Di restoran Bueno Nasio di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, sagu menjelma rupa dan rasa dalam beragam menu harian orang Indonesia. Lontong, mi, bakwan, batagor, kerupuk, bahkan brownies dan nachos yang nyum....
Oleh
DWI AS SETIANINGSIH
·5 menit baca
Bueno nasio dalam dialek bahasa suku Iwaro di Sorong Selatan, Papua Barat, artinya dapur enak. Arti kedua kata itu dalam kenyataannya benar-benar merasuk ke dalam menu-menu yang disajikan Bueno Nasio, khususnya menu yang berbahan utama sagu.
Sagu, khususnya di Indonesia timur, selama ini identik dengan papeda yang biasa disantap dengan ikan kuah kuning yang segar menggiurkan. Juga diolah menjadi sagu lempeng dan sagu bakar. Meski begitu, seperti di Raja Ampat, Papua Barat, sagu sebenarnya juga diolah menjadi beragam jenis makanan, seperti sagu dadar dan sagu bia kodok, sagu yang dicampur daging kerang kodok yang hidup di kawasan mangrove.
Namun, hanya di Bueno Nasio sagu diolah menjadi berbagai jenis makanan khas Indonesia lainnya, seperti lontong, mi, bakwan, kerupuk, hingga brownies dan nachos. Restoran yang baru dibuka untuk umum pada September 2019 ini sekaligus merupakan fasilitas riset milik PT Austindo Nusantara Jaya Agri Papua, anak perusahaan PT Austindo Nusantara Jaya (ANJ) Tbk, yang mengelola perkebunan sagu di Sorong Selatan.
Di Bueno Nasio, sagu diolah menjadi berbagai menu agar bisa diterima lebih luas. Kamis (20/2/2020) siang, beberapa menu tersaji untuk dinikmati di tengah suasana jam makan siang yang cukup ramai. Semua lahap menyantap makanan berbahan dasar sagu dengan nama-nama khas Papua.
Dimulai dengan egedi fritter, alias bakwan sagu egedi. Bakwan ini terbuat dari pati sagu yang dicampur sayuran, seperti wortel dan taoge, lalu dicocol dengan saus bueno chilli yang bercita rasa pedas manis.
Secara bentuk, bakwan sagu egedi tak berbeda dengan bakwan sayuran biasa dari tepung terigu. Ketika potongan bakwan dimasukkan ke dalam mulut, baru terasa teksturnya yang empuk dan lengas. Tidak padat atau kering seperti bakwan goreng tepung terigu sehingga meski terus disantap, rasa kenyang tak buru-buru datang.
Meski teksturnya berbeda, cita rasanya tetaplah bakwan. Wortel dan taoge ada di dalamnya, menguatkan cita rasa khas bakwan sayuran. Dicocol dengan saus pedas manis, bakwan sagu egedi sungguh menerbitkan air liur, menggugah selera.
Kejutan lainnya datang dari batagor bila bila. Ini adalah baso sagu tahu goreng yang diberi bumbu kacang spesial Bueno. Selain siomai yang terbuat dari campuran daging sagu dan ayam, isian tahu gorengnya juga tidak terbuat dari adonan ikan dan tepung tapioka, tetapi berupa bakso sagu.
Warnanya putih dengan tekstur relatif lembut, tidak terlalu padat atau kenyal. Lagi-lagi, memberikan sensasi rasa berbeda di mulut. Lebih ringan, tidak cepat mengenyangkan meski disiram bumbu kacang.
Mi ayam awaano juga berbeda dengan mi ayam biasa yang mi-nya terbuat dari tepung terigu. Mi ayam awaano terbuat dari pati sagu sehingga teksturnya lebih kenyal, tetapi lagi-lagi ringan. Warna mi bersemu merah jambu karena kandungan polifenol di dalamnya. Lebih mengilat karena dicampur minyak agar tidak lengket.
Berulang kali menyendokkan mi ke dalam mulut dengan potongan daging ayam dan sawi hijau yang memberi sensasi segar, rasanya perut tak kunjung penuh. Sementara baksonya, yang terbuat dari campuran daging sapi dan sagu, terasa lebih kenyal saat dilumat. Daging sapinya tetap terasa menonjol.
