Memandu Lari Tanpa Polusi dengan Mitsubishi Outlander PHEV
Untuk memenuhi standar maraton kelas dunia, Borobudur Marathon mensyaratkan mobil pembuka jalan para pelari atau ”lead car” harus lah mobil listrik. Tahun ini, para pelari maraton dipandu oleh Mitsubishi Outlander PHEV.
Untuk memenuhi standar maraton kelas dunia, Borobudur Marathon mensyaratkan mobil pembuka jalan para pelari atau ”lead car” harus lah mobil listrik. Tahun ini, para pelari maraton dipandu oleh Mitsubishi Outlander PHEV.
Salah satu tujuan penggunaan mobil listrik ini adalah agar para pelari di belakang mobil ini tidak justru keracunan gas buang dari mobil bermesin pembakaran internal biasa.
Seperti tahun lalu, Kompas menggunakan kesempatan ini untuk sekaligus menguji jarak jauh mobil pemandu tersebut. Ini adalah pengujian langsung Mitsubishi Outlander PHEV oleh Kompas di medan jalanan sesungguhnya di Indonesia sejak mobil itu diluncurkan resmi di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019, Juli lalu.
Sebelumnya, Kompas baru menjajal mobil ini di negeri orang, tepatnya Saint Saturnin Les-Apt, Perancis selatan, 24 Juni 2018. Tentu saja dengan medan dan situasi yang cukup berbeda.
Baca Juga:
Meliuk Sunyi di Sudut Perancis
PT Mitsubishi Motors Kramayudha Sales Indonesia (MMKSI), sebagai distributor resmi kendaraan penumpang dan truk ringan Mitsubishi di Indonesia, meminjamkan dua unit Mitsubishi Outlander PHEV untuk keperluan official car Borobudur Marathon 2019 ini. Satu unit berwarna putih diberangkatkan lebih dulu ke Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, karena harus dipasangi papan penunjuk waktu.
Sementara satu unit berwarna hitam, Kompas kendarai dalam rangkaian uji jarak jauh dari Jakarta. Perjalanan sekitar 600 kilometer (km) ditempuh melalui rute standar, yakni Tol Jakarta-Cikampek dilanjutkan Tol Trans Jawa hingga keluar di Bawen, kemudian menyusuri jalur utama Semarang-Magelang via Ambarawa.
Sedikit pratinjau dari kedua mobil tersebut. Outlander berwarna hitam baru menempuh jarak total sekitar 800 km saat kami memulai perjalanan dari Jakarta. Sementara odometer Outlander putih sudah menunjukkan angka 4.000-an km, dan berdasarkan catatan Kompas, sudah dipakai menjelajah hingga ke Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, awal Oktober 2019.
Selain soal warna, tak ada perbedaan di antara dua mobil ini karena MMKSI hanya memasukkan satu varian Outlander PHEV. Ini adalah mobil Mitsubishi berteknologi plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) pertama yang diluncurkan di pasar Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.
SUV berdimensi panjang 4.695 milimeter (mm); lebar 1.800 mm; dan tinggi 1.710 mm, ini, dibekali baterai lithium-ion berkapasitas 13,8 kWh. Listrik dari baterai yang terletak di bawah lantai kabin ini disalurkan ke dua motor listrik, satu di poros roda depan, satu di poros roda belakang.
Dengan demikian Outlander PHEV memiliki gerak empat roda (Twin Motor 4WD) ketika diaktifkan. Saat listrik di dalam baterai mendekati habis, sistem hibridanya mengaktifkan mesin bensin konvensional 4 silinder dengan kode 4B12 berkapasitas 2.4 liter (2.360 cc).
Sistem hibrida ini bekerja secara seri (mesin menjadi generator untuk mengisi baterai, kemudian listrik dari baterai menggerakkan motor listrik) maupun paralel (tenaga mesin disalurkan baik sebagai generator maupun langsung menggerakkan roda depan). Perubahan cara kerja sistem hibrida ini berlangsung secara otomatis sesuai tuntutan tenaga yang dibutuhkan pengemudi.
