Makan Malam Shogun
Menghadiri perjamuan di sebuah restoran klasik bernuansa kediaman para bangsawan era Shogun di Jepang menjadi pengalaman unik dan menarik. Atmosfer suasana ataupun ragam menunya menyisakan ingatan mengesankan.
Penyelenggara acara makan malam itu, Yoshimoto Kogyo, perusahaan konglomerat hiburan Jepang berbasis komedi. Acara itu sendiri merupakan rangkaian Kyoto International Film and Art Festival (KIFF) 2019 yang diikuti Kompas pada 17-20 Oktober lalu.
Sebelum petualangan rasa di lidah, para undangan jamuan malam itu disuguhi terlebih dahulu dengan pemandangan indah dari arsitektur dan interior bangunan Restoran Suguki Narita yang terletak di pinggiran Kyoto, Jepang.
Saat melangkah masuk, para peserta disambut pintu gerbang khas Jepang, beratapkan genteng keramik tradisional. Setelah itu tersaji Taman Zen cantik di area depan restoran.
Taman menyejukkan ini terdiri atas beberapa elemen, seperti pohon, pasir, batu, air, dan ornamen patung. Taman Zen sendiri diyakini cocok untuk bermeditasi mencari ketenangan jiwa. Awalnya, taman seperti ini adalah bagian tak terpisahkan dari kuil-kuil agama Buddha di Jepang, kemudian juga menjadi bagian dari arsitektur rumah di sana.
Ketika masuk ke area dalam restoran, para tamu terlebih dahulu harus bertukar alas kaki di area transit, genkan. Di area ini, pemandangan unik kembali menyita perhatian. Di salah satu sudut tampak sebuah tungku masak gantung tradisional Jepang.
Di sudut lain terdapat lemari kaca berisi sejumlah peralatan makan dan minum bernuansa zaman dahulu yang terbuat dari keramik. Pintu-pintu geser dan pilar-pilar kayu dalam warna asli yang memperlihatkan serat-serat kayunya juga membawa pengunjung ke masa lalu.
Hal yang terkesan modern hanyalah meja kursi yang ditata sebagai tempat para tamu menyantap hidangan. Pada rumah tradisional Jepang, aktivitas makan dan minum biasanya dilakukan di atas lantai berlapiskan tatami.
Menu klasik
Sejumlah menu disiapkan dan disajikan bertahap dalam prosesi makan malam klasik ini. Selain seorang pelayan pria berjas rapi, para tamu yang terdiri atas sejumlah jurnalis beberapa negara juga dilayani seorang perempuan geisha.
Dengan telaten keduanya melayani para tamu dan menjawab pertanyaan tentang hidangan yang disajikan. Prosesi makan malam dimulai dengan hidangan pembangkit selera atau appetizer (sakidzuke), kemudian dilanjutkan dengan hidangan utama, dan diakhiri hidangan penutup (mizumono).
Sebagai hidangan pembuka, selera makan dipancing dengan sepotong tahu jepang berbahan dasar wijen (goma dofu). Penganan yang juga dikenal sebagai makanan para biksu di kuil Buddha (shojin ryori).
Tahu lembut berbahan dasar wijen itu disajikan di atas piring kecil, dengan siraman kecap kedelai asin, sejumput wasabi (kikka gomadōfu kani wasabi), dan dua potong kecil daging kepiting. Rasa tahunya terbilang tawar jika tak disandingkan dengan kecap asin dan wasabi. Cita rasa gurih semakin diperkaya dengan daging kepiting itu.
Masih sebagai hidangan pembangkit selera, sajian tahu wijen itu kemudian disandingkan dengan acar timun khas Jepang dalam porsi kecil, yang dilengkapi suwiran daging ayam dengan kecap kedelai asin (tori matsukaze).
Selera makan semakin bangkit dengan semangkuk hidangan campuran, terdiri dari udang rebus (ebi umani), sushi daging ikan tai merah (tai kosode sushi), gulungan daging belut panggang (unagi yawatamaki), serta ubi manis dan kacang chestnut rebus.
