Sepanjang Desember ini, kerlap-kelip pohon natal menyemarakkan wajah Mamasa di Sulawesi Barat. Keindahannya tampak seperti kunang-kunang di malam hari.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
Natal tahun ini dirayakan sederhana dan bersahaja di Mamasa, Sulawesi Barat. Saat pemerintah mengimbau warga untuk menghias pohon natal, mereka menyambutnya dengan kreativitas. Pohon-pohon natal dibuat dari barang bekas dan alam.
Alfius Lande (64) memanfaatkan daun-daun enau yang banyak tumbuh di belakang rumahnya. Dia juga mengambil sepotong bambu bekas yang tergeletak di halaman. Bambu dijadikan rangka, lalu ditutup dengan helai-helai daun enau.
Di bagian bawah pohon natal dan di antara celah daun, dia memberi potongan kertas kado warna perak. Selanjutnya, pohon dihias lampu warna-warni. Tak sampai dua hari, pohon natal ini berdiri di pinggir jalan di depan rumahnya di Desa Malambo, Kecamatan Tondok Kalua.
Pasangan suami istri Rovita Ningsih (27) dan Maikhal Reinhard (30) pun tak kalah kreatif. Warga Desa Osango, Kecamatan Mamasa, itu memanfaatkan kain perca. Kain warna-warni dililit pada karton hingga membentuk seperti pipa, kemudian dililitkan pada rangka bambu setinggi lebih dari 2 meter.
”Kami memilih kain perca karena banyak, mudah, dan murah. Lagipula hasilnya lumayan cantik.”
Kain perca pun menjelma menjadi pohon natal cantik aneka warna. Benang emas pada kain membuat pohon berkilauan tatkala disinari matahari ataupun lampu di malam hari.
”Kami memilih kain perca karena banyak, mudah, dan murah. Lagipula hasilnya lumayan cantik,” kata Rovita.
Adapun Irma Suryani yang bekerja di Rumah Sakit Kondo Sapata mengumpulkan botol bekas infus. Botol dipotong di bagian bawah lalu bagian pinggiran dibelah kecil-kecil hingga membentuk bunga mekar. Botol-botol ini menjelma jadi pohon natal anggun berwarna putih yang ditempatkan di depan rumah.
Seribu pohon natal
Pemerintah Kabupaten Mamasa mengimbau masyarakat memeriahkan natal dengan memasang pohon-pohon natal di depan rumah, di sisi jalan, di perkantoran, dan tempat-tempat umum. Rumah-rumah makan, pasar, taman, di mana pun, pohon natal dipasang. Harapannya, kerlap-kerlip lampu akan membuat Mamasa kian bersinar.
”Kami menyambut imbauan ini dengan sukacita. Kebanyakan warga memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan alam,” kata Mathews Daniel Dessaratu, Kepala Desa Tondok Bakaru, Kecamatan Mamasa.
Warga pun berlomba membuat pohon natal aneka bentuk dan bahan. Ada yang membuat dari ranting-ranting jatuh, daun pinus, akar pakis, kayu bekas, hingga bambu yang dipotong kecil dan membentuk lingkaran-lingkaran dan diuntai menyerupai kalung. Untaian ini diatur pada rangka bambu.
”Di sekitar desa banyak hutan pinus. Tiap hari ada ranting, batang, hingga daun yang jatuh. Kami kumpulkan, dijadikan pohon natal. Di sini kami memang membuat pohon natal dengan memanfaatkan sesuatu yang mudah, murah, ramah lingkungan,” kata Andarias Sambo Karaeng, warga Desa Tondok Bakaru.
Sejak awal Desember lalu, Mamasa di waktu malam dipenuhi cahaya dari pohon terang. Kelap-kelip lampu dari pohon-pohon natal di sisi jalan, di halaman-halaman rumah, hingga di pelosok kampung, menghias malam. Di kejauhan, lampu natal ini seperti sekumpulan kunang-kunang. Semarak Natal mewujud dari kelap-kelip cahaya dari limbah dan beragam bahan yang disajikan alam.
Karena sudah memasang di halaman-halaman rumah, sebagian warga tak hirau lagi menyiapkan pohon natal di dalam rumah. Pohon-pohon natal yang ada di halaman, dibuat semeriah mungkin.
”Saya tidak siapkan lagi di dalam. Yang di luar sudah bagus dan sengaja saya bikin dengan ukuran besar. Kalaupun mau menyiapkan di dalam rumah, saya lebih tertarik membuatnya dengan daun enau juga,” kaya Alfius.
Dibuat dari bahan bekas, tentu saja biayanya sangat murah. Sebagian bahkan hampir tak mengeluarkan biaya sama sekali selain tenaga. Hanya lampu-lampu yang bukan terbuat dari bahan bekas. Itu pun sebagian menggunakan sisa lampu hias dari pohon natal tahun lalu. Bandingkan dengan harga pohon natal yang paling murah Rp 500.000 unruk ukuran paling kecil.
”Natal tak kehilangan makna hanya karena kami menggunakan bahan bekas atau dedaunan dan ranting. Kami justru lebih memaknai natal untuk lebih mengasihi bumi dan tak kian merusaknya,” kata Andarias.