Hai Manolo!
Tujuh tahun tak terasa sudah berlalu. Namun, Manolo seolah tak termakan usia. Suporter legendaris tim nasional Spanyol dan klub La Liga Valencia FC itu tetap memancarkan aura ”darah muda” di usia kepala tujuh.
Tujuh tahun tak terasa sudah berlalu. Namun, Manolo seolah tak termakan usia. Suporter legendaris tim nasional Spanyol dan klub La Liga Valencia FC itu tetap memancarkan aura ”darah muda” di usia kepala tujuh. Pancaran semangatnya bak dentuman genderang yang selalu dia tabuh di laga-laga ”La Furia Roja”.
Manolo el del Bombo, sang penabuh genderang, begitu gelar kakek legendaris itu. Dia menghidupkan suasana di stadion dengan dentuman genderang besarnya. Di setiap laga Spanyol dalam ajang besar, Piala Eropa dan Piala Dunia, Manolo selalu ada di sana. Mencari sosok legendaris itu di lautan suporter sangat mudah, ikutilah asal dentuman genderang, di sana pasti ada Manolo.
Perjumpaan pertama dengan Manolo terjadi di gerbang utama Stadion Olimpiade Kiev, Ukraina, seusai final Piala Eropa 2012. Malam itu wajah Manolo begitu letih, suaranya serak. Energinya terkuras setelah mendukung Spanyol menjalani laga-laga Piala Eropa di Ukraina dan Polandia. Namun, kelelahan Manolo terbayar dengan gelar juara Eropa setelah Xavi Hernandez dan kawan-kawan menggocek bola bak para dewa yang menghukum Italia 4-0 di laga final. Di sisa energinya malam itu, Manolo masih tetap melayani permintaan foto bersama penggemarnya plus senyum yang ramah.
Senyum tulus Manolo melekat dalam ingatan. Memori itulah yang muncul saat mengunjungi Manolo di bar miliknya, ”Museum Sepak Bola Mu”, di seberang Stadion Mestalla, markas klub Valencia FC di Valencia, Spanyol, Sabtu (9/11/2019). Malam itu Manolo mengenakan baret hitam khas wilayah Basque, kaus kuning- merah berlengan biru dengan tulisan besar di bagian depan ”Deporte Si Violencia No”, artinya ”Olahraga iya, kekerasan tidak”.
Wajah Manolo terlihat segar, senyumnya merekah tiap kali ada yang meminta foto bersama. Para pengunjung bar sesekali menyanyikan namanya ”Manolo, Manolo, Manolo”, diiringi tepuk tangan.
Sang legenda menyambutnya dengan mengangkat kartu kuning bak wasit yang menghukum para pemain, tawa pun meledak. Untuk berfoto dengan Manolo harus mengantre, dan perlu sedikit merangsek kerumunan pengunjung yang menumpuk di depan meja bartender tempat Manolo berada.
”Kami mencintai Manolo,” ujar Lisa gadis Valencia dengan senyum manis.
”Kami cinta Valencia,” timpal Desiree, rekan Lisa.
Malam Minggu itu, suporter Valencia FC berpesta merayakan kemenangan 2-0 atas Granada. Mereka memadati jalanan di sekitar stadion dan bar Manolo yang tidak terlalu besar, sekitar 10 x 7 meter persegi.
Bar itu meriah dengan hiasan foto-foto Manolo mendukung timnas Spanyol di berbagai stadion di segala penjuru dunia. Di dinding dekat kasir, dipajang foto dirinya dengan Raja dan Ratu Spanyol.
Belasan genderang khas milik Manolo dengan berbagai ukuran juga dipajang di dinding bar. Tiga genderang besar bersejarah digantung berjejer di salah satu sudut bar. Ketiganya digebuk Manolo saat Spanyol juara Eropa 2008 dan 2012, serta juara dunia 2010. Langit-langit bar dihiasi syal klub-klub sepak bola berbagai liga di dunia. Para penggemarnya meninggalkan syal-syal itu untuk dipajang di ”Tu Museo Deportivo”.
Bar itu menjadi museum perjalanan panjang Manolo sebagai pendukung setia La Furia Roja. Di sana terekam jejak Manolo sejak perkenalan pertamanya dengan genderang khas Huesca, 48 tahun lalu. Dia menjadikan genderang sebagai instrumen saat mendukung klub sepak bola lokal, baru kemudian timnas Spanyol.
Manolo pertama kali mendukung timnas Spanyol di luar negeri pada laga 40 tahun lalu di Siprus. Namun, baru sejak Piala Dunia 1982 dia selalu mengikuti ke mana pun La Furia Roja berlaga. Spirit suporter bernama asli Manuel Caceres Artesero itu belum padam di usianya menginjak 71 tahun.
”Manolo el del Bombo suporter Spanyol, sepuluh Piala Dunia, tujuh Piala Eropa, 400 pertandingan, dan jika Tuhan memberi saya kesehatan, saya akan mendukung di Piala Dunia lagi,” ujar Manolo dalam bahasa Spanyol, diakhiri dengan acungan jempol, senyum lebar, dan menunjuk pesan sportivitas di kausnya.