Saat Kompas memulai perjalanan dari Menara Kompas di kawasan Palmerah, Jakarta Pusat, posisi baterai mobil hitam ini tinggal terisi setengah. Layar multi-information display (MID) menunjukkan sisa jarak tempuh dalam mode elektrik murni sekitar 23 km.
Baca Juga:
Mitsubishi Bertarung di Arena "Kendaraan Hijau"
Kesan pertama
Kami sengaja memilih EV Mode, alias mode listrik murni, untuk mengenal karakter elektrik Outlander PHEV ini. Mobil pun meluncur tanpa suara dan tanpa emisi gas buang.
Kesan pertama mengendarai mobil yang dibanderol Rp 1,289 miliar (on the road, Jakarta), ini, adalah segalanya serba ringan dan empuk. Mulai dari putaran setir, operasional tuas transmisi, sampai akselerasi awalnya terasa ringan. Sementara suspensinya disetel pada zona nyaman, berorientasi empuk dan meredam guncangan jalan semaksimal mungkin.
Bahkan saat mobil sudah memasuki jalan tol yang agak lengang, Kamis (14/11/2019) siang itu, mobil masih bisa diajak berakselerasi hingga kecepatan cukup tinggi. Hanya saja, di mode EV ini, kecepatan dibatasi hingga 135 km per jam saja.
Namun, apa daya, mendekati simpang susun Cikunir di Tol Jakarta-Cikampek, kemacetan panjang karena pembangunan jalan tol layang mulai terjadi. Dalam situasi stop and go ini, terasa bagaimana daya baterai terserap untuk menyalakan penyejuk udara atau AC, sehingga jarak tempuh 23 km pun tak tercapai.
Sekitar dua jam Kompas tersendat dari Cikunir hingga Karawang Barat. Selepas itu, baru performa Outlander PHEV kembali bisa dieksplorasi.
Saat jalan benar-benar sepi dan lurus, kecepatan bisa lebih dikembangkan. Saat tombol mode Sport ditekan, terasa bagaimana perilaku mesin langsung berubah lebih agresif. Walau demikian setir tetap enteng dan suspensi tetap empuk.
Pada kecepatan tinggi ini, melalui monitor di tengah dasbor, terlihat bagaimana sistem hibrida seri dan paralel terus berganti-ganti menggerakkan roda. Akan tetapi saat pedal gas diinjak lebih agresif, seluruh tenaga mesin disalurkan ke roda depan.
Perjalanan sekitar 400 km menempuh Tol Trans Jawa ini mencatatkan angka konsumsi BBM rata-rata 12,2 km per liter. Itu dengan perpaduan cara mengemudi agresif dan eco driving dengan kecepatan konstan, dalam mode Sport dan Normal. Sepanjang perjalanan, sesuai permintaan pihak MMKSI, mobil selalu diisi bensin beroktan 98.
Selain mode Normal, ada juga mode Save dan Charge, yang bisa dipilih dengan menekan satu tombol di belakang tuas transmisi. Mode Save diaktifkan saat kita hendak mempertahankan listrik dalam baterai di level tertentu. Sementara saat mode Charge, tenaga mesin dimaksimalkan untuk mengisi ulang baterai.
Mengatur strategi
Setelah beristirahat satu malam di Kota Magelang, race director Borobudur Marathon 2019 memberi tahu kami bahwa mobil warna putih yang dipasangi papan penunjuk waktu juga akan digunakan sebagai mobil pemandu para peserta maraton alias lead car.
Kami pun mulai mengatur strategi agar baterai Outlander putih bisa terisi semaksimal mungkin sehingga seluruh lintasan maraton bisa kami jalani dalam EV mode murni. Sayang kami tidak bisa mempraktikkan pengecasan Outlander ini dengan sumber listrik di luar mobil, karena keterbatasan dan tidak sempat mencari sumber catu daya yang layak buat mengecas mobil.
Pada mobil warna hitam yang kami bawa dari Jakarta, peranti pengecas baterai portabel di dalam mobil memiliki colokan berkaki tiga. Sementara stop kontak di Indonesia hanya memiliki dua lubang. Lembar petunjuk di perangkat charger itu jelas-jelas melarang pemakaian adaptor agar colokan kaki tiga bisa masuk ke stop kontak dua lubang.
Alhasil, selama berada di Magelang-Borobudur, baterai mobil hanya kami cas dengan tenaga mesin mobil, sesuai petunjuk tim teknis PT MMKSI. Sempat terjadi perbedaan durasi pengecasan mobil hitam dan mobil putih. Pengecasan pada mobil hitam berlangsung lebih lambat dibanding saat mode Charge kami aktifkan di mobil putih.
Satu hari menjelang lomba, mobil putih kami pakai berkeliling menggunakan mode Charge untuk mengisi baterainya semaksimal mungkin. Waktu itu, papan penunjuk waktu digital sudah dipasang di atap mobil.
Baca Juga:
Pengujian Mobil Listrik dan Energi Terbarukan di Pulau Terluar
Papan penunjuk waktu itu memanfaatkan satu lagi fitur unik Mitsubishi Outlander PHEV. Terdapat dua stop kontak arus listrik bolak-balik (alternating current atau A/C), seperti stop kontak di rumah-rumah, pada mobil ini. Satu di belakang konsol tengah dan di ruang bagasi belakang.
Power outlet A/C ini memang sebuah fitur yang dibanggakan Mitsubishi dari Outlander PHEV, di mana mobil bisa dijadikan generator pembangkit listrik di saat darurat atau saat kegiatan luar ruang.
Tak perlu membawa genset terpisah, karena dengan menyalakan mesin mobil, listrik dari baterai mobil sudah bisa langsung dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Batasnya hingga 1.300 watt, alias setara dengan daya listrik rumah berukuran kecil.
Kabel catu daya untuk papan penunjuk waktu digital itu tinggal dicolokkan ke salah satu stop kontak, kemudian aliran listriknya diaktifkan dengan memencet tombol bertuliskan 1300 W di panel di bawah layar monitor di dasbor. Operasional papan penunjuk waktu ini pun berjalan lancar hingga lomba usai.
Menjalankan misi
Hari Minggu (17/11/2019), sekitar pukul 04.00, mobil kami persiapkan untuk menjalani tugasnya sebagai official lead car Borobudur Marathon 2019. Saat tombol Start mobil diaktifkan, terlihat baterai masih pada level sekitar 80 persen (hanya ada indikator gambar di MID, tidak ada angka persentase).
Dengan kondisi baterai tersebut, jarak yang bisa ditempuh dengan AC menyala hanya sekitar 23 km. Tentu saja ini kurang untuk melintasi seluruh rute maraton sepanjang 42,195 km. Namun saat AC dimatikan, MID langsung berubah dan menunjukkan sisa jarak yang masih bisa ditempuh dalam mode full EV adalah 50 km. Nah ini baru cukup!
Tepat pukul 05.00 WIB, pistol dan terompet start dibunyikan, tanda lomba dimulai. Ribuan orang pun melesat meninggalkan garis start. Demikian juga Outlander PHEV ini, yang langsung digas dalam mode elektrik penuh. Mobil melaju tanpa suara dan emisi gas buang, menjaga jarak sekitar 10-15 meter dari pelari terdepan.
AC kami matikan sepanjang perjalanan dan mode berkendara kami ubah ke Eco Mode untuk memaksimalkan efisiensi energi. Konsekuensinya seluruh jendela dan sunroof kita buka untuk mengalirkan udara luar ke dalam mobil. Untunglah udara di kawasan Borobudur masih lumayan sejuk pada pagi-pagi seperti itu.
