Gengsi Mercy Tanpa Bensin
Di masa lalu, mobil-mobil Mercedes-Benz identik dengan konsumsi BBM yang boros. Namun, bagaimana jika kemewahan Mercy itu kini bisa dinikmati tanpa bensin setetes pun?
Di masa lalu, mobil-mobil Mercedes-Benz identik dengan konsumsi BBM yang boros. Sampai keluar pemeo, ”Kalau masih mikirin bensin boros, belum layak punya Mercy”. Namun, bagaimana kalau kemewahan Mercy itu sekarang bisa dinikmati tanpa setetes pun bensin?
Tahun lalu, Mercedes-Benz menjadi satu dari tiga merek otomotif yang meluncurkan mobil listriknya di pasar Indonesia. Di ajang GIIAS 2019, PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (MBDI) meluncurkan Mercedes-Benz E 300e EQ Power berteknologi plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).
Setelah menunggu beberapa waktu, Kompas akhirnya melakukan uji kendara Mercy listrik yang berbasis Mercedes-Benz E-Class generasi terbaru (kode bodi W213), ini. Mobil ini sekaligus menjadi sedan W213 ketiga yang diuji Kompas sehingga langsung didapatkan komparasi seperti apa rasa berkendaranya dibanding dua E-Class terdahulu yang sudah dites.
Secara tampilan luar, tak ada yang membedakan E 300e dengan E-Class lainnya. Hal ini menjadi salah satu kelebihan mobil hibrida ini karena pada umumnya pabrikan mobil mengeluarkan model baru sama sekali untuk memperkenalkan teknologi hibrida mereka. Dan biasanya model khusus hibrida ini berbentuk ”aneh”, berbeda dari mobil yang lazim ditemui di jalanan.
Perbedaan paling nyata baru terlihat saat kita membuka tutup bagasi belakang. Di dalamnya, alih-alih terdapat ruang bagasi yang rata, terdapat gundukan persegi yang cukup memakan tempat. Di balik gundukan itulah tersimpan baterai lithium-ion berkapasitas 13,5 kWh yang menjadi sumber energi penggerak pada mode elektrik.
Baca juga : Era Baru Pasar Mobil Listrik
Tanpa bensin
Dalam sesi uji kendara, pertengahan Januari 2020, Kompas dua kali mencoba mengemudikan E 300e ini dalam mode berkendara murni elektrik (E-Mode).
Hasilnya, dari posisi baterai terisi penuh (100 persen) hingga baterai habis dan harus beralih menggunakan tenaga mesin konvensional, jarak total yang ditempuh adalah 41 kilometer (km).
Dua kali uji coba E-Mode menghasilkan jarak tempuh yang sama. Semuanya dilakukan dalam kondisi lalu lintas sesungguhnya di Jakarta dan sekitarnya, dengan perpaduan macet pada siang hari dan jalan lancar pada malam hari.
Ini artinya, jika sedan ini hanya digunakan untuk komuter dari rumah ke kantor dengan jarak 40 km pergi pulang, mobil tak perlu sekali pun menggunakan mesin bensin. Apalagi jika Anda disiplin mengecas mobil, baik di rumah maupun di kantor.
Seberapa mudah mengecas baterai mobil ini? Dalam pengujian ini, terbukti tidak membutuhkan infrastruktur yang terlalu rumit untuk mengecas baterai.
Di rumah dengan daya listrik 3500 VA, peranti pengecas bawaan mobil bisa berfungsi dengan baik begitu dicolokkan ke stop kontak. Tidak terjadi panas pada pengecas, kabel, maupun MCB di rumah.
Pada malam hari, pengecasan mobil bisa dilakukan saat pemilik rumah tidur, dan tanpa mengganggu perabotan rumah yang masih beroperasi, seperti AC, kulkas, hingga dispenser air mineral, bahkan pompa air.
Kekuatan arus listrik untuk pengecasan ini bisa diatur melalui menu di mobil. Dalam setting arus terendah, yakni 8 ampere (A) dan daya 1,8 kilowatt (kW), baterai bisa terisi penuh dari posisi 9 persen dalam waktu sekitar 6,5 jam.
Pengecasan juga bisa dilakukan di fasilitas pengecasan publik yang mulai dibangun di Jakarta dan sekitarnya. Salah satu contohnya adalah fasilitas public charging yang dibangun PLN di pusat perbelanjaan Aeon Mall BSD City di BSD, Kabupaten Tangerang.
Fasilitas pengecasan di sini cukup nyaman karena disediakan enam slot parkir khusus dengan dua gardu pengecas. Setiap gardu memiliki dua kabel pengecas, satu untuk tipe CHAdeMO buat mobil Jepang dan satu lagi model Type 2 untuk sebagian besar mobil Eropa.
