Tak sedikit pekerja duduk yang terjebak pada kondisi sedenter atau kurang bergerak karena tuntutan kerja. Secara akumulasi, kondisi itu dapat berdampak pada risiko terjadinya penyakit-penyakit kronis.
Oleh
Fajar Ramadhan
·4 menit baca
Tak sedikit pekerja duduk yang terjebak pada kondisi sedenter atau kurang bergerak karena tuntutan kerja. Secara akumulasi, kondisi itu dapat berdampak pada risiko terjadinya penyakit-penyakit kronis.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan tingginya prevelensi penyakit tidak menular di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas fisik. Sebanyak 26,1 persen penduduk Indonesia digolongkan kurang aktif. Angka tersebut meningkat pada Riskesdas 2018 menjadi 33,5 persen.
Tak sedikit para pekerja duduk yang mengeluhkan nyeri punggung bagian bawah pada fase awal. Lebih dari itu, pekerja duduk rentan terjangkit penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, dan kanker.
Kondisi tersebut membuat anggota staf pengajar Program Studi Kedokteran Olahraga Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Listya Tresnanti Mirtha, mengembangkan alat latihan kardiorespirasi berbasis pijak kaki Kinesia melalui disertasinya. Alat tersebut ditujukan untuk pekerja duduk agar tetap bisa melakukan latihan fisik dengan tetap menjaga posisi ergonomis tanpa meninggalkan meja kerja.
”Rata-rata, mereka duduk selama 4-9 jam per hari. Gaya hidup semacam ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan bijak,” ujar dokter spesialis kedokteran olahraga di Rumah Sakit UI tersebut.
Listya berhasil mempertahankan disertasinya tersebut yang berjudul ”Model Alat Latihan Kardiorespirasi Berbasis Pijak Kaki Kinesia: Efektivitas terhadap Peningkatan Kebugaran Jasmani Pekerja Duduk” pada Senin (1/7/2019) untuk meraih gelar doktoral.
Menurut dia, melakukan latihan fisik saat bekerja sudah terbukti tidak mengganggu konsentrasi seseorang. Justru dengan melakukan latihan fisik, hormon katekolamin dan endorfin seseorang bisa meningkat sehingga membuatnya lebih fokus, bersemangat, dan berenergi dalam bekerja.
Pekerja yang bugar juga akan memiliki kualitas kemampuan kerja yang lebih baik dan memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami episode sakit dibandingkan dengan yang tidak bugar. Duduk dalam jangka waktu lama memang pada akhirnya akan mengurangi produktivitas karena keluhan kesehatan yang ditimbulkan.
Penelitian ini berhasil diwujudkan melalui tiga tahapan. Pertama yaitu pengembangan model alat latihan pada Januari 2016-Februari 2018. Tahap selanjutnya yaitu penentuan validitas alat latihan pada April-Juli 2018 dan tahap pembuktian efektivitas alat latihan pada Agustus 2018-Januari 2019.
Hasilnya, alat latihan kardiorespirasi Listya mampu meningkatkan prediksi volume O2 maksimal atau VO2Maks pekerja duduk meskipun hanya dengan nilai kepatuhan sebesar 39,7 persen selama 12 minggu. VO2Maks adalah nilai yang menggambarkan kebugaran jasmani seseorang.
Melalui alat itu, pekerja duduk hanya perlu menggerakkan kedua kaki memanjang dan memendek menyerupai gerakan mengayuh sepeda air. Dari situ, akan ada banyak otot yang bergerak sehingga memiliki manfaat lebih besar pada kesehatan jantung.
Menurut Listya, alat tersebut didesain agar multifungsi. Jika tidak digunakan untuk latihan, alat tersebut bisa menjadi pijakan kaki untuk mempertahankan posisi ergonomis pekerja. Untuk para pekerja medis, alat tersebut bisa digunakan sebagai alternatif untuk pengukur prediksi daya tahan kardiorespirasi dan tingkat kebugaran seseorang.
”Berdasarkan standar keselamatan dan kesehatan pekerja perkantoran, posisi kaki saat duduk yang baik adalah mendatar di atas lantai. Jika tidak memungkinkan, bisa menggunakan pijakan kaki,” katanya.
Meski begitu, Listya menegaskan bahwa alat kardiorespirasi tersebut akan mencapai hasil yang optimal apabila dikemas dalam sebuah program latihan khusus lantaran pekerja duduk adalah salah satu populasi yang unik. Alhasil, Listya juga menginisiasi Program Latihan Fisik Berbasis Tempat Kerja dengan menggunakan model alat latihan yang dikembangkan ini.
Ada aturan yang harus dipatuhi pekerja duduk untuk mendapatkan hasil latihan fisik yang diharapkan, yaitu dilakukan dengan baik, benar, terukur, dan teratur. Perlu diketahui bahwa penggunaan alat ini tetap memerlukan peregangan dan pendinginan yang sudah dimasukkan ke dalam program. Adapun tantangan terbesar adalah menjaga kepatuhan pengguna.
”Ada target latihan yang mesti dipenuhi, yaitu 60-85 persen denyut nadi maksimal. Sementara itu, denyut nadi maksimal dapat dihitung dari 220 dikurangi usia,” kata Listya.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya M Irfanuddin mengatakan, penyakit degeneratif yang paling berisiko karena kurangnya aktivitas fisik antara lain stroke dan jantung koroner. Dengan gaya hidup saat ini, penyakit tersebut banyak dijumpai pada orang berusia 30 tahun.
”Kalau dulu, penyakit-penyakit tersebut sering dijumpai pada orang berusia 50-70 tahun, tapi sekarang dijumpai pada orang berusia 30 tahun. Itulah pentingnya aktivitas fisik,” katanya.