Menjajal Generasi Terbaru Bell 412 di Atas Jakarta
Keluarga helikopter Huey berusia hampir 60 tahun saat ini, tetapi berbagai varian terbarunya masih dimunculkan dan jadi andalan operasi udara di banyak negara, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah Bell 412 EPX.
”I look inside myself and see my heart is black
I see my red door I must have it painted black
Maybe then I\'ll fade away and not have to face the facts
It\'s not easy facin’ up, when your whole world is black....”
(”Paint It Black”, The Rolling Stones)
Bagi mereka yang sempat menikmati serial televisi ”Tour of Duty” pada era 1990-an, lagu dari supergroup The Rolling Stones ini pasti mengingatkan pada gambar formasi helikopter terbang di atas medan perang Vietnam. Itulah heli angkut legendaris UH-1, atau yang sering dijuluki Huey, yang menjadi andalan pasukan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam.
Lagu itulah yang terngiang-ngiang saat Kompas lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur, Senin (9/3/2020) siang. Dengan suara gemuruh dan berguncang-guncang, helikopter yang kami tumpangi terangkat dari tanah, terbang rendah menuju landasan pacu, dan perlahan-lahan terbang kian tinggi.
Heli yang kami tumpangi ini memang bukan UH-1, melainkan masih berasal dari keluarga helikopter Huey. Inilah Bell 412 EPX, reinkarnasi terbaru heli legendaris ini. Hampir 60 tahun berlalu sejak UH-1 pertama dioperasikan, tetapi bentuk dasar helikopter ini masih dipertahankan.
Kaca depan yang lebar miring ke depan, moncong yang lonjong membulat, pintu geser besar di samping, dan batang ekor (tail boom) yang panjang mengecil. Beda yang paling nyata dibandingkan Huey generasi awal adalah bilah baling-baling utamanya yang ada empat batang, itu sebabnya dinamakan 412. Sementara generasi lama, seperti UH-1 dan Bell 212, bilah baling-balingnya hanya ada dua.
Namun tentu saja tidak hanya itu perbedaan yang terjadi. Rentang enam dekade tentu membawa perbedaan teknologi yang sangat signifikan. Justru itulah tujuan kedatangan Bell 412 EPX ke Indonesia: untuk menunjukkan keunggulan teknologi termutakhir heli itu di hadapan para calon konsumen dan atau operator potensial di sini.
Termutakhir
Hari itu, perwakilan Bell Asia Pacific hadir langsung di Halim, membawa satu 412 EPX dengan cat coklat kehijauan ala militer, lengkap dengan pilot tes-nya. Secara bergiliran, para perwakilan calon operator dan media diajak terbang selama 20 menit di atas Jakarta. Saat Kompas berada di sana, terlihat ada para penerbang dari TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) tengah menunggu giliran diajak terbang.
Hanya dalam lima menit setelah lepas landas, Bell 412 yang membawa rombongan media sudah tiba di garis pantai Jakarta di atas kompleks Pelabuhan Tanjung Priok. Ini luar biasa mengingat jarak antara Halim dan Priok ada sekitar 20 kilometer. Jika bermobil melewati jalan tol yang terlihat padat merayap di bawah sana, paling tidak dibutuhkan waktu 1 jam untuk menempuh jarak itu.
”Jadi bisa Anda bayangkan daya jelajah dan kecepatan yang bisa ditempuh dengan helikopter ini, misalnya pada saat ada situasi darurat yang butuh pertolongan cepat,” ungkap David Sale, Managing Director Bell Asia-Pacific yang berkantor di Singapura.
Sale kemudian menjelaskan bahwa 412 EPX adalah generasi termutakhir dari seri Bell 412EP. Sekadar catatan, TNI Angkatan Darat saat ini telah mengoperasikan Bell 412 EPI, satu generasi sebelum EPX, yang diproduksi di PT Dirgantara Indonesia, Bandung.
