Film Drama dan Kehidupan Sosial Masyarakat
Berdasarkan data daftar 15 film terlaris periode 2009-2019, genre film yang paling banyak ditonton adalah genre drama. Kesukaan publik pada film drama merupakan cerminan nyata dari kehidupan sosial masyarakat.
Lagu cinta melulu…/Kita memang benar-benar Melayu…/Suka mendayu-dayu…
Demikian potongan lirik lagu ”Cinta Melayu” yang dipopulerkan oleh grup band Efek Rumah Kaca. Lagu yang dirilis 2007 itu menyindir banyaknya lagu bertemakan cinta yang membanjiri pasar musik dalam negeri.
Tak hanya pasar musik, industri film nasional juga dibanjiri film-film bertemakan cinta-cintaan. Maka tak heran, drama menjadi genre film yang paling digemari atau paling banyak mengundang penonton ke bioskop.
Berdasarkan riset yang dilakukan Kompas dengan mengambil data daftar 15 film terlaris periode 2009-2019 dari situs filmindonesia.or.id, genre film yang paling banyak ditonton adalah genre drama. Dari total penjumlahan 15 film terlaris setiap tahun selama 10 tahun terakhir yang bergenre drama, film bergenre drama ditonton 132,16 juta penonton.
Adapun genre film terlaris kedua adalah film horor. Dari total penjumlahan 15 film terlaris setiap tahun selama 10 tahun terakhir yang bergenre drama, film bergenre horor ditonton 96,69 juta penonton.
Di peringkat ketiga genre film terlaris di Indonesia adalah genre film komedi. Dengan metode penghitungan yang sama, film bergenre komedi ditonton 41,18 juta penonton. Adapun genre film action, thriller, dan lainnya berada di belakang genre drama, horor, dan komedi.
Meski drama menjadi genre yang paling banyak digemari, nyatanya film dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah industri film Indonesia bergenre komedi. Film dimaksud adalah Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! part 1, dengan jumlah penonton 6,85 juta penonton.
Barulah di posisi runner-up film terlaris adalah film bergenre drama, yaitu Dilan 1990 yang ditonton 6,31 juta penonton.
Meski film drama bukan menjadi film terlaris sepanjang sejarah, selama periode 2009-2019, genre film drama delapan kali menjadi yang paling banyak ditonton sepanjang tahun.
Hal itu terjadi pada 2009 melalui film Ketika Cinta Bertasbih yang ditonton 2,1 juta penonton. Kemudian, 2010 melalui film Sang Pencerah (1,10 juta penonton), 2011 melalui film Surat Kecil untuk Tuhan (748.000 penonton), 2012 melalui film Habibie & Ainun (4,58 juta penonton), dan 2013 Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1,72 juta penonton).
Selanjutnya, genre drama menjadi film terlaris pada 2015 melalui film Surga yang Tak Dirindukan (1,52 juta penonton) dan 2018 melalui Dilan 1990 (6,31 juta penonton). Sementara tahun ini, sampai dengan 18 Juli, film terlaris adalah bergenre drama melalui film Dilan 1991 (5,25 juta penonton).
Adapun film genre non-drama, pada periode 2009-2019 hanya berhasil menjadi film terlaris sepanjang tahun sebanyak tiga kali. Ini terjadi pada 2017, yaitu film Pengabdi Setan (4,2 juta penonton), tahun 2016 melalui film bergenre komedi yakni Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! part 1, dan pada 2014 melalui film bergenre komedi, yakni Comic 8.
Cerminan masyarakat
Sosiolog Universitas Padjadjaran Budi Rajab mengatakan, kesukaan publik pada film drama merupakan bentuk cerminan nyata dari kehidupan sosial masyarakat. Cerita dan konflik percintaan yang ditampilkan di film-film itu relevan dan dekat dengan kehidupan masyarakat sehingga penonton seakan sedang becermin dengan kehidupannya sendiri.
”Masyarakat menyukai film drama karena mereka mengasumsikan jalan cerita dan tokoh film itu ini mirip dengan kisah hidup bahkan harapan dan keinginan masyarakat,” ujar Budi yang dihubungi pada Jumat (19/7/2019).
Selain itu, paparan sinetron yang disiarkan stasiun televisi turut membentuk selera masyarakat untuk menyukai film bergenre drama. Apalagi ada sinetron yang masa tayangnya hingga bertahun-tahun.
”Keberlangsungan sinetron untuk bisa tayang bertahun-tahun ini menunjukkan banyak penonton yang meminati tayangan seperti ini. Selama bertahun-tahun praktik ini diperagakan industri televisi sehingga turut membentuk selera masyarakat soal film,” ujar Budi.
Sutradara film Livi Zheng berpendapat, film bergenre drama kemungkinan lebih diminati karena muatan cinta di dalamnya.
”Tema tersebut dinilai universal sehingga bisa dipahami oleh mayoritas penonton,” ujar Livi.
Strategi kesuksesan
Meski demikian, menurut Livi, hal terpenting untuk menyukseskan film bukan dari pemilihan genrenya, melainkan dari bangunan ceritanya. Jika ceritanya tidak menarik, kemungkinan film yang dibuat juga akan kurang bagus sekalipun genre yang dipilih genre favorit.
”Buat saya story comes first, genre is secondary,” ujar Livi.
Dari pengamatan dosen Program Studi Film Universitas Bina Nusantara, Ekky Imanjaya, film-film Indonesia yang sukses di pasaran pun bukan semata karena pemilihan genre-nya. Film-film itu sukses karena berhasil memadukan strategi penggarapan dan pemasaran film.
Film-film yang sukses itu pun biasanya sudah punya basis massa yang kuat. Biasanya film-film yang diangkat dari novel bisa berujung kesuksesan. Sebab, biasanya penonton film juga merupakan pembaca novel itu.
Contohnya, Dilan 1990 dan Dilan 1991 yang sukses besar di pasaran. Sebelumnya ada Laskar Pelangi (2008) yang juga meledak di pasaran, yang lebih dulu dikenal melalui novel dengan judul yang sama.
Selain mengangkat cerita dari novel, produser film juga kerap mengangkat kembali tokoh-tokoh yang sudah punya nama untuk difilmkan.
Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! part 1 yang bertengger jadi film terlaris sepanjang masa menunjukkan hal itu. Menurut Ekky, film ini sukses besar lantaran memanfaatkan kerinduan masyarakat akan trio pelawak legendaris Warkop yang digemari oleh segala kalangan usia dan lapisan masyarakat.
”Jika ditambah penggarapan yang bagus, aktor dan aktris yang hebat, film-film dengan basis masa yang kuat lebih besar kemungkinan untuk meledak di pasaran,” ujar Ekky.