Geng Anak Keren di Kereta
Biasanya anak-anak keren dalam komik akan bersatu dalam sebuah geng. Anak-anak ”biasa” lalu minggir sambil bisik-bisik kagum ketika anak keren lewat. Walaupun fiksi, ini sungguhan terjadi di Jakarta, Selasa (13/8/2019) sore. Bedanya, si anak-anak keren adalah model berbalut busana desainer ternama.
Puluhan jurnalis merapat ke celah dan tepi manapun yang bisa ditempati di gerbong kereta ringan (LRT). Bagian tengah gerbong harus kosong agar para peragawati bisa lewat. Adegan ini nyaris persis seperti adegan di komik. Istilahnya, “Ayo bikin jalan buat anak-anak keren.”
Kenyataannya, mereka memang keren. Busana yang dikenakan memberi energi khusus untuk tampil keren di transportasi publik. Acara pratinjau busana Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) 2019 ini layaknya proyek fotografi edgy buat anak muda indie nan modis.
Itu kali pertama peragaan busana dilaksanakan di LRT. Lebar gerbong yang hanya sekitar 3 meter membuat model harus pintar-pintar berjalan tanpa menabrak orang lain. Busana yang dibawakan pun harus tetap representatif.
Ada dua gerbong yang disiapkan khusus untuk kegiatan ini. Penumpang diajak menyimak peragaan busana dari Stasiun LRT Pegangsaan Dua menuju Stasiun Velodrome. Perjalanan dilanjutkan hingga berakhir di Stasiun Boulevard Utara, Kelapa Gading, Jakarta Utara. ”Menggabungkan fashion show JFFF dengan LRT ini menunjukkan bahwa kita bersinergi. Kami mau menyampaikan, akses transportasi sudah lebih mudah dan nyaman. Pengunjung yang mau ke JFFF di Kelapa Gading bisa memanfaatkan LRT,” kata Deputy Chairman JFFF 2019 Cut Meutia.
Karya Indonesia
Ada busana dari 11 desainer dan lima unit kecil menengah yang ditampilkan. Para desainer dan jenama tersebut adalah Didi Budiardjo, Eridani, Yogie Pratama, Major Minor, Tities Sapoetra, Hengki Kawilarang, Danjyo Hiyoji, Amot Syamsuri Muda, Cynthia Tan, Jenahara, dan Rinaldy Yunardi.
JFFF 2019 berlangsung pada 7 Agustus-8 September 2019. Dalam rangkaian acaranya, sejumlah desainer menampilkan beragam karya di landasan peraga.
Desainer Eridani, Kamis (15/8) malam, menampilkan delapan busana dari koleksi terbarunya. Busana itu dibuat dari kain tenun khas Sulawesi Tenggara, hasil binaan kelompok Cita Tenun Indonesia. Koleksi ini dinamai ”Selayang”. Palet warna yang tersaji di landasan peraga adalah warna tanah yang kalem.
Busana dari tenun ini menimbulkan efek ringan, adem, dan jatuh kala dipakai. Tiada motif rumit pada kain tenun yang digunakan Eridani. Motifnya berupa garis-garis dengan kerapatan dan ketebalan berbeda. Hal ini memungkinkan sang desainer mengeksplorasi siluet busana dan memadukannya.
Salah satu busana yang ditampilkan Eridani di LRT berupa atasan berwarna goldenrod yang dipakai menyilang seperti memakai kimono. Bawahannya berupa kain berwarna dark goldenrod yang panjangnya berbeda di sisi depan dan belakang.
Busana itu ditumpuk lagi dengan luaran berbahan tenun dengan aksen jingga. Sekilas, luaran itu membentuk siluet segitiga dengan ekor menjuntai. Kesannya ringan dan melambai saat dibawa berjalan.
Konsep serupa diterapkan Eridani pada busana-busana lain. Beberapa busana ia padu padankan dengan menumpuk luaran berbahan tenun Sulawesi Tenggara. Kendati berlapis, busana itu tetap berkesan ringan.
”Pada koleksi ini saya membayangkan padang rumput luas yang teduh dan berangin,” kata Eridani.
Selain Eridani, ada pula Didi Budiardjo yang menampilkan busana dari kain tenun khas Tidore. Kain yang disebut puta dino ini disebut hilang selama tiga generasi atau sekitar 100 tahun. Upaya mengembalikan wastra itu melibatkan Kedaton Tidore, putri Tidore (boki), serta anak-anak muda Tidore.
”Inspirasinya ialah seorang boki yang berjalan dalam mimpinya,” kata Didi.
Zona nyaman
Ada juga desainer yang keluar dari zona nyaman dan mengeksplorasi potensi lain. Sebut saja jenama Danjyo Hiyoji. Jenama yang selama ini lekat dengan pakaian lelaki ini unjuk kebolehan mendesain pakaian perempuan.
Potongan baju kotak dan busana androgini menjadi identitas Danjyo Hiyoji selama beberapa tahun belakangan. Namun, kali ini jenama yang dibuat Liza Mashita dan Dana Maulana ini mengulik potongan yang menonjolkan lekuk pinggang. Busana itu dilengkapi pula dengan sepatu hak tinggi berwarna cerah.
Bicara soal warna, koleksi bertajuk ”Club Danjyo Hiyoji 18+” ini banyak menggunakan warna cerah hingga warna neon. Konsep ini diadaptasi dari budaya disko tahun 1980 dan 1990-an. Secara umum, koleksi kali ini terkesan nyentrik, berani, dan muda.
”Banyak orang datang ke disko dengan karakternya masing-masing tahun itu. Kami lihat ada kesamaan dengan anak zaman sekarang yang ekspresif,” kata Liza saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (22/8).
Salah satu yang ditampilkan saat peragaan busana tempo hari berwarna merah dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bagian kepala dihiasi pita superbesar. Busananya berupa crop top berlengan panjang yang gembung di pergelangan tangan (bishop sleeve).
Bawahannya tampak seperti terusan yang terbuat dari material berbeda-beda. Sebagian material terbuat dari bahan semi-transparan dengan serat vertikal. Sebagian lainnya serupa sutra merah dengan aksen lipitan kain atau ruffle. Tampilan itu disempurnakan dengan aksesori serupa tas berbentuk bola disko.
”Kami ingin perempuan bisa tampil cantik, feminin, tapi tidak mengurangi kerennya Danjyo Hiyoji. Kami buat baju yang bisa mix and match dan bahannya mendukung kegiatan indoor serta outdoor. Ini seperti gambaran gaya generasi Z,” kata Dana.
Kesan muda dan kawaii ditampilkan pula oleh Amot Syamsuri Muda. Desainer spesialis pakaian lelaki ini memadukan karakter Hello Kitty pada rancangannya. Koleksi kali ini merupakan hasil kolaborasi dengan Hello Kitty untuk merayakan usia ke-45 tahun si kucing putih dari Jepang itu.
Amot mengakui sempat takut menerima tawaran kerja sama ini. Pasalnya, Hello Kitty erat dengan kesan feminin dan imut. Kesan itu sempat dinilai sulit untuk diolah jadi busana laki-laki. ”Tapi aku akhirnya mengambil kesempatan ini. Why not? Lagi pula ibuku adalah fans berat Hello Kitty,” katanya, Jumat.
Salah satu cara mengakali kesan imut ke konsep yang maskulin adalah membuat karakter itu dalam warna monokrom. Karakter itu juga dipadukan dengan motif army dengan warna biru dan hijau. Ia juga menyiasati desainnya dengan menerapkan potongan khas Jepang dan oversized.
Buat Amot, kunci untuk mendesain baju lelaki adalah memahami keinginan konsumen. Di satu sisi, hal itu tidak boleh menghilangkan kreativitas dan identitas desainer.