Begitu juga dengan puragi chicken satay alias sate ayam puragi. Sate ayam ini disajikan dengan lontong sagu dan bumbu kacang. Sate ayamnya empuk dengan tingkat kekeringan pas dan aroma hasil pembakaran yang menambah sedap. Pas bersanding dengan bumbu kacangnya yang luar biasa lezat. Lontongnya unik karena rasa dan teksturnya benar-benar berbeda dengan lontong berbahan utama beras.
Selain bercita rasa lebih gurih karena ditumis lebih dulu sebelum disajikan, teksturnya juga lebih kering. Mirip dengan pempek, disajikan dalam irisan-irisan tipis. Jelas pengalaman rasa yang baru, menyantap sate ayam bumbu kacang dengan irisan lontong sagu yang gurih dan kering, tak berair seperti lontong beras.
Lontong sagu itu juga disulap jadi kerupuk gurih dan renyah. Sama seperti nachos sagu (dagoe nachos), yang luar biasa renyah, tetapi tak terasa berat. Sebagai penutup, brownies sagu rasa cokelat yang disajikan dengan chocolate chips dan es krim vanila.
Modern dan kontemporer
Nelda Hermawan, Head of Commercial-Sago and Edamame PT ANJ Tbk, yang mengelola Bueno Nasio, mengatakan, Bueno Nasio dibuka untuk umum sekaligus menjadi pusat riset untuk mengembangkan sagu menjadi berbagai jenis produk makanan.
”Tidak semuanya untuk dijual. Ada yang sifatnya hanya untuk riset, seperti dalam pembuatan biskuit atau kue kering. Ternyata membuat biskuit atau kue kering menjadi lebih renyah dan penggunaan margarin lebih minimal,” ujar Nelda.
Konsep yang diusung Bueno Nasio, kata Nelda, adalah mengolah sagu menjadi berbagai bentuk makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. ”Jadi, kita ingin mengenalkan sagu itu bukan hanya papeda. Sagu bisa modern, jadi lontong, mi ayam, bisa jadi aneka makanan kontemporer yang orang-orang senang,” katanya, yang siang itu sedang bertugas menjadi manajer restoran.
Semua makanan yang disajikan di Bueno Nasio tidak ada sedikit pun yang dicampur tepung terigu. Jenis tepung lainnya, seperti tepung beras, salah satunya digunakan sebagai campuran bahan brownies karena apabila hanya menggunakan sagu, teksturnya menjadi lebih padat. Konsumen menyukai tekstur brownies yang lebih lembut.
”Kalau proses pembuatannya sama dengan brownies umumnya. Hanya ada proses-proses yang harus kita sesuaikan supaya jadinya lebih lembut, juga tambahan bahan xanthan gum yang umum dipakai,” kata Nelda.
Tanpa tepung terigu, brownies yang disajikan pun jadi bebas gluten. Indeks glikemiknya juga lebih rendah sehingga baik untuk kesehatan gula darah. Manfaat lainnya, granula pati sagu berfungsi sebagai sumber pati resisten yang menyehatkan pencernaan. Sagu juga free alergen, hingga kini belum ditemukan zat yang dapat menyebabkan alergi sehingga aman untuk dikonsumsi.
Penambahan juga dilakukan pada pembuatan menu lainnya meski proses pembuatannya tidak banyak berbeda. Untuk bakwan sayuran, misalnya, tidak bisa disalin sepenuhnya resep bakwan tepung terigu menjadi sagu karena hasilnya pasti berbeda. Begitu juga pada lontong.
”Tetap ada penyesuaian supaya hasilnya baik. Bisa dari komposisinya atau teknik pemasakannya,” kata Nelda.
Kelebihan sagu selain memberikan tekstur lebih kenyal, seperti pada bakso sapi dan mi, juga memberikan level kerenyahan tinggi, seperti pada kerupuk dan nachos.
Meski begitu, ada juga kelemahannya. ”Misalnya kalau digunakan untuk coating ayam. Kalau komposisinya tidak pas, hasilnya malah tidak bagus, berminyak misalnya. Jadi memang ada limitasi dalam pengaplikasiannya. Ada komposisi yang harus tepat sesuai behaviour sagu,” kata Nelda.
Corporate Communication and Media Engagement Manager PT ANJ Tbk Victor R Tjahjadi menambahkan, pihaknya berharap, melalui kehadiran Bueno Nasio, sagu Papua yang merupakan sumber karbohidrat perlahan-lahan bisa kembali populer dan menjadi pangan alternatif bagi masyarakat yang selama ini lebih akrab dengan nasi.