Saatnya Geliat Properti di Kertajati
Kertajati, sejak 1 Juli 2019, semakin menggeliat. Sejak dini hari hingga malam, ribuan orang datang dan pergi silih berganti. Aktivitas itu terjadi menyusul pemindahan belasan rute penerbangan domestik dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung, ke Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati, Kabupaten Majalengka. Tumbuh harapan baru pada masa depan.
Dengan pengalihan rute tersebut, terdapat 48 pergerakan pesawat per hari baik lepas landas maupun mendarat. Saat ini ada 11 dari 24 penerbangan lepas landas yang pemberangkatannya dilakukan di bawah pukul 12.00 WIB. Beberapa penerbangan di antaranya terjadi pada pukul 06.00 WIB.
Misalnya, Lion Air rute Kertajati-Makassar terbang pukul 06.00 WIB, disusul Garuda Indonesia rute Kertajati-Denpasar pada pukul 06.20 WIB, Lion Air rute Kertajati-Pontianak pukul 06.45 WIB, Citilink rute Kertajati-Surabaya pada pukul 07.25 WIB, dan maskapai Air Asia rute Kertajati-Denpasar pukul 08.25 WIB.
Untuk penerbangan pagi, mulai pukul 04.00 WIB, calon penumpang sudah harus ada di Bandara Kertajati. Kondisi ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi para calon penumpang, terutama yang berada di Bandung dan sekitarnya, wilayah selatan Jawa Barat atau kawasan Brebes, Purwokerto, dan lainnya.
Demi mencegah keterlambatan, pilihan yang dilakukan adalah mendatangi Kota Cirebon untuk menginap sementara di hotel-hotel yang ada karena penginapan yang memenuhi standar hanya berada di kota itu.
Namun, jarak Kota Cirebon-Bandara Kertajati pun sekitar 64 kilometer sehingga membutuhkan waktu lebih dari 1 jam perjalanan. Di Kawasan dekat bandara, sejauh ini belum tersedia hotel-hotel yang memadai. Kini, baru ada satu hotel berbintang di Majalengka. Itu pun jaraknya sekitar 30 kilometer dari bandara.
Hingga kini, penumpang terbanyak berasal dari wilayah Bandung dan sekitarnya. Tetapi, jarak dari Bandung-Kertajati membutuhkan waktu perjalanan 2,5-3 jam. Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu yang dapat memangkas waktu menjadi di bawah 1 jam baru rampung tahun depan. Saat ini banyak calon penumpang terpaksa menginap di bandara.
”Itu sebabnya, yang paling mendesak saat ini adalah investasi hotel di sekitar bandara. Tahun depan, kami optimistis ada hotel. Bandara sebesar ini saja bisa dibangun selama 2,5 tahun, apalagi, hotel,” ujar Direktur PT Badan Internasional Jabar (BIJB) Muhammad Singgih. PT BIJB merupakan BUMD Jabar yang mengelola bagian komersial Bandara Kertajati.
Peluang investasi
Bandara Kertajati kini melayani penerbangan ke dan dari Denpasar, Surabaya, Medan, Palembang, Pekanbaru, Makassar, Padang, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Batam, dan Lombok. Maskapai yang melayani antara lain Garuda Indonesia, AirAsia, Lion Air, Citilink, dan Xpress Air. Enam hari pertama setelah pemindahan rute itu, tercatat 19.386 penumpang dengan 161 pergerakan pesawat. Bahkan, penumpang yang berjumlah 3.792 orang pada 1 Juli meningkat hingga 4.109 penumpang pada 5 Juli.
Fakta ini menjadi peluang bagi industri properti. Itu sebabnya, PT BIJB berencana membangun hotel kapsul dengan 20 kamar di lantai 3 Terminal Bandara Kertajati. Saat ini, terminal seluas 96.280 meter persegi masih lengang. Area komersial sekitar 15.000 meter persegi belum sepenuhnya dimanfaatkan. ”Namun, kami masih mengkaji kelayakan hotel kapsul ini secara teknis,” lanjut Singgih.
