Suatu Sore Bersama Suzuki XL7
Di tengah era SUV, Suzuki meluncurkan model SUV terbarunya, Suzuki XL7. Kompas mengajak mobil yang dikembangkan dari Suzuki Eritga generasi kedua, ini, dalam pengembaraan kecil untuk menguji ketangguhannya.
Hari sudah sore saat kami lepas dari kota Subang, Jawa Barat. Sinar matahari yang sudah condong ke barat berkelebatan dari balik pepohonan tinggi, beberapa menit setelah kami berbelok kiri di pertigaan Jalancagak. Mobil terus meluncur membelah perkebunan teh ke arah selatan.
Tak lama kemudian jalan aspal yang halus dan mulus itu mulai berkelok-kelok. Dengan kecepatan sedang, Suzuki XL7 yang membawa kami terasa menempel lekat ke aspal. Mobil pun tak menemukan kendala melahap tikungan demi tikungan yang mulai menanjak.
Ada sedikit rasa limbung saat kami masuk ke tikungan terlalu cepat. Yah, ini memang bukan sedan, jadi gejala ini secara instingtif telah diantisipasi dan tak mengganggu. Tanpa disadari, kawasan wisata Ciater dilewati dengan cepat, dan kami sudah mendaki jalanan ke arah Taman Nasional Gunung Tangkuban Parahu.
Di sinilah, tenaga mobil seolah minta diuji. Tikungan-tikungan tajam bisa tiba-tiba berpadu dengan tanjakan yang cukup curam. Beberapa kali kickdown harus dilakukan di mobil bertransmisi otomatis empat tingkat percepatan ini agar transmisi pindah ke gigi lebih rendah dan torsi puncak bisa dikail untuk terus melaju ke depan.
Namun, tak ada rasa ragu dan khawatir dengan tenaga mobil ini. Tenaga mesin terasa selalu tersedia cukup, terutama di putaran bawah. Walau di atas kertas bisa dibilang tenaga yang dikeluarkan mesin 4 silinder K15B berkapasitas 1.5 liter ini tak istimewa.
Tenaga maksimum 104,7 PS pada putaran mesin 6.000 rpm dan torsi puncak 138 Nm pada 4.400 rpm terasa cukup untuk menghela mobil berbobot kotor 1,7 ton ini mendaki lereng Tangkuban Parahu.
Pikiran melayang pada perkataan Dony Saputra, Direktur Pemasaran Roda 4 PT Suzuki Indomobil Sales (SIS)—sebagai distributor resmi kendaraan Suzuki di Indonesia, saat perkenalan mobil ini kepada media di Bogor, 11 Februari 2020. Kata Dony waktu itu, walau menggunakan mesin yang sama dengan yang digunakan Suzuki Ertiga generasi kedua, ada perubahan pada bagian ECU yang membuahkan peningkatan tenaga sedikit di putaran bawah.
Ini lah XL7, model SUV baru Suzuki yang dikembangkan dari Suzuki Ertiga generasi kedua. Masih menurut Dony, walau menggunakan platform Ertiga, ada berbagai perubahan signifikan pada mobil ini sehingga sah untuk disebut sebagai model yang sama sekali baru.
Dony mencontohkan, sektor kaki-kaki dan suspensi XL7 ini baru sehingga ground clearance mobil tersebut lebih tinggi 20 milimeter (mm) dibandingkan dengan Ertiga. Jika Ertiga memiliki jarak terendah dari tanah 180 mm, XL7 ini memiliki ground clearance 200 mm atau 20 sentimeter (cm). Perubahan ground clearance dan kaki-kaki ini, lanjut Dony, membawa konsekuensi pemindahan posisi tanki bensin.
Baca juga:XL7, Kejutan 50 Tahun Suzuki untuk Dunia
”Suzuki XL7 ini memang memiliki beberapa common parts dengan Ertiga, terutama di bagian belakang dan samping. Namun, selebihnya banyak bagian yang berbeda (dengan Ertiga). Itu sebabnya ini adalah new model. Model baru, bukan sekadar crossover-crossover,” kata Dony Saputra, Selasa (11/2/2020).
Yang jelas, Kompas melihat tim Suzuki berhasil membuat XL7 tampil lebih gagah dari pendahulunya yang bertipe MPV (multi-purpose vehicle) itu. Terutama dengan membuat bonet yang lebih datar dan tinggi, dan gril dengan garis-garis tegas warna hitam. Desain bonet ini membuat XL7 memiliki kecenderungan bentuk mengotak yang terlihat tangguh.
Suzuki XL7 ini memang memiliki beberapa common parts dengan Ertiga, terutama di bagian belakang dan samping. Namun, selebihnya banyak bagian yang berbeda (dengan Ertiga).
Mengembara
Sebagaimana fungsi sebuah SUV sebagai kendaraan untuk diajak mengembara, Kompas pun mengajak XL7 ke pengembaraan kecil menuju dataran tinggi Lembang, Jawa Barat, 23-24 Maret 2020. Tak terasa, puncak jalanan dari Ciater ini sudah dilalui dan kini kami sudah menempuh jalan menurun menuju kawasan Cikole-Jayagiri untuk menuju Lembang.
Kompas kemudian mencari-cari lokasi yang pas untuk pemotretan esok hari hingga ke kawasan Maribaya. Saat ini cukup susah mencari lokasi pemotretan atau pengambilan gambar yang layak di Lembang. Kawasan yang dulu hijau asri dan dingin itu, kini terasa begitu padat dan nyaris pengap.
Akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri sesi uji kendara hari itu. Kami pun berjalan dengan santai kembali ke arah Lembang menuju Cisarua, Bandung Barat, untuk mengunjungi salah satu kawan lama kami yang ingin memamerkan villa barunya.
