersebut, antara lain, dilakukan manajemen Hotel Aryaduta Semanggi Jakarta, Santika Indonesia Hotels and Resorts, dan Hotel 88 di Bekasi, Jawa Barat.
Valentia Agustadi, Group Director of Sales Aryaduta Hotel, menyampaikan, untuk menyiasati keadaan, sejak Maret pihaknya sudah membuat paket bekerja dari hotel (WFH) di Aryaduta Semanggi. Selain itu, ada paket menginap dengan harga diskon. ”Beruntung lokasi Aryaduta Semanggi strategis sehingga tawaran itu disambut para tamu. Ada yang memilih bekerja dari hotel, tetapi ada juga tamu yang mengajak anak untuk menginap,” tutur Valentia pada Rabu (6/5/2020).
Paket WFH Aryaduta Semanggi dipatok mulai dari harga Rp 500.000 untuk pemakaian selama delapan jam. Di dalam kamar, tamu bisa menggunakan akses internet dan minuman mulai dari air mineral hingga teh dan kopi. Sementara untuk paket menginap dipatok mulai dari Rp 1.088.000 per malam dengan syarat pemesanan kamar untuk 14 hari. Tamu mendapat fasilitas sarapan pagi bagi satu orang, tetapi sarapan akan diantar ke kamar hotel untuk menghindarkan pertemuan antar-orang.
Khusus untuk Ramadhan ini, Aryaduta menawarkan paket menginap dengan harga per malam mulai dari Rp 850.000 (1 orang), Rp 950.000 (2 orang), dan Rp 1.200.000 (4 orang). Kamar di hotel tersebut berbentuk apartemen dengan satu, dua, atau tiga kamar di dalamnya. Fasilitas yang tersedia, selain ruang keluarga dan ruang makan, juga ada dapur dan alat masak standar. Pihak hotel juga meminjamkan alat masak lain jika tamu membutuhkan.
”Umumnya paket itu diambil oleh keluarga. Mungkin mereka bosan harus di rumah terus sehingga memilih menginap di hotel. Di dalam kamar mereka bisa mengajak anak-anak memasak bareng,” kata Valentia. Apalagi, letak hotel tak jauh dari Plaza Semanggi yang memiliki supermarket yang hingga kini masih dibuka.
Meski tak sebanyak tamu pada saat normal, jumlah tamu yang datang lumayan. ”Untuk mereka yang ingin memperpanjang paket menginap, harga bisa dinego,’’ tambah Valentia sambil tertawa.
Paket berbonus
Meski baru berusia dua tahun, Hotel 88 Bekasi tak mau kalah berinovasi di tengah pandemi. Hegar Sangku Kelana, Sales Manager Hotel 88 Bekasi, yang dihubungi secara terpisah menyampaikan, pihaknya membuat paket menginap berbonus pembersihan rumah tamu selama tiga kali bagi tamu yang menginap selama seminggu di hotel. Jika tamu menginap 14 hari, pembersihan rumah dilakukan enam kali.
Paket menginap itu dipatok dari harga Rp 350.000 per malam, atau Rp 320.000 per malam (untuk paket menginap tujuh hari) dan Rp 300.000 per malam (paket menginap 14 hari). Selain sarapan untuk dua orang, pihak hotel juga memberikan masker dan minuman tradisional. ”Kami tetap menerapkan aturan kesehatan, misalnya tamu yang akan menginap kami cek suhu badannya. Sarapan pun diantar ke kamar,’’ kata Hegar.
Paket berbonus itu berhasil membuat orang mau menginap di hotel tersebut. Memang tidak setinggi tingkat hunian pada saat normal yang mencapai 70-80 persen, tetapi tamu yang mencapai 30 persen dari kapasitas total 70 kamar lumayan membantu aliran keuangan perusahaan.
Sementara Santika Group of Hotels and Resort lewat L Sudarsana, GM Corporate Marcomm & Business Development Santika, mengatakan sedang menyiapkan menjual voucer menginap berharga miring di semua hotel dalam manajemen mereka. Santika Group memiliki 114 hotel yang meliputi brand-brand dari Amaris, Santika, Amaya, Kanaya, hingga Anvaya. Namun, saat ini sebagian besar hotel itu ditutup karena tamu sepi.
Selain Hotel Santika Premier di Slipi, Jakarta Barat, yang tetap melayani tamu, Hotel Santika di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, malah penuh tamu sepanjang April lalu. Seluruh kamar hotel itu disewa untuk menjadi tempat bermalam karyawan salah satu pabrik roti. Mereka diinapkan sementara di hotel itu untuk mempermudah koordinasi dan dekat dengan lokasi pabrik selama masa pembatasan sosial karena Covid-19.
Voucer menginap di hotel dalam grup Santika akan dijual dengan harga per malam Rp 230.000 (Amaris), Rp 350.000 (Santika) dan Rp 400.000 (Santika Premiere), serta Rp 800.000 (The Anvaya). Voucer yang memiliki masa berlaku 1 Juli 2020-31 Maret 2021 itu akan dijual lewat Santika Indonesia Online Travel Fair di aplikasi MySantika dan laman resmi mysantika.com, mulai 25 Mei hingga 6 Juni 2020.
Hotel-hotel itu juga tak hanya menjual paket menginap. Jika Hotel 88 Bekasi memberi bonus pembersihan rumah bagi tamu hotel, Aryaduta menawarkan paket pembersihan rumah bagi masyarakat umum. Syaratnya, luas rumah minimal 100 meter persegi. Harga jasa pembersihan mulai dari Rp 5.000 per meter sampai Rp 20.000 per meter untuk paket pembersihan komplet.
Menurut Valentia, tawaran itu untuk memberdayakan staf bagian pembersihan kamar dan peralatannya. ”Seluruh bagian rumah, gorden, jendela, lantai, sofa, tempat tidur, dapur, kamar mandi akan dibersihkan sesuai standar hotel kami. Peminatnya pada April kemarin banyak, tetapi Mei ini agak menurun,” tuturnya.
Satu lagi yang ditawarkan hotel pada Ramadhan ini adalah pengantaran makanan. Hotel 88 Bekasi punya paket pengantaran makanan berbuka puasa dari harga Rp 25.000 per paket sampai Rp 200.000 per 10 orang.
Selain itu, restoran hotel menyediakan aneka pilihan makanan buka puasa yang akan dikirimkan ke pelanggan dalam jarak sekitar 3 kilometer dari hotel. ”Umumnya, yang memesan perusahaan, seperti bank, yang harus menyediakan makanan buka puasa bagi karyawannya yang masih bekerja,” kata Hegar.
Menunggu insentif
Menyikapi bermacam upaya itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyambut gembira. Ia paham, pukulan terhadap bisnis hotel dan restoran yang sangat berat membuat para anggotanya tak henti berinovasi.
Maulana menyebut, 1.600-an hotel di Indonesia sejak Maret memilih tak lagi beroperasi. Angka itu belum mencakup semua hotel dan restoran di Indonesia karena tak semua pemilik melaporkan usahanya ke PHRI.
Tak hanya tutup, sebagian besar pemilik hotel dan restoran sudah merumahkan karyawan. ”Mau bagaimana lagi, tak ada pemasukan,” ucap Maulana.
Pengusaha hotel, seperti dirinya, merasakan berat menanggung biaya dasar operasional, seperti listrik, gaji karyawan, dan pembayaran BPJS. Oleh karena itu, merumahkan karyawan menjadi pilihan walau sebenarnya sulit. ”Kami tak ada uang lagi. Melihat keadaan yang parah ini, kami, pengusaha hotel dan restoran, butuh bantuan insentif dari pemerintah supaya bisa bangkit lagi. Ya, kami tunggulah insentif itu,” tutur Maulana.
Para karyawan yang dirumahkan ada yang masih dibayar, ada juga yang tidak lagi mendapat gaji. Tergantung kebijakan manajemen. Para karyawan grup Hotel Santika yang dirumahkan, misalnya, masih mendapat gaji pokok.
Pendiri Arma Hotel and Resort Bali, Agung Rai, yang terpaksa menutup hotel karena tak ada tamu juga memanfaatkan tabungan untuk membayar gaji 120 karyawannya. ”Kami terlatih menghadapi krisis, seperti Bom Bali dan sekarang pandemi Covid-19. Jadi, secara mental kami sudah mempersiapkan diri. Secara finansial kami juga siapkan,” ujarnya.
Selain memberikan penghasilan berupa uang tunai, pengelola juga berusaha berbagi bahan pangan seperti beras dan sayur-sayuran kepada karyawan. Bahan pangan itu berasal dari sawah dan kebun yang dikelola Arma Hotel and Resort Bali.
Ramah alam
Menurut Agung Rai, banyak kegiatan pariwisata yang dibatalkan di Bali dan berdampak pada sepinya hotel. ”Kegiatan itu termasuk festival musik jazz berskala internasional, Ubud Village Jazz Festival, yang seharusnya diselenggarakan di Arma pada Agustus 2020,” kata Agung Rai saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (28/4/2020).
Ia mengatakan, Covid-19 bukanlah krisis pertama yang menimpa pariwisata dan kehidupan masyarakat di Bali. Sebelum wabah virus korona baru, setidaknya ada dua kejadian luar biasa yang pernah terjadi, yaitu letusan Gunung Agung pada 1963 dan Bom Bali pada 2002.
”Saat terjadi letusan Gunung Agung, itu benar-benar mengguncang. Tidak ada yang bisa dimakan sehingga banyak masyarakat migrasi ke tempat lain,’’ katanya. Sementara saat Bom Bali, meski sempat mengganggu, tidak terjadi lama. Masyarakat dunia justru bersimpati, kemudian mengulurkan tangan, memberi bantuan.
Krisis akibat Covid-19 ini, menurut Rai, mengingatkan pentingnya pariwisata d Bali memiliki kemandirian dan ketahanan pangan. Masa karantina ini seharusnya menjadi momen untuk kembali membangun citra Bali sebagai tujuan pariwisata yang ramah terhadap alam.
”Membangun pariwisata itu bukan berarti mengorbankan pertanian dan 100 persen membangun hotel. Pertanian dan perkebunan harus menyatu dengan pembangunan pariwisata. Jadi, kalau ada krisis, kita sudah siap,” jelasnya.
Berdasarkan penelitian Colliers International, hotel merupakan bisnis properti yang paling babak belur akibat Covid-19. Kondisi ini terjadi karena banyak tamu yang membatalkan atau menunda perjalanan karena anjuran untuk tetap tinggal di rumah.
Selain itu, di Bali, Pemerintah Indonesia sudah menutup penerbangan dari dan ke China sejak awal Februari 2020. Hal ini membuat Pulau Dewata kehilangan 96 persen pasarnya dari China. Anjloknya pariwisata membuat okupansi hotel turun drastis.
Di tengah kesulitan, pelaku bisnis perhotelan telah mengambil beberapa langkah pencegahan untuk mengatasi situasi bertambah buruk. Beberapa hotel telah berhenti beroperasi karena minimnya tingkat hunian sehingga tidak bisa menutupi biaya operasi.
Hotel yang beroperasi harus melakukan efisiensi dengan menutup kafe, restoran, atau fasilitas kebugaran di dalam hotel atau hanya mengaktifkan beberapa lantai, dan menawarkan kamar saja (tanpa sarapan).
Untuk melewati kesulitan, efisiensi dan inovasi menjadi kunci utama!