Berbagai tantangan yang menerpa Huawei rupanya benar-benar tidak menggentarkan perusahaan teknologi itu. Huawei tetap merilis ponsel-ponsel baru. Setelah Huawei Mate 30, Huawei kini meluncurkan ponsel seri Huawei P40.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·5 menit baca
Tahun lalu, perusahaan telekomunikasi China, Huawei Technologies Ltd., menghadapi tantangan berat ketika masuk dalam daftar hitam perdagangan Amerika Serikat. Salah satu dampaknya adalah Google Inc. menghentikan kerja sama sehingga Huawei kehilangan akses pembaruan sistem operasi Android dan Google Mobile Services (GMS) untuk ponsel barunya.
Daya saing Huawei tak ayal terdampak. Dikutip dari Statcounter GlobalStats, Android menguasai pangsa pasar sistem operasi global sebesar 72,26 persen. Bandingkan dengan pangsa pasar iOs sebesar 27,03 persen selama Maret 2019-2020. Konsumen ponsel baru Huawei juga tidak akan dapat mengakses berbagai aplikasi ”primer” di dunia maya, termasuk Google Play, Gmail, Google Maps, dan Youtube.
Namun, tantangan itu rupanya benar-benar tidak menggentarkan Huawei. Huawei tetap merilis ponsel-ponsel baru. Setelah Huawei Mate 30, Huawei kini meluncurkan ponsel seri Huawei P40.
Di Indonesia, Huawei secara perdana baru meluncurkan Huawei P40 Pro, salah satu dari tiga versi seri Huawei P40 melalui siaran langsung virtual di Jakarta, Jumat (10/4/2020). Seri lainnya, Huawei P40 dan Huawei P40 Pro+, juga akan keluar pada tahun ini.
”Pertimbangan untuk memperkenalkan Huawei P40 Pro terlebih dulu karena memang fokus Huawei adalah untuk memasarkan ponsel ini hampir di semua kawasan. Secara spesifikasi, dibandingkan kompetitor yang lain ini sudah tinggi, harga masih oke,” kata Lo Khing Seng, Deputy Country Director Huawei Consumer Business Groups Indonesia.
Huawei P40 Pro merupakan ponsel dengan RAM 8 gigabyte (GB) yang yang didukung oleh sistem operasi EMUI 10.1. Karena tidak bisa mengakses Google Play, ponsel ini menggunakan Huawei Mobile Services (HMS) yang menyediakan AppGallery agar konsumen bisa mengunduh aplikasi.
Untuk Indonesia, Huawei telah bekerja sama dengan 73 aplikasi populer pada tahap pertama. Pada tahap kedua, Huawei sedang bekerja sama dengan 88 aplikasi penting lainnya.
Huawei P40 Pro ditenagai sistem dalam cip (SoC) Kirin 990 5G dan dilengkapi Mali-G76 untuk unit pemrosesan grafis (GPU). Ponsel ini dapat mendukung jaringan 4G hingga 5G, meskipun jaringan 5G akan dikunci atas permintaan Pemerintah Indonesia.
Huawei P40 Pro kembali menekankan kehebatannya dari segi fotografi dan videografi. Ada empat kamera belakang, terdiri dari ultravisioncamera 50 megapixels (MP), supersensing cine camera 40 MP, supersensing telephoto camera 12 MP, dan kamera time-of-flight (TOF) atau penginderaan obyek tiga dimensi secara jarak jauh berbasis cahaya. Sementara kamera depan berukuran 32 MP.
Dalam peluncurannya, Huawei tidak segan membandingkan teknologi kamera Huawei P40 Pro dengan kompetitornya di pasar, seperti iPhone 11 Pro Max dan Samsung Galaxy S20 Ultra. Target konsumen Huawei P40 Pro adalah kelas menengah mengingat ponsel ini dijual dengan harga Rp 14,5 juta.
”Seeing is believing. Kami bukan brand yang terbiasa mengeluarkan pernyataan yang mengundang kontroversi, kami lebih suka menunjukkan (kepada konsumen). Kami percaya experience yang menunjukkan hasil. Ponsel Huawei P40 Pro adalah ponsel terbaik yang pernah kami luncurkan,” ujar Edy Supartono, Training Director Huawei Consumer Business Group Indonesia.
Sosialisasi HMS
Huawei P40 Pro merupakan ponsel untuk kalangan menengah yang dijual dengan harga lebih terjangkau dibandingkan kompetitornya. Meskipun demikian, kerelaan konsumen global untuk menggunakan ponsel tanpa GMS (Google Mobile Services) dan Google Play masih menjadi pertanyaan. Sejumlah argumen juga muncul mempertanyakan keamanan HMS.