Kilometer demi kilometer pun kami lewati tanpa setetes bensin pun terbakar. Para pelari pun dijamin tak akan mengisap sebutir pun molekul gas CO dan CO2 dari knalpot mobil ini.
Dalam mode full EV ini terasa bagaimana tenaga masih sangat mumpuni bahkan saat melintasi tanjakan yang cukup panjang di kawasan Kalinegoro, Magelang. Mobil bahkan masih bisa diajak berakselerasi di tanjakan dalam mode EV.
Di segmen terakhir lomba, lead car diharuskan berhenti di KM 41, atau sebelum pelari memasuki kompleks Taman Wisata Candi Borobudur. Di situ kami menjadi static display waktu untuk kategori marathon.
Pada posisi akhir ini, indikator baterai sudah menunjukkan kurang dari 20 persen. Di layar MID, tertera masih tersisa jarak 8 km yang bisa ditempuh dengan sepenuhnya tenaga baterai.
Baca Juga:
Menuntaskan medan
Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, kami masih membawa mobil putih dan sengaja memilih jalur non tol yang melewati kawasan Dataran Tinggi Dieng di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Selain untuk kembali menguji torsi dan pengendalian mobil, kami juga bertekad sepenuhnya menjajal mobil dalam medan yang bervariasi.
Berbagai tanjakan panjang dan curam di jalur alternatif Parakan-Jumprit-Tembi-Dieng dilalui tanpa masalah. Gerak empat rodanya juga sangat membantu bermanuver di tanjakan-tanjakan tersebut.
Dalam perjalanan pulang ini, tercatat perbedaan konsumsi BBM Outlander putih ini dibanding mobil hitam. Saat dipacu dengan sangat agresif, layar MID menunjukkan konsumsi BBM rata-rata 10,7 km per liter. Tetapi saat Kompas menerapkan prinsip eco driving, efisiensinya bertambah menjadi 11,7 km per liter.
Setiba di Jakarta, mobil pun akhirnya bisa dicas dengan stop kontak di rumah. Daya listrik sebesar 3500 VA di rumah terbukti cukup untuk mengecas mobil ini.
Tidak ada gangguan pada pemakaian listrik rumah. Berbagai perabotan, seperti kulkas, dispenser, AC 1 PK, dan pompa dorong air pun masih bisa berfungsi saat mobil dicas.
Saat charger kami masukkan di stop kontak sekitar pukul 00.00, terlihat ada tampilan di layar MID mobil yang menunjukkan angka 05.30. Kira-kira pada jam itu lah baterai akan terisi penuh.
Dan benar saja, pada pukul 05.30 keesokan harinya, muncul notifikasi bahwa proses pengecasan sudah selesai dan indikator baterai terlihat penuh 100 persen. Tiba gilirannya mobil ini diuji di medan Jakarta dan sekitarnya untuk mensimulasikan perjalanan komuter rumah-kantor-rumah.
Trip meter pun direset ke 0, dan mobil kembali dijalankan dengan EV Mode. Tenaga murni listrik digunakan untuk perjalanan ke kantor. Hingga indikator baterai akhirnya kosong kembali, tercatat jarak 50 km yang telah ditempuh dengan hanya tenaga baterai.
Kesimpulannya, saat digunakan untuk perjalanan komuter sehari-hari di dalam kota, Mitsubishi Outlander PHEV akan menjadi sangat efisien. Bahkan jika jarak rumah-kantor tidak melebihi 50 km (dengan asumsi mobil dicas setiap hari, baik di rumah maupun di kantor), bisa jadi mesin mobil tak akan pernah aktif sehingga konsumsi BBM menjadi nol.
Namun saat harus dikendarai jarak jauh, dan sistem hibridanya aktif, konsumsi BBM mobil ini bisa dikatakan tak beda jauh dengan mobil-mobil bermesin konvensional.
Baca Juga: