Salju Dini di Lembah Murodo
Pada musim gugur yang sejuk di Jepang, dedaunan berubah warna dari hijau menjadi kekuningan, sebelum gugur ke tanah. Udara basah oleh hujan.
Pada musim gugur yang sejuk di Jepang, dedaunan berubah warna dari hijau menjadi kekuningan, sebelum gugur ke tanah. Udara basah oleh hujan. Di pegunungan, salju sudah turun pada bulan Oktober.
Lokasi yang indah di Jepang untuk menikmati musim gugur tentulah pegunungan. Kompas bersama rombongan jurnalis Indonesia yang diundang PT Honda Prospect Motor bergabung dengan tur pegunungan Tateyama Kurobe Alpine Route, Oktober lalu. Tur pegunungan ini terbentang cukup panjang karena berada di dua prefektur, yaitu Nagano dan Toyama.
Perjalanan dimulai dari Tokyo ke Nagano menggunakan bus selama 3,5 jam. Jika ingin cepat, wisatawan bisa menggunakan kereta peluru (Shinkansen) dengan waktu tempuh 1,5 jam.
Tur pegunungan Tateyama Kurobe termasuk dalam wilayah Taman Nasional Chubu Sangaku. Itu sebabnya banyak peraturan ketat yang harus dipatuhi pengunjung. Pengunjung, antara lain, dilarang berjalan di luar jalur yang telah dibuat permanen, dilarang memetik tanaman atau bunga, dilarang membuang sampah, dan hanya menggunakan toilet yang tersedia.
Kualitas udara benar-benar dijaga. Sarana transportasi tak ada yang menggunakan bahan bakar minyak. Transportasi wisatawan semuanya menggunakan kendaraan bertenaga listrik.
Ganti kendaraan
Tur pegunungan Tateyama Kurobe menawarkan pengalaman menjelajah medan pegunungan dengan berbagai jenis kendaraan, yaitu bus listrik, kereta kabel, dan kereta gantung. Total ada 11 stasiun dan berganti kendaraan enam kali pergi pulang.
Kompas memulai perjalanan menjelajah tur pegunungan Tateyama Kurobe dari kota Nagano menuju titik keberangkatan, yaitu halte bus Ogizawa melalui jalan pegunungan yang berliku. Mulai dari Ogizawa, semua kendaraan untuk mengangkut wisatawan adalah kendaraan berbahan bakar nonminyak. Tiba di Ogizawa, suhu mulai dingin menggigit, sekitar 10 derajat celsius.
Tujuan pertama setelah tiba di Ogizawa adalah pergi ke Bendungan Kurobe, yaitu bendungan tertinggi di Jepang (186 meter). Bendungan ini berada di ketinggian 1.470 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Perjalanan ke Bendungan Kurobe menggunakan bus listrik selama 16 menit. Bus berjalan di dalam terowongan yang menembus perut Gunung Akazawa-dake (2.678 meter) sepanjang 6 kilometer.
Bendungan Kurobe ini dalam pembuatannya menewaskan 171 pekerja. Untuk mengenang para pekerja yang tewas dibangunlah sebuah tugu peringatan.
Pintu bendungan dibuka setiap tahun antara tanggal 26 Juni dan 15 Oktober sebagai atraksi wisata. Ketika pintu bendungan dibuka, air mengalir bagaikan air terjun raksasa.
Dari atas bendungan raksasa itu, wisatawan berjalan kaki ke stasiun kereta kabel Kurobeko (1.455 mdpl). Tujuannya adalah Stasiun Kurobedaira yang terletak di ketinggian 1.828 mdpl. Perjalanan ke Kurobedaira dengan kereta kabel ini cukup ditempuh selama lima menit sejauh 0,8 km.
Kereta kabel dikerek ke atas dalam terowongan dengan kemiringan sekitar 40 derajat. Naik kereta kabel ini bisa terkesan agak ngeri karena kereta ditarik ke atas melewati rel yang curam.
Sampai di Stasiun Kurobedaira, perjalanan semakin menanjak ke Stasiun Daikanbo (2.316 mdpl) menggunakan kereta gantung. Perjalanan membutuhkan waktu 7 menit menempuh jarak 1,7 km. Ketika kami menaiki kereta gantung, cuaca hujan dan berkabut. Jika cuaca cerah, pemandangan di bawah kereta gantung sangat indah.
Perjalanan dari Daikanbo berlanjut ke titik tertinggi tur pegunungan Tateyama Kurobe, yaitu Stasiun Murodo (2.450 mdpl). Perjalanan Daikanbo-Murodo ini menggunakan bus listrik yang berjalan di dalam terowongan sepanjang 3,7 km. Waktu tempuh bus listrik sekitar 10 menit menembus perut Gunung Tateyama.
Murodo adalah lembah yang dikelilingi pegunungan. Ketika kami tiba di Lembah Murodo, turun hujan salju tipis dengan suhu 0-5 derajat celsius. Salju ini kejutan bagi para wisatawan karena dapat merasakan salju lebih awal di bulan Oktober.
Di Lembah Murodo ada empat danau, yang terbesar adalah Danau Mikurigaike. Saat cuaca cerah, puncak Gunung Tateyama terpantul di permukaan air Danau Mikurigaike. Menurut legenda setempat, makanan para dewa yang bersemayam di pegunungan ini dimasak dengan air Danau Mikurigaike.
Perjalanan turun gunung tidak kalah menarik dibandingkan dengan perjalanan naik gunung. Wisatawan turun dari Stasiun Murodo (2.450 mdpl) ke Stasiun Bijodaira (977 mdpl) dengan bus listrik. Perjalanan ini relatif panjang, yakni 23 km selama 50 menit, tetapi wisatawan puas menikmati pemandangan hutan di musim gugur sepanjang perjalanan itu.
Dari Stasiun Bijodaira perjalanan dilanjutkan ke stasiun terakhir, yaitu Stasiun Tateyama (475 mdpl) menggunakan kereta kabel. Perjalanan ditempuh dalam waktu 7 menit sejauh 1,3 km. Disirami salju dini di bulan Oktober adalah pengalaman menyenangkan meskipun harus ditempuh dengan perjalanan panjang.
Taman Kenrokuen
Tiba di Tateyama, wisatawan dapat melanjutkan perjalanan ke kota lain, yaitu Kanazawa, Nagoya, Osaka, atau kembali ke Tokyo. Rombongan kami menginap di Kanazawa, Prefektur Ishikawa, untuk menikmati kunjungan ke beberapa obyek wisata di Kanazawa.
Kanazawa memiliki sebuah taman yang terkenal di seantero Jepang, yaitu Taman Kenrokuen. Taman Kenrokuen termasuk salah satu taman terindah di Jepang. Taman ini dibangun pada periode Edo (1603-1868) sebagai bagian dari istana atau kastil Kanazawa.
Taman Kenrokuen terletak di wilayah perbukitan yang berhadapan dengan istana Kanazawa. Taman tersebut dibuka untuk umum sejak tahun 1874.
Nama Kenrokuen berarti Taman Enam Keagungan, yaitu enam unsur yang harus dipenuhi untuk membuat taman yang sempurna menurut teori lanskap China. Enam unsur itu adalah lapang, keterasingan, keartifisialan, keantikan, air melimpah, dan pandangan yang luas. Semua unsur itu berpadu di Taman Kenrokuen sehingga tidak salah jika dinobatkan sebagai taman tercantik.
Ciri khas Kanazawa adalah kerajinan daun emas. Daun emas ini dibuat dengan cara menumbuk emas sampai ribuan kali hingga menjadi sangat tipis seperti sehelai daun. Begitu tipisnya sehingga jika dipegang akan menempel di tangan. Produksi daun emas di Kanazawa dimulai akhir abad ke-16 Masehi.
Kerajinan ini diaplikasikan pada berbagai jenis benda menjadi barang seni yang indah berwarna keemasan. Wisatawan dapat mempraktikkan cara menghias benda dengan daun emas atau membeli cendera mata benda-benda yang telah dihias dengan daun emas.