Dalam peluncuran Huawei P40 Pro tersebut, para pejabat Huawei kembali melakukan sosialisasi mengenai HMS dan AppGallery, sebuah alternatif dari GMS dan Google Play Store. Huawei mengklaim, HMS telah tersedia di lebih dari 170 negara dengan 400 juta pengguna aktif bulanan dan 1,3 juta lebih pengembang.
”Visi Huawei adalah menjadikan Huawei AppGallery sebagai platform distribusi aplikasi inovatif dan terbuka yang dapat diakses oleh konsumen. Dengan AppGallery, Huawei bertujuan untuk melindungi privasi dan keamanan pengguna dengan ketat sekaligus memberikan pengalaman yang unik dan cerdas,” kata Lo Khing Seng.
Lo Khing Seng menekankan, HMS merupakan penerapan ”rencana B”dalam bisnis Huawei karena kebijakan Pemerintah AS mengancam bisnisnya di masa depan. Huawei dan Google sebenarnya tidak pernah memiliki isu khusus yang mengganggu kerja sama antara kedua belah pihak.
Chief Technology Officer PT Espay Debit Indonesia Koe atau Dana, Norman Sasono, menyatakan dukungan pada AppGallery. ”Kami melihat Huawei Mobile Services (HMS) dan AppGallery sebagai inovasi dan bentuk persaingan yang sehat di industri telekomunikasi yang menawarkan opsi bagi konsumen,” tuturnya.
Lo Khing Seng melanjutkan, HMS merupakan bagian dari ekosistem yang ingin dibangun oleh Huawei. Pada saat yang bersamaan, Huawei telah membuat sistem operasi (OS) baru bernama Harmony OS. ”HMS adalah market yang kami bentuk. Jadi ketika OS kami launch, kami memiliki ekosistem yang sudah siap. Ini bukan jangka pendek, Huawei melakukan investasi jangka panjang,” ujarnya.
Huawei memperkenalkan Harmony OS atau HongMeng pada 9 Agustus 2010 untuk mengantisipasi ancaman hilangnya akses terhadap Android dari Google. Harmony OS tidak akan terbatas pada ponsel saja, tetapi menjadi sistem untuk teknologi produk terkoneksi internet (internet of things/IoT).
”Harmony OS benar-benar berbeda dari Android dan iOS. Anda dapat mengembangkan aplikasi Anda sekali, lalu secara fleksibel menyebarkannya di berbagai perangkat yang berbeda,” kata Richard Yu, Kepala Unit Bisnis Perangkat Konsumer Huawei dalam sebuah konferensi di Dongguan, China.
Perkuat ekosistem
Huawei merupakan perusahaan pembuat peralatan telekomunikasi terbesar sekaligus salah satu produsen ponsel pintar terbesar di dunia. Namun, Huawei bukan perusahaan teknologi besar pertama yang ingin mengembangkan ekosistem dengan memiliki sistem operasi sendiri.
Beberapa contoh perusahaan lainnya adalah Samsung yang mengembangkan Tizen yang kebanyakan dipakai di jam tangan pintarnya. Sementara itu, Microsoft pernah membuat Windows Phone yang kemudian tidak dilanjutkan.
Tampaknya, niat Huawei untuk membuat dan memperkuat ekosistem di tatanan global sudah bulat. Apalagi, kebijakan Pemerintah AS mulai berdampak terhadap pendapatan perusahaan ini secara keseluruhan karena AS juga memperketat penggunaan peralatan telekomunikasi 5G Huawei.
Huawei mencatat, pendapatan naik 19 persen karena dibantu oleh penjualan dalam unit bisnis konsumernya sebesar 34 persen, termasuk ponsel pintar, pada 2019. Sementara laba bersih hanya tumbuh 5,6 persen, terlemah dalam tiga tahun terakhir.
Untuk itu, Huawei berencana merilis produk-produk lain di pasar baru. Di Indonesia, misalnya, Huawei kembali menyatakan rencana merilis Huawei Matebook dan Smartwatch dalam waktu dekat.
”Saat ini, kami mencoba skenario ekosistem. Kami membawa laptop, tablet, dan ponsel karena produk-produk ini bisa seamless connectivity. Itu yang mau Huawei tampilkan, visi dalam 5 tahun ke depan adalah setiap orang bisa terkoneksi lebih dari 20 devices. Harmony OS juga keluar karena Huawei mengantisipasi ekosistem ini, di mana semua barang terkoneksi dengan keamanan tinggi,” tutur Lo Khing Seng. (Reuters)