Namun, perjalanan ke villa Kabinkebun, itu justru menjadi sesi uji kendara lain yang menantang. Setelah melalui jalan raya yang berkelak-kelok menuju ke arah barat, kami pun memasuki jalan kampung yang hanya cukup dilewati satu mobil dan dihiasi turunan dan tanjakan lumayan berat.
Sekali lagi, XL7 melibasnya tanpa ragu. Setir dengan power steering elektriknya terasa sangat ringan dan membuat mobil lincah diajak melewati tikungan-tikungan. Dalam perjalanan pulang, kami ditantang untuk melewati sisi lain jalan itu dan harus melewati tanjakan yang cukup terjal dan panjang. Namun, cukup dengan sekali kickdown ringan, mobil melesat ke atas tanpa masalah.
Malam itu kami akhirnya memutuskan bermalam di sebuah hotel terkenal di kawasan wisata air panas Ciater. Hotel yang biasanya padat oleh rombongan kantor-kantor yang tengah melakukan rapat sekaligus outbound itu, malam itu sangat sepi. Wajar saja, karena kala itu adalah awal-awal pemerintah menyarankan orang-orang untuk bekerja dari rumah sebagai antisipasi penyebaran Covid-19.
Keesokan harinya, uji kendara sekaligus pengambilan gambar kami lanjutkan. Waktunya untuk mencermati lebih detail berbagai fitur yang ada di mobil ini.
Kebetulan unit tes yang kami pakai berasal dari varian Alpha atau varian tertinggi dari Suzuki XL7. Varian ini sudah dilengkapi berbagai fitur keselamatan, seperti rem dengan ABS/EBD, ESP (Electronic Stability Programme) dan Hill Hold Control. Interior dengan tujuh tempat duduk dilapis warna hitam. Sandaran tangan tersedia di baris kedua dan bagian depan, sedikit menolong untuk sekadar menyandarkan siku tangan kiri sehingga tidak terlalu lelah pada perjalanan panjang.
Namun, fitur paling menarik dari varian tertinggi adalah Smart E-Mirror. Ini adalah kaca spion dalam yang sekaligus berfungsi sebagai layar monitor untuk menayangkan kondisi di belakang maupun depan mobil. Sekujur kaca spion tersebut bisa diaktifkan menjadi layar monitor ini, dengan tampilan gambar yang cukup tajam dan terang.
Lensa sudut lebar yang dipasang di belakang, membuat tampilan belakang yang ditayangkan monitor itu cukup luas. Ini sangat membantu pandangan ke belakang. Hanya saja, kita harus membiasakan untuk menyesuaikan fokus mata pada permukaan kaca spion tersebut saat ingin melihat ke belakang. Hal ini cukup membuat mata lelah.
Berbeda dengan kaca spion biasa yang memantulkan gambar apa adanya sehingga seolah memiliki kedalaman dan fokus mata kita bisa jauh menerawang ke pantulan gambar.
Selain itu, pada malam hari, sinar kendaraan dari belakang yang terekam lensa berpendar begitu menyilaukan sehingga justru kesulitan untuk melihat situasi di belakang. Pada malam hari, Kompas memilih untuk mematikan fitur E-Mirror ini. Untunglah saat dimatikan, layar tersebut cukup jelas memantulkan pandangan ke belakang mobil.
Di luar itu, XL7 juga dilengkapi head unit dengan layar sentuh berukuran 8 inci sebagai pusat saranan hiburan mobil. Walau belum memiliki fitur konektivitas Apple Carplay atau Android Auto, head unit ini memiliki fitur mirroring untuk menayangkan tampilan layar ponsel pintar atau gawai kita.
Baca juga:Suzuki XL7 Hadir Meramaikan Pasar "Low-SUV"
Sehingga dengan mengaktifkan aplikasi navigasi di ponsel atau gawai, gambar peta navigasi di layar ponsel otomatis tertayang di layar head unit. Walau kontrolnya tetap harus dilakukan di ponsel.
Walau demikian, proses mirroring ini cukup memakan waktu karena kita harus menginstall aplikasi Easy Connection di ponsel kita dan kemudian mengoneksikan ponsel dengan head unit melalui konektivitas Wi-Fi. Aktifkan fitur hotspot di ponsel dan head unit pun akan mencari dan menghubungkan perangkatnya dengan ponsel. Cukup rumit memang.
Bosan mengutak-atik fitur perangkat elektronik itu, Kompas pun memutuskan kembali ke kesenangan berkendara yang mendasar. Mobil kami belokkan dari jalan utama dan memasuki jalan kampung yang membelah kebun teh yang terhampar hingga cakrawala.
Jalan tak beraspal dengan lapisan batu-batu makadam itu dilintasi tanpa kendala. Terbukti ground clearance XL7 cukup mumpuni untuk diajak melibas medan seperti ini. Di medan yang sudah tak bisa dilalui sedan atau mobil berkolong rendah itu, XL7 melenggang dengan santai.
Suspensinya pun cukup meredam bantingan-bantingan yang terjadi saat ban mobil mendaki bebatuan atau saat masuk ke lubang yang cukup dalam. Semuanya tanpa sedikit pun bagian kolong mobil menggesek permukaan tak rata itu.
Tak terasa waktu sudah menjelang sore. Ini artinya kami harus mulai beranjak kembali ke Jakarta. Kami tak mau terlalu asyik mengembara di luar kota dan tiba-tiba tak bisa pulang karena Ibu Kota sudah di-lockdown.
Di tengah hujan deras, kami pun meluncur kembali ke utara, memasuki kota Subang lalu memasuki Jalan Tol Cipali. Hari pun sudah sore saat kami berjalan pulang….