Kebiasaan memberi bunga saat perayaan Hari Kasih Sayang, 14 Februari, masih dilakoni sejumlah remaja. Sebagian dari mereka menganggap bunga bisa mewakili apresiasi kepada pasangannya.
Oleh
INSAN ALFAJRI dan FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
Alexander Bryan (21) beberapa kali mengitari blok Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta, Kamis (13/2/2020). Ia kemudian berhenti di sebuah toko yang sedang membuat buket bunga dari 100 lebih tangkai bunga aneka jenis dan warna.
Bryan pun memesan satu buket bunga di toko itu. Tetapi, ia tak sampai memesan buket bunga jumbo yang diameternya mencapai 1 meter itu.
”Aku pesan buket bunga yang Rp 350.000 dan 40 tangkai mawar, buat besok (Hari Valentine),” katanya.
Mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya, BSD, Tangerang, Banten, ini berencana memberikan bunga itu kepada pacarnya. Mereka biasa merayakan Hari Kasih Sayang yang jatuh setiap 14 Februari.
Bryan lebih kurang sudah tiga tahun pacaran. Selama itu pula, ia kerap memberi bunga kepada kekasih, baik saat perayaan ulang tahun maupun pada Hari Kasih Sayang.
”Menurut aku, bunga sebagai wujud rasa kasih sayang sekaligus sebagai apresiasi kepada pasangan. Biasanya dia pasti senang dikasih bunga,” katanya.
Ia menyadari, bunga tak bakal membuat sebuah hubungan menjadi langgeng. Toh terhadap sang mantan, sebelum mereka putus, ia melakukan ritual yang sama. ”Kalau jodoh, kan, enggak tahu, ya. Tetapi, kita wajib mengapresiasi pasangan,” katanya.
Berbeda dengan Bryan, Janice Zerah Chan (19) memberi hadiah bunga kepada empat teman dekatnya yang semuanya perempuan. Hingga Kamis sore, perempuan kelahiran Bandung ini masih mencari bunga yang cocok.
Gadis yang mengaku jomblo ini sebetulnya ingin juga memberikan bunga kepada teman lelaki. Akan tetapi, ia khawatir lelaki tak suka bunga. ”Eh, cowok suka bunga enggak, sih?” tanya Janice.
Bagi Janice, bunga perlambang kasih sayang. Ia mengadiahkan itu kepada orang-orang yang dianggap spesial.
Dia pun pernah mendapat bunga sewaktu SMP. Senang betul dia waktu itu. Sebab, bunga plastik yang ada lampunya itu dikasih oleh sang pacar yang kini sudah jadi mantan. Kini, sang mantan pun sudah bersama yang lain. Bunga plastik itu pun sudah ia lupakan.
Irmanza (31), salah seorang aparatur sipil negara DKI Jakarta, berpendapat, setiap individu senang dikasih bunga. Ia pun pernah mendapat bunga beberapa kali.
Bunga, menurut dia, merupakan medium untuk menyampaikan banyak hal. Selain sebagai bentuk kasih sayang, bunga juga dikirim sebagai wujud permintaan maaf.
”Pernah mantanku mengirim bunga karena mau meminta maaf. Tetapi, kesalahannya besar. Yang ada, setelah dikirimi bunga, hubungan kami selesai,” kata perempuan yang sedang menjalani tugas belajar di Yogyakarta ini.
Karyawati swasta Rahmah Novitasari setiap tahun selalu menerima bunga dari pacarnya. Meski begitu, ia menilai bunga hanya bertahan beberapa saat, selebihnya hanya akan menjadi kenangan.
”Kalau disuruh milih mending dikasih barang karena kenangannya bisa melekat lama. Kalau bunga, paling hanya sebentar,” katanya.
Rahmah menilai, tren pemberian bunga pada momen valentine tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Sekarang, banyak pasangan yang ia lihat di Instagram cenderung lebih suka merayakannya dengan jalan-jalan atau liburan.
Sementara itu, kondisi toko bunga yang cenderung sepi, menurut dia, juga imbas dari aktivitas jual-beli daring yang cenderung tinggi.
Peneliti seni dan budaya Koalisi Seni Indonesia, Ratri Ninditya, menjelaskan, hal-hal afektif, seperti cinta dan kasih sayang, tidak tumbuh di ruang hampa. Di pusat perekonomian, misalnya, merayakan valentine boleh jadi bentuk lain dari komodifikasi atas afeksi. Perasaan yang tadinya abstrak dan tak terukur menjadi terkuantifikasi.
”Rasa sayang kamu dikuantifikasi dengan berapa jumlah uang yang kamu punya dan bunga seperti apa yang bisa kamu kasih kepada pasangan,” kata pemegang gelar magister Cultural Studies dari Universitas Sydney, Australia, ini.
Kendati demikian, selain sebagai bentuk komodifikasi kasih sayang, terbuka peluang adanya individu-individu yang memaknai valentine dengan perasaan sejati. ”Karena memang ada orang-orang yang sejak kecil mengalami valentine sebagai ekspresi kasih sayang yang genuine,” katanya.
Sebagai sebuah fenomena kosmopolitan, perayaan valentine mudah diterima oleh kelas menengah. Itu karena mereka mempunyai uang serta akses informasi yang memadai.