Manolo merupakan suporter sejati. Dia mendukung sepak bola dengan hati dan rasa cinta, bukan karena ikut- ikutan. Saat timnas Spanyol bukanlah kekuatan besar di panggung dunia, dan selalu gagal melangkah lebih jauh dari babak 16 besar atau perempat final Piala Dunia, Manolo tetap setia memberikan dukungan. Bahkan, dalam kesaksiannya kepada jurnalis kawakan Spanyol, Sid Lowe, Manolo mengaku pernah menabuh genderang hanya untuk dirinya dan para pemain di lapangan karena La Furia Roja sepi pendukung. Kesetiaan itulah yang membuat Manolo menjadi bagian dari timnas Spanyol, pemain ke- 12 yang perjalanannya dibiayai oleh federasi sepak bola Spanyol.
Laga-laga Spanyol selalu banjir suporter setelah merebut gelar juara Eropa pada 2008. Sejak saat itu, La Furia Roja menjadi magnet bagi para penggemarnya. Namun, momen paling penting bagi Manolo adalah saat Spanyol merebut gelar juara dunia di Afrika Selatan 2010. Ketika itu, dia sempat pulang ke Spanyol karena sakit. Namun, dia kembali lagi ke Afrika Selatan dan menabuh genderangnya pada laga semifinal dan final. Dia mengaku bisa mati dengan tenang karena Spanyol telah ”memecahkan telur” menjadi juara dunia.
Hingga kini Manolo masih diberkahi kesehatan dan masih berhasrat kuat mendukung timnas Spanyol di Piala Dunia Qatar 2022. Setiap kali Manolo bepergian mendukung La Furia Roja, bar dijalankan putri bungsunya Manuela. Gadis berparas cantik dengan rambut hitam tebal panjang itu mewarisi senyum dan keramahan ayahnya.
”Saya tidak bisa ikut ayah mendukung tim nasional Spanyol. Saya tetap di sini karena saya juga masih kuliah, ambil politik,” ujar Manuela yang berusia 18 tahun.
Bar milik Manolo yang telah berusia 29 tahun itu akan selalu dirindukan. Namun, bar legendaris itu diragukan ikut Valencia FC pindah ke stadion baru Nou Mestalla yang menurut rencana dipakai mulai musim 2021-2022. Bisa jadi ”Museum Sepak Bola Mu” tutup karena tahun lalu bar itu sempat diiklankan untuk dijual. Hanya satu yang pasti, Manolo sang penabuh genderang akan abadi dalam pita sejarah sepak bola Spanyol dan dunia.
Pesona Valencia
Mengunjungi Manolo merupakan berkah karena dia tidak selalu berada di bar miliknya itu. Namun, Valencia bukan hanya Manolo. Kota tua ini memiliki segudang pesona yang tak akan habis dieksplorasi. Bangunan-bangunan tua bergaya gotik menghiasi kota dagang kuno yang dulu terkenal sebagai salah satu pusat sutra ini.
Bangunan transaksi sutra itu masih berdiri di pusat kota tua, La Lonja. Di kompleks itu terdapat bangunan- bangunan bersejarah, seperti Mercado Central atau pasar pusat, dan gereja-gereja abad ke-14 dan ke-15.
Menyusuri kota tua itu paling menyenangkan saat pagi-pagi buta sebelum matahari terbit. Efek jetlag yang masih terasa membangunkan tubuh yang baru saja terlelap. Hari masih terlalu pagi, dan udara dingin di luar pada November menusuk. Jalanan di kota Valencia masih sunyi, tanpa kehidupan. Lampu- lampu kota bergaya klasik memendarkan warna kekuningan pekat. Langit mulai semburat biru, pertanda matahari masih sedikit di bawah cakrawala.
Perhentian pertama adalah alun-alun Reina atau Plaza de la Reina. Di tengahnya ada taman kecil dengan air mancur yang disirami cahaya lampu warna-warni. Di latar belakang berdiri menjulang menara lonceng katedral El Miguelete yang bergaya gotik. Alun-alun ini amat indah saat senja. Transisi terang ke gelap makin menawan dengan lampu-lampu kekuningan yang mulai menyala di sana.
Pagi masih membeku, mengajak kaki melangkah supaya badan tidak menggigil. Lorong sempit di samping Gereja Katolik Roma Santa Catalina masih kosong, senyap, hingga suara langkah kaki sendiri terdengar. Lorong itu berujung di dekat Mercado Central yang masih sunyi dan pintu-pintu tertutup rapat. Namun, pintu kecil di ujung dinding terbuka. Di dalam pasar yang mulai dibuka pada 1928 itu, para pedagang sibuk menata dagangan sayur, buah, daging, dan roti.
Para pedagang itu ramah, tidak menaruh curiga saat ada orang asing berwajah Asia memotret aktivitas mereka. Salah satu pasar tertua yang masih aktif di Eropa ini punya arsitektur modern dengan rangka-rangka atap baja. Jendela-jendela kaca memasukkan unsur gotik, dan beberapa aksen bangunan mengambil gaya gotik-barok Gereja San Juanes di dekat pasar itu.
Pasar ini awalnya bangunan terbuka tanpa atap pada 1839. Kemudian pemerintah setempat membuat sayembara desain pasar modern pada 1910. Pembangunan lalu dimulai pada 1914 dan pasar dibuka pada 1928.
Menikmati bangunan-bangunan kuno di Valencia paling nikmat sambil menyeruput cokelat panas atau kopi yang harum. Kepulan uang panas dari gelas-gelas minuman hangat itu menyempurnakan kenangan di Valencia, singkat tetapi abadi.