Berikutnya disajikanlah sup kaldu ayam berisi potongan besar jamur matsutake, daging ayam, dan sayur mitsuba. Hidangan itu dikenal dengan nama dobin mushi atau populer di Jepang sebagai sajian sup musim gugur. Cara penyajiannya unik. Sup kaldu ayam beserta isinya ditempatkan di dalam teko keramik kecil (dobin), yang dipanaskan dengan cara dikukus (mushi) sebelum dihidangkan.
Dobin mushi dinikmati seolah menyeruput teh. Sup kaldu dituang terlebih dahulu ke dalam gelas keramik kecil tak bergagang, yang biasa dipakai untuk meminum teh atau arak. Sebelum diseruput kuah kaldu itu terlebih dahulu diberi perasan air jeruk nipis sesuai selera. Sementara daging ayam dan jamurnya bisa dinikmati menggunakan sumpit yang telah disediakan.
Masuk ke menu utama, para tamu diajak menikmati kelezatan khas tradisional Jepang lainnya. Menu utama dibuka dengan semangkuk potongan daging ikan mentah (sashimi), dari jenis ikan tai atau kakap merah, yang tenar di Jepang, ikan tuna (maguro), cumi (ika), tak lupa parutan segar wasabi. Seperti sajian sashimi, semua daging hidangan laut segar dicelup terlebih dahulu ke kecap asin.
Setelah mencicipi hidangan aneka daging ikan mentah (sashimi), petualangan lidah berlanjut ke menu berbahan daging ikan yang dipanggang atau dibakar. Ada beberapa metode pembakaran, seperti dengan terlebih dahulu dibumbui kecap teriyaki (yakizakana) atau sekadar digarami (shiyuanyaki).
Selain daging ikan, menu daging bakar yang disajikan kali ini juga dipadukan dengan daging bebek. Daging bagian dada unggas yang sudah dibumbui itu direbus dan dipanggang kembali sebelum siap dimakan.
Daging bebek panggang (aigamo rosu ni) itu ditata secara unik di atas piring berlapiskan daun talas. Cita rasanya gampang ditebak, lezat, gurih, dan kencang beraroma daging bakar.
Hidangan utama lantas berlanjut dengan sajian takiawase atau masakan rebusan khas Jepang. Hidangan jenis ini terdiri dari protein dan sumber serat berupa sayuran. Uniknya bahan-bahan pembuat menu takiawase biasanya dimasak masing-masing terlebih dulu.
Setelah itu semua bahan kemudian dimasak kembali dengan cara ditumis saat akan disajikan. Bahan-bahan hidangan yang disajikan ini terdiri atas beberapa potong daging udang (ebi kuzuni), sejenis bayam jepang, serta kacang polong (usuimame). Semuanya ditumis dengan campuran selai kacang (tomyo bata myo-me).
Pada tahap terakhir rangkaian menu hidangan utama, para tamu disuguhi makanan hangat (unmotsu) berupa sukiyaki, berbahan daging sapi jenis wagyu asal Prefektur Shiga (omi gyu). Bersama irisan daging sapi itu juga terdapat jamur matsutake, serta irisan daun bawang, yang semakin menambah aroma dan kelezatan.
Untuk sumber karbohidratnya, sajian unmotsu itu juga disandingkan dengan nasi masak kaldu (dashi) dengan potongan daging ayam dan kacang chestnut (niwatori kuri gohan). Kuah sup miso juga memberi aroma dan cita rasa khas.
Sebagai pencuci mulut, disajikanlah potongan buah yang sangat berair, manis, dan menyegarkan (mizumono). Pilihannya tentu saja buah melon terkenal Jepang, yubari melon, asal Kepulauan Hokkaido.
Melon ini sangat terkenal di dunia lantaran dibudidayakan secara khusus dan untuk jenis tertentu harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Pengalaman memakan buah melon ini sangat berkesan. Apalagi cita rasanya benar-benar manis dan menyegarkan, sesuai reputasinya.