Semua anak berhak untuk mengukir mimpi masa depannya masing-masing. Narasi positif perlu dibangun untuk bertahan di tengah gempuran narasi negatif yang melanda negara.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
Kejadian demi kejadian kurang mengenakkan terjadi belakangan ini. Politikus berebut singgasana kekuasaan lima tahunan, eksodus warga Wamena akibat kerusuhan, gempa di Pulau Ambon, dan gelombang protes masyarakat kepada pemerintah yang membuat hati dongkol. Pertanyaan besar atas hal tersebut adalah: apa menjadi orang Indonesia masih membanggakan?
Panggung Ideafest 2019 bisa menjadi sarana mencari jawaban atau pandangan lain dari pertanyaan tersebut. Ideafest merupakan festival kreatif tahunan yang bertujuan untuk menghubungkan masyarakat dan berbagi inspirasi. Festival ini berlangsung pada 3-6 Oktober 2019 di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Di hari kedua, sejumlah pembicara membagikan pandangan mereka tentang Indonesia dari beragam sudut pandang. Para pembicara tersebut antara lain adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, produser Mira Lesmana, sutradara Riri Riza, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, desainer Rinaldy A Yunardi, dan sutradara Joko Anwar. Mereka adalah pembicara di sesi conference. Masih ada lagi sesi comedy yang menghadirkan sejumlah pembicara terkait, Jumat (4/10/2019).
Mira Lesmana dan Riri Riza bercerita tentang perjalanan mereka di industri film. Perjalanan dimulai pada 1995 dan menghasilkan film Kuldesak (1998). Film tersebut lahir sebagai respons dari zaman yang kurang menguntungkan. Kuldesak merupakan respons atas tekanan yang ada.
Perjalanan keduanya berlanjut dengan mengeksplorasi film selama bertahun-tahun. Beragam pendekatan dan genre mereka jadikan eksperimen untuk berkarya secara serius. Eksplorasi itu menghasilkan sejumlah film yang direspons berbeda-beda oleh masyarakat. Sebut saja Petualangan Sherina, Ada Apa dengan Cinta, Janji Joni, Gie, Laskar Pelangi, dan Pendekar Tongkat Emas.
”Untuk maju ke depan, kita harus selalu mencoba hal-hal baru walaupun kemungkinan berhasil dan gagal ada di depan mata,” kata Mira.
Riri mengatakan, eksplorasi tesebut telah membawa mereka ke segmen penonton yang lebih kecil dan spesifik. Film-film Indonesia pun punya lebih banyak corak berkat mereka berdua. Perjalanan keduanya juga membuka pintu menuju kemungkinan-kemungkinan baru buat sineas Indonesia masa kini.
Industri film Indonesia pun kini bertumbuh dan terus meningkat kualitasnya. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan layar bioskop yang kini mendekati 1.900 buah dibandingkan pada 2015 yang hanya 900. Layar bioskop pun ditargetkan bertambah hingga 3.000 buah (Kompas.id, 23/9/2019).
Narasi positif
Di mata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, semua anak berhak untuk mengukir mimpi masa depannya masing-masing. Narasi positif ia rasa perlu dibangun untuk bertahan di tengah gempuran narasi negatif yang melanda negara.
”Negeri ini akan menghadapi gempuran ideologis dari luar dan kita akan didorong untuk berkelahi. Kesadaran berbangsa dan bernegara serta literasi yang cukup bisa menjadi benteng kuat buat kita,” kata Ganjar.
Ia lalu bercerita soal demonstrasi mahasiswa yang terjadi di Semarang beberapa waktu lalu. Menurut dia, ruang dialog untuk ngobrol dan ngopi bareng selalu tersedia. Itu lebih baik daripada rusuh buat Ganjar. Dengan dialog santai, aspirasi anak muda bisa diserap tanpa harus adu jotos. Kedamaian ini ialah salah satu narasi positif yang ia coba bangun bersama anak-anak muda.
”Kita bisa bikin semuanya damai dan baik. Silakan ngobrol dengan saya. Bisa langsung ke tempat saya atau lewat Twitter dan Instagram. Kebanggaan kita adalah negara yang multietnis. Kita bisa berembuk bareng biar tidak edan (gila),” kata Ganjar.