PT BIJB juga telah menyiapkan kawasan komersial 12 hektar yang berjarak sekitar 600 meter dari terminal bandara. Direncanakan, kawasan yang masih berupa tanah lapang itu mencakup area hotel, area retail, taman publik, dan tempat pertemuan bisnis. Kawasan itu membutuhkan investasi Rp 877 miliar.
Area hotel dibagi tiga, yakni untuk bintang dua seluas 4.439 meter persegi, bintang tiga dengan luas 6.926 meter persegi, serta hotel bintang empat seluas 13.322 meter persegi. Konsep yang ditawarkan adalah build operate transfer.
Dalam hal ini, investor bisa membangun, lalu memanfaatkan dalam jangka waktu tertentu, kemudian menyerahkan ke pemegang hak atas tanah. Dengan cara itu, investor tidak perlu membeli tanah, termasuk mengurus pembebasan lahan. ”Sudah ada 16 pengusaha yang berminat membangun hotel bintang dua dan tiga,” ujarnya. Namun, menurut Singgih, jangka waktu pemanfaatan dan harganya masih dalam tahap pembicaraan.
Selain di dalam bandara seluas 1.800 hektar, areal 3.480 hektar di luar bandara juga bakal menjadi kota bandara atau aerocity. Kawasan itu terbagi dalam kluster bisnis, hub logistik, tempat tinggal eksklusif, energi, kedirgantaraan, dan pusat teknologi.
Untuk tahap awal, apartemen 15 lantai berisi 1.680 unit akan dibangun PT PP Properti Tbk dan PT BIJB Aerocity Development, anak perusahaan PT BIJB. Lokasinya di Desa Palasah, Kertajati, 4 kilometer dari bandara.
”Menurut rencana, September ini peletakan batu pertama pembangunan apartemen di sekitar bandara. Dari 300 hektar, sekitar 70 persen sudah dibebaskan,” ujar Direktur PT BIJB AD Alfiansyah.
Terus berkembang
Dari studi kelayakan PT BIJB, hingga tiga tahun beroperasi, Bandara Kertajati akan menampung 5,3 juta penumpang. Bahkan, dengan pengembangan berikutnya, bandara dapat melayani 7,9 juta penumpang untuk tahun kelima beroperasi.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) M Awaluddin meyakini, Kertajati mampu melayani 200 pergerakan dari saat ini rata-rata 30 pergerakan pesawat per hari. ”Kalau ada permintaan rute, kami pasti buka. Ini saja sudah ada beberapa maskapai yang ingin membuka rute baru, seperti Kertajati-Manado,” ujar Dirjen Perhubungan Udara Polana Banguningsih.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, masa depan Bandara Kertajati cerah karena termasuk dalam kawasan segitiga emas bersama Cirebon dan Pelabuhan Patimban, Subang. ”Presiden (Joko Widodo) sangat konsentrasi dengan hal ini. Patimban akan setara dengan Pelabuhan Tanjung Priok yang melayani ekspor. Mei tahun depan, Patimban beroperasi,” ujarnya.
Executive Assistant Manager Aston Cirebon Niken Damayanti menilai, kehadiran Bandara Kertajati menggairahkan sektor properti di sekitarnya. ”Sejak awal Bandara Kertajati dibangun, kami sudah ke sana untuk menjajaki kerja sama. Saat ini, kami menawarkan harga khusus bagi awak pesawat,” ujarnya.
Niken yakin, kehadiran infrastruktur, apalagi bandara, bakal mendatangkan lebih banyak orang. Terbukti, sejak ada Jalan Tol Cikopo-Palimanan, tingkat okupansi Aston Cirebon meningkat hingga 16 persen dibandingkan sebelum ada tol. ”Orang dari luar Jawa yang ingin berbisnis di Cirebon kini tidak lagi perlu naik pesawat ke Jakarta atau Bandung,” ujarnya. Apalagi, industri kini bergerak ke Majalengka dan Cirebon bagian timur.
Meski demikian, Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Jabar Joko Suranto meminta kepastian infrastruktur yang terkoneksi ke bandara.