Dongkrak Stamina dengan Jamu
Secercah harapan muncul dalam benak para pembuat jamu berskala kecil. Di tengah kelesuan beragam sektor usaha karena wabah saat ini, mereka mencicipi peningkatan penjualan jamu.
Secercah harapan muncul dalam benak para pembuat jamu berskala kecil. Di tengah kelesuan beragam sektor usaha karena wabah saat ini, mereka mencicipi peningkatan penjualan jamu. Minat masyarakat yang meningkat dalam mengonsumsi jamu direspons oleh penjual jamu dengan tetap menjaga cita rasa jamu.
Retno Hemawati (40), pembuat jamu berlabel Sejiwa, terlihat berseri- seri. Di sela kesibukannya membuat jamu di dapur dengan luas hanya 6 meter persegi, ia mengungkapkan kenaikan penjualan produknya. Retno memproduksi 10 macam jamu dengan andalan seperti kejem, kunyit asam, dan empon-empon.
”Kejem sebenarnya bukan nama jamu yang sudah dikenal masyarakat. Itu biar gampang diingat saja. Singkatan dari kencur, jahe, jeruk nipis, dan madu,” ujarnya sambil tertawa.
Sebelum wabah Covid-19, Retno menjual sekitar 50 botol per hari. Setiap botol berkapasitas 500 mililiter (ml). Sejak 1,5 bulan lalu, jumlah itu menjadi sekitar 70 botol. Harga sebotol kejem Rp 25.000, kunyit asam Rp 20.000, empon-empon Rp 25.000.
Warga Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, itu memulai usahanya sejak 2017. ”Usaha mikro rumahan. Masih informal. Sampai sekarang, kunyit asam masih favorit atau sekitar separuh dari jamu yang terjual,” ucapnya di Jakarta, Jumat (10/4/2020).
Rasa kunyit asam yang diselingi sedikit manis gula merah berpadu dengan pandan. Racikan tersebut meredam rasa jamu yang terlalu tajam. Rasa kunyit juga agak kuat dibandingkan minuman itu pada umumnya. Campuran tersebut tampak berwarna kuning kecoklatan.
Sementara paduan rempah dalam empon-empon terasa ringan. Minuman itu cukup manis dengan elemen temulawak yang dominan. Jahe, kayu manis, kunyit, kencur, serai, daun pandan, dan secang juga berpadu dalam ramuan berwarna coklat pekat. Di antara semua ragam jamu Sejiwa, empon- empon paling lengkap kandungan rempahnya.
Ragam manfaat
”Kalau disebut antikorona (Covid-19), enggak begitu. Jamu hanya mendongkrak daya tahan tubuh,” kata Retno sambil tersenyum. Jamu, misalnya, mengandung kunyit dengan fungsi anti-peradangan. Zat lain, yaitu curcumin, sebagai antioksidan untuk mencegah radikal bebas. Selain beragam manfaat, Presiden Joko Widodo yang menayangkan video sedang minum jamu via media sosial diyakini turut meningkatkan minat masyarakat ikut mengonsumsinya.
Retno menjaga kualitas jamunya dengan menyimpan bahan baku paling lama tiga hari sehingga tetap segar. Bahan baku dibeli dari pedagang yang sudah sangat akrab. ”Pedagang itu sangat setia yang memilihkan bahan baku terbaik. Saya tinggal pesan,” ujarnya.
Senada dengan Retno, Nadia Dwi Scarnella (35), yang membuat jamu Abata, turut bergembira. Ulasan berbagai pakar mengenai manfaat jamu mendongkrak penjualan produk tersebut. Sebelum wabah Covid-19 merebak, Nadia menjual sekitar 50 botol per minggu.
Isi setiap botol 350 ml. Sekarang, ia bisa menjual 250 botol per minggu. Nadia membuat kunyit asam dan empon- empon. Jamu yang paling banyak dipesan yaitu empon- empon atau sekitar 150 botol per minggu. Harga empon- empon dan kunyit asam sama atau Rp 15.000 per botol.
