Perkembangan peradaban dalam penggunaan toilet di Indonesia begitu unik dan tidak bisa serta-merta diubah tanpa lebih dahulu menyampaikan nilai akan pentingnya hidup bersih, higienis, dan sehat.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebersihan toilet mencerminkan kepribadian seseorang, terutama toilet pribadi di rumah sendiri. Namun, perkembangan peradaban dalam penggunaan toilet di Indonesia begitu unik dan tidak bisa serta-merta diubah tanpa lebih dahulu menyampaikan nilai akan pentingnya hidup bersih, higienis, dan sehat.
Sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, dalam diskusi Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) di Jakarta, Rabu (11/3/2020), menegaskan, ”Betapapun baiknya misi menciptakan hidup bersih dan higienis, janganlah kita paksakan perubahan masyarakat untuk segera mengubah budaya bertoilet.”
Imam membeberkan berbagai perilaku budaya masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu dalam memenuhi kebutuhan, entah untuk buang air kecil atau buang air besar. Faktor perilaku yang menjadi kebiasaan harus diperhitungkan.
Dalam penjelasannya yang didukung berbagai foto kebiasaan menggunakan toilet, Imam mengatakan faktor sosial masyarakat yang telanjur diterima tak mudah diubah begitu saja. Namun, fenomena perubahan penggunaan toilet semakin terlihat.
Dari kebiasaan masyarakat buang air kecil dan buang air besar di sembarang tempat, bahkan memanfaatkan aliran sungai, hingga akhirnya dilakukan di dalam rumah, perubahan perilaku sosial itu membutuhkan waktu. Di zaman modern yang mulai merambah ke arah digitalisasi, perlengkapan toilet pun semakin canggih.
Ancaman
Menurut Imam, sudah begitu canggih pun sebuah perlengkapan toilet, isu global menyangkut ketersediaan kertas toilet, misalnya, yang disuarakan para aktivis sebagai ancaman perambahan hutan, perlu dipertimbangkan kembali.
Begitu pula ancaman ketersediaan air bersih yang melanda dunia. Sementara bagi masyarakat Indonesia, Imam melihat, kebutuhan bersih-bersih sesudah buang air bersih di toilet tidak bisa dilepaskan dari perlunya air. Tidak banyak orang Indonesia yang sudah beralih ke penggunaan kertas toilet.
Imam menegaskan, ”Peradaban bertoilet yang dahulu memang harus dikoreksi, tetapi kampanye ajakan untuk berubah perlu kesabaran agar tidak terjadi represi bertoilet. Bisa-bisa, kalau cepat-cepat dipaksa berubah, sebagian masyarakat merasa terganggu. Bayangkan saja, tidak mudah masyarakat kita diajak beralih dari perilaku menggunakan WC jongkok ke WC duduk.”
Inisiator Jakarta Barrier Free Tourism, Faisal Rusdi, mengatakan, bagi kalangan penyandang disabilitas, perkembangan desain toilet yang diterapkan di fasilitas publik acap kali masih menjadi hambatan besar. Tidak banyak fasilitas toilet umum yang bersahabat dengan mereka.
Ketua ATI Naning Adiwoso mengakui banyak desainer toilet maupun arsitek yang tidak merasa tergugah untuk memperhatikan kebutuhan kelompok difabel. Padahal, mereka mempunyai hak yang sama akan kebutuhan menggunakan toilet.
Menyangkut perkembangan toilet, Naning mengingatkan isu-isu global tahun 2020, mulai dari air bersih yang semakin dibutuhkan penduduk hingga penyebaran bakteri dan virus yang bisa terjadi di toilet.
Di pengujung tahun 2019, ATI telah mengupas isu-isu global tersebut. Bahkan, mutasi virus yang berkembang semakin cepat bisa berawal dari penggunaan toilet umum. ”Kuman dan bakteri berkembang cepat karena hanya perlu kelembaban, tanpa perlu media khusus,” kata Naning.
Menurut Naning, di tengah merebaknya penyebaran virus korona saat ini, telapak tangan adalah salah satu mata rantai media penyebaran virus. Saat ini, kebersihan tangan mulai mendapatkan perhatian publik menyangkut kebersihan.