Baca juga: ”Kompas” Mencoba Varian Terbaru Heli Bell 412
Bell 412 EPX dikembangkan bersama raksasa industri asal Jepang, Subaru (sebelumnya bernama Fuji Heavy Industries), sebagai bagian dari program pengadaan helikopter utilitas untuk Pasukan Bela Diri Jepang. ”Dengan kerja sama ini, kami mengejar kontrak pengadaan 150 helikopter untuk JSDF. Pihak Jepang menyebut helikopter ini dengan nama UH-X. Bell 412 EPX adalah versi komersial dari UH-X ini,” kata Sale kepada Kompas.
UH-X dikembangkan dari Bell 412 EPI dengan beberapa modifikasi dan peningkatan kemampuan. Sale mengatakan, salah satu pembaruan pada EPX adalah mesinnya yang baru. Heli itu menggunakan mesin turboshaft Pratt and Whitney PT6T-9 Twin Pac. ”Kami menyebutnya mesin ’Dash-9’ karena ada tambahan angka 9 di belakang tipe mesin PT6T. Mesin ini menghasilkan tenaga 15 persen lebih besar dari pendahulunya,” ungkap Sale.
Heli pendahulunya, Bell 412 EPI, masih menggunakan mesin Pratt and Whitney PT6T-3D atau PT6T-3F.
EPX juga memiliki transmisi (gearbox) baru, yang meningkatkan kemampuan run dry dari 15 menit menjadi 30 menit. Run dry adalah kemampuan heli tetap terbang meskipun seluruh minyak pelumas pada gearbox-nya telah habis. ”Jadi saat menjalankan tugas publik atau militer, kemudian transmisi ini ditembak musuh dan seluruh cairan di dalamnya bocor keluar, heli tetap bisa terbang selama 30 menit kembali pangkalannya. Bell 412 EPX ini disertifikasi untuk terbang run dry 30 menit meski saat kami tes sebenarnya bisa mencapai 53 menit,” kata David Sale.
Pemutakhiran juga terjadi di ruang kokpit. Teknologi glass cockpit yang sudah diterapkan pada Bell 412 EPI kini diterapkan dengan pemasangan sistem glass cockpit terintegrasi Bell BasiX-Pro generasi kedua. Indikator analog pada kokpit itu sudah hampir seluruhnya digantikan tampilan digital pada empat layar monitor resolusi tinggi.
Makin besar
Kemampuan angkut heli ini pun makin besar, dengan berat beban yang bisa dimuat di bagian dalam heli mencapai 2,4 ton, dan tambahan muatan eksternal hingga mencapai 2,8 ton. Dalam konfigurasi tempat duduk standar, heli ini bisa mengangkut hingga 14 orang di luar pilot.
Kebetulan heli yang untuk uji coba ini dilengkapi tempat duduk ala militer dari terpal. Tepat di belakang kokpit ada dua baris kursi yang dipasang melintang berhadap-hadapan. Kemudian di belakangnya lagi ada dua tempat duduk yang masing-masing menghadap keluar helikopter.
Sale mengatakan, harga dasar heli Bell 412 EPX ini sekitar 12 juta dollar AS (Rp 196,5 miliar) per unit dalam keadaan standar. Meski demikian, ia menambahkan, jarang ada operator yang membeli heli ini dalam keadaan standar. ”Selalu ada perlengkapan tambahan yang dipasang, misalnya alat derek (hoist) untuk menaikturunkan prajurit atau perlengkapan SAR. Lalu bisa juga ditambahkan berbagai macam sensor, yang harganya bisa mencapai 1 juta dollar sendiri. Atau ditambahkan peralatan pertolongan darurat. Semua disesuaikan dengan kebutuhan operator,” kata Sale.
Ia juga mengatakan, memandang sejarah panjang kerja sama PT DI dengan Bell, tak menutup kemungkinan jika Bell 412 EPX ini pun bisa diproduksi bersama dengan PT DI. ”Selalu ada peluang untuk memperluas kerja sama kita. Saya kira jika Pemerintah Indonesia memutuskan membeli lebih banyak lagi helikopter ini, kami akan melihat kemungkinan pengembangan kerja sama dengan PT DI,” kata Sale. (DHF)
Baca juga: Kisah Menumpang Beragam Helikopter dalam Operasi Militer