Kunyit asam Abata tercecap berbeda dengan minuman sejenis, demikian pula warna coklatnya yang lebih gelap. Jamu tersebut memadukan asam dengan manis yang unik. Bukan berasal dari gula pasir. Di sela sensasi masam, terasa cita rasa gula aren. Kayu manis dan jahe membuat minuman tersebut juga terasa hangat saat diteguk. Nadia mulai menjual jamu sejak pertengahan 2019.
Kini, warga Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, itu berbagi lokasi produksi dengan dua rumah mitra usahanya. ”Waktu bikin jamu di satu rumah saja, kami pernah kerja 12 jam sampai pukul 22.00. Pulang ke rumah, saya dicemberutin suami,” ujar Nadia seraya tergelak.
Nadia juga menjaga kualitas jamu dengan berlangganan membeli bahan baku dari toko khusus rimpang dan mengeceknya secara saksama. Jahe, temulawak, dan kunyit kini jadi rebutan. Bisa saja komoditas-komoditas itu tak segar lagi. Namun, rasa jamu pun tetap terjaga. ”Kalau ada yang busuk (komoditas itu), langsung enggak dipakai. Saya juga baru mengupas bahan baku waktu mau dipakai. Jadi, masih segar,” ucapnya.
Budi Lestari (46), warga Kelurahan Paninggilan Utara, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, turut merasakan peningkatan penjualan jamu. ”Sebelum wabah, saya bisa menjual 6 liter jamu per hari. Sekarang, 30 liter per hari. Jamu yang paling banyak dipesan empon-empon,” katanya.
Menurun
Sebaliknya, sejumlah pengelola kafe yang menyajikan jamu, penjualan minumannya menurun. Acaraki dengan dua lokasi penjualan di Jakarta, misalnya, hanya menyediakan layanan pesan di tempat dan antar sejak dua pekan lalu. Tenda disediakan di luar kafe itu agar konsumen tidak perlu turun dari kendaraannya.
”Sekarang, setiap kafe paling menerima satu atau dua order per hari. Di Kota Tua dan Kemang, sama, tapi saya mencoba bertahan,” kata Jony Yuwono, pendiri Kafe Jamu Acaraki. Jamu unggulan Acaraki adalah Golden Sparkling dan Saranti, masing-masing seharga Rp 35.000 per gelas.
Golden Sparkling dibuat dari kunyit asam ditambah soda. Sementara Saranti adalah beras kencur dengan gula dan krim. Semua jamu diramu dengan penyeduhan berbeda. ”Asumsi pembeli sudah terbentuk kalau Acaraki diseduh langsung. Disajikan dengan estetis pakai gelas kaca dan tatakan kayu,” ujarnya.
Kesadaran masyarakat mengenai jamu yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh memang lebih baik sejak terjadi wabah Covid-19. ”Hanya, kunci untuk merasakan khasiat jamu adalah harus rutin diminum. Bukan minum wedang jahe seminggu sekali lantas yakin bisa menangkal penyakit. Itu agak salah,” kata Jony.
Idealnya, jamu dikonsumsi setiap hari. Daya serap zat-zat dalam jamu setiap individu pun berbeda. Teknik penyeduhan memengaruhi pula manfaat jamu terhadap konsumennya. ”Paling baik, jamu dibuat langsung. Penelitian sejauh ini juga hanya dilakukan terhadap zat-zat tertentu. Belum semua,” katanya.
Nurfi Afriansyah, peneliti gizi pada Subbidang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Penunjang, Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Balitbang Kementerian Kesehatan, menilai baik peningkatan minat masyarakat mengonsumsi jamu. Selain kurkumin, zat lain yang banyak terdapat dalam jamu dan bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh umpamanya flavonoid.
Jeruk juga mengandung banyak flavonoid, termasuk pada kulitnya. Flavonoid menimbulkan rasa pahit. Soal jamu dapat menangkal Covid-19, belum dapat dibuktikan. ”Tapi, pola hidup sehat yang kian banyak dilakukan masyarakat dengan mengonsumsi sayur dan buah, termasuk minum jamu, itu positif,” ujarnya.