Rasa pedas yang identik pada menu-menu tradisional khas Lombok, Nusa Tenggara Barat, bagi penyuka pedas, kerap menjadi penggugah selera. Kali ini, para ”koki baru” asal Lombok mencoba menurunkan level pedas pada menu-menu tradisional yang mereka sajikan agar semakin bersahabat untuk lidah segala bangsa. Tetap lezat, dengan tampilan eksotis nan memikat.
Deretan menu tradisional suku Sasak, Lombok, ditata rapi di atas meja dalam wadah-wadah tembikar. Jam makan malam sebentar lagi tiba. Nasi hitam putih, sate rembiga, sayur ares, shirataki urab, beberuk terong, plecing kangkung, hingga ayam taliwang canape. Tampilannya cantik, dengan paduan warna-warni berbagai jenis sayuran lokal. Sungguh menerbitkan selera. Terbayang rasanya yang pedas hingga menusuk ubun-ubun.
Jumat (22/11/2019) malam, sejumlah tamu hadir dalam Jamuan Suku Sasak Lombok, A Dinner Feast on Lombok Fusion Food oleh Chef Bisma Surya Thama yang dihelat di Javara Culture, Kemang, Jakarta Selatan. Bersama Chef Bisma turut terlibat 15 warga asal Bilebante, Sembalun, dan lima desa penyangga di kawasan Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang tengah belajar di Sekolah Seniman Pangan. Di sana mereka berlatih untuk menciptakan produk dan jasa berkelas juara. Terlebih karena Lombok merupakan salah satu destinasi prioritas pariwisata.
Sesaat sebelum makan malam berlangsung, para tamu disambut dengan minuman selamat datang. Namanya serbat bilebante, mewakili nama desa asal minuman tersebut.
Menurut para ibu yang menyajikan serbat bilebante, minuman itu biasa dinikmati para petani saat berada di sawah. Manfaatnya untuk menghangatkan badan. Serbat berwarna kecoklatan yang wangi ini biasa disajikan menggunakan teko, seperti layaknya teh.
Sebagai minuman penghangat, serbat bilebante terdiri dari sejumlah bahan yang pada dasarnya memiliki karakter menghangatkan. Mulai dari serai, kayu manis, pala, hingga jahe dengan tambahan jeruk nipis untuk memberi rasa segar dan gula merah sebagai pemanis.
Teksturnya ringan, tetapi meninggalkan jejak hangat di kerongkongan ketika diteguk. Serbat bilebante yang biasa disajikan konvensional dari teko kali ini disajikan dalam gelas-gelas mungil cantik sehingga tampil menarik sebagai minuman selamat datang.
Para tamu kemudian diajak mencicipi sup liklik berbahan utama labu, daun kelor, dan parutan kelapa. Rasanya mirip dengan sayur bobor khas Jawa yang juga terdiri dari labu, sayuran biasanya berupa kangkung, dan santan. Bedanya, sup liklik lebih ringan karena tak menggunakan santan, hanya berupa parutan kelapa. Cita rasanya gurih-manis, juga segar.
Sup liklik ini pas sebagai pendamping mi rumput laut yang cita rasanya sedikit pedas menggigit karena bumbu yang digunakan sangat intens, menyerupai bumbu gulai. Teksturnya ringan, tidak terlalu kenyal berkat metode pengolahan dari Sekolah Seniman Pangan.
Pemantik selera
Dari sekian menu yang disajikan, mi rumput laut ini cukup mencuri perhatian. Sepiring kecil mi rumput laut menjadi pemantik selera yang tepat menjemput makan malam.
Piring makan pun terisi penuh dengan berbagai jenis kuliner Sasak yang sejak awal sudah menggoda mata. Semua disendok ke dalam piring dalam jumlah yang pas agar perut mampu menampung semua yang disediakan.
Nasi hitam putih dengan kacang hijau, sayur ares, sate rembiga, shirataki urap, beberuk terong, hingga plecing kangkung dan ayam taliwang canape yang tampilannya modern. Canape adalah satu jenis open face sandwich yang termasuk makanan pembuka dingin. Ukurannya kecil, hanya untuk sekali suap atau sekali gigit.
Harapan lidah akan mencecap sensasi pedas menggigit pupus karena seluruh menu yang dihadirkan sama sekali tak pedas. Terlebih plecing kangkung dan ayam taliwang yang level kepedasannya dikenal juara.
Meski tak pedas, semua yang ada di piring tandas dalam sekejap. Yang berjejak adalah cita rasa eksotis beragam sayuran berpadu dengan bumbu-bumbu lokal yang berlimpah. Penyuka sayuran pasti cocok dengan menu khas Sasak yang didominasi sayuran.
Chef Bisma mengatakan, menu-menu yang disajikan di jamuan makan malam memang tidak asing. Namun, tetap ada beberapa modifikasi, terutama pada level kepedasannya agar bisa dinikmati khususnya oleh para turis. Konsep yang diusung adalah fusion, memadukan antara tradisional dan modern.
”Sekarang, kan, zaman modern, konsep kuliner juga berubah. Yang dulunya serba berkrim dan European, sekarang berubah. Asia mulai dilihat. Jadi, kita juga harus ikuti tren,” paparnya.
Selain tampilan dan level kepedasan, modifikasi juga dilakukan dari sisi bahan baku. Bahan baku lokal sengaja dikedepankan. Salah satunya mi rumput laut yang bahan bakunya berupa rumput laut banyak ditemukan di Lombok.
”Selama ini kita ekspor rumput laut ke Jepang. Di Jepang sendiri banyak pohon konnyaku yang menjadi bahan baku shirataki. Mengapa kita enggak ikuti mereka karena kita banyak impor gandum. Bagaimana kita bisa pakai mi rumput laut ini daripada gandum,” katanya.
Menurut Helianti Hilman, Founder of Javara dan Sekolah Seniman Pangan, sebagai negara yang dua pertiga wilayahnya merupakan lautan, rumput laut menjadi komoditas luar biasa untuk Indonesia. Dengan bahan baku berlimpah dan konsumsi mi yang cenderung tinggi, mi rumput laut semestinya bisa menjadi alternatif pengganti yang baik.
”Apalagi sekarang tren orang mau sehat cenderung menghindari karbohidrat. Mi rumput laut bebas karbohidrat, 100 persen serat,” katanya. Dalam versi yang lebih konvensional ada shirataki atau rumput laut urap yang super kenyal dengan warna-warni yang beragam.
Selain rumput laut, kelor yang menjadi bahan baku sup kelor kini juga tengah menjadi pembicaraan internasional dan disebut sebagai bahan pangan super karena kandungan zat-zat penting di dalamnya.
Kelor, ujar Helianti, memiliki protein dua kali lebih tinggi dari daging sapi, vitamin A yang lebih tinggi dari wortel, juga vitamin C yang lebih tinggi dari jeruk. Kandungan airnya juga lebih tinggi dari bayam serta kadar potasium yang lebih tinggi dari pisang. ”Tanaman ini tumbuh liar, jadi dia mengurusi dirinya sendiri,” kata Helianti.
Setelah berhasil mencuri perhatian para tamu di jamuan makan malam, saatnya para chef baru dari Lombok ini bersiap menjadi pemain di negeri sendiri dengan menu-menu yang pas untuk lidah segala bangsa.