Pada fasilitas public charging ini, pengecasan bisa dilakukan dengan arus maksimal 32 A dan daya 7,66 kilowatt (kW). Hanya butuh waktu 58 menit untuk mengisi baterai dari posisi 38 persen ke 100 persen. Pengoperasiannya pun cukup mudah, tinggal tekan tombol ON pada gardu, ikuti petunjuk pemakaian, dan pengecasan bisa dilakukan gratis.
Kompas juga sempat mencoba fasilitas pengecasan Smart PV-Grid Fast Charging Station di kantor Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) BPPT di Puspiptek Serpong. Di fasilitas ini tersedia tiga kabel pengisian dengan tiga soket berbeda, yakni CHAdeMO, Type 2, dan CCS untuk pengecasan tercepat. Namun, soket pada E 300e ini hanya bisa menampung model Type 2.
Fasilitas public charging serupa sudah bisa ditemui di sejumlah mal utama di Jakarta, seperti di Senayan City, Plaza Senayan, juga di kantor pusat BPPT di Jalan MH Thamrin, dan kantor PLN Distribusi Jakarta Raya di Jalan M Ridwan Rais dekat Stasiun Gambir, serta satu lagi di kantor pusat PT MBDI di kompleks perkantoran Cibis Nine di Cilandak, Jakarta Selatan.
Empat mode
Saat memanfaatkan tenaga listrik dari mobil ini, ada empat mode kendara elektrik yang tersedia, yakni Hybrid, E-Mode, E-Save, dan Charge.
Pada mode Hybrid, mobil akan secara otomatis berpindah-pindah dari tenaga listrik baterai ke mesin konvensional sesuai kebutuhan. Pada saat berkendara dengan kalem, mode listrik mendominasi. Tapi pada saat pedal gas diinjak lebih dalam untuk akselerasi spontan, otomatis mesin konvensionalnya aktif.
Baca juga : Menjadikan Transisi Masa Depan yang Menyenangkan
E-Mode adalah mode elektrik penuh. Walau harap diingat, pada E-Mode sekalipun, mobil bisa seketika pindah ke mode Hybrid apabila kita mengaktifkan mode transmisi manual atau melaju di atas batas kecepatan elektrik 130 km per jam.
Sementara E-Save adalah mode Hybrid dengan tujuan menjaga kandungan listrik dalam baterai bertahan di level tertentu. Misalnya isi baterai tinggal 50 persen, maka sistem mobil akan menjaga agar isi baterai tetap di level tersebut. Mode ini berguna saat mobil hendak memasuki kawasan berkendara bebas polusi yang sudah diterapkan di sejumlah kota di Eropa.
Pada mode Charge, hanya mesin konvensional yang aktif untuk mengecas baterai sekaligus menggerakkan mobil. Mode ini diaktifkan saat listrik dalam baterai sudah terlalu rendah untuk digunakan dalam mode elektrik.
Sebagai mobil yang masih menerapkan sistem hibrida, E 300e masih dibekali mesin bensin empat silinder turbo berkapasitas 2.0 liter (1.991 cc). Dipadukan dengan kinerja motor listriknya, mesin ini mengeluarkan tenaga maksimum 320 HP dan torsi puncak 700 Nm. Akselerasi 0-100 km per jam diklaim bisa diraih hanya dalam 5,7 detik.
Itu artinya, walau menyandang predikat sebagai mobil listrik, E 300e tidak kehilangan performa asli Mercy E-Class. Dan itu terbukti saat Kompas mengubah mode berkendara ke Sport ataupun Sport+.
Pun demikian dengan berbagai fitur keselamatan dan kenyamanan pada mobil premium ini. Tak ada fitur yang disunat, mulai dari Active Brake Assist, Lane Departure Warning System, sampai sistem audio premium Burmester yang sangat memanjakan telinga.
Tentu saja, dengan tambahan teknologi PHEV ini, harga E 300e melonjak cukup jauh dibandingkan sedan-sedan E-Class lainnya. Mobil yang kami uji ini, yakni E 300e AMG Line, dibanderol Rp 1,920 miliar dalam kondisi off the road.
Bandingkan dengan varian E-Class konvensional yang termahal, yakni E 350, yang dibanderol ”hanya” Rp 1,5 miliar (off the road).
Faktor harga ini juga yang membuat PT MBDI memasukkan mobil listrik pertamanya dari garis keturunan E-Class, bukan level yang lebih rendah, misalnya C-Class atau GLC-Class. ”Pangsa pasar mobil listrik ini masih ada di level kalangan konsumen E-Class,” tutur Dennis A Kadaruskan, PR Department Manager PT MBDI.
Memang, dengan harga yang lebih itu, pemilik E 300e mendapatkan yang terbaik dari dua dunia. Segala kemewahan dan pengalaman premium sedan E-Class yang legendaris, dipadukan dengan efisiensi dan emisi mobil listrik. Gengsi Mercy pun bisa didapatkan bahkan tanpa membakar bensin setetes pun.