Cantik, Gaya, Tetap Hemat
Menyewa baju rancangan desainer dan item mode lainnya, seperti tas bermerek, kini sudah jadi bagian gaya hidup. Orang tak lagi sungkan atau ragu menyewa demi penghematan sekaligus kepedulian lingkungan. Yang pasti, tampil cantik, gaya, dan hemat adalah ”koentji”.
Havani Irene (30) bermukim di kota kecil Palopo, Sulawesi Selatan. Jaraknya lebih kurang 378 kilometer dari ibu kota Sulawesi Selatan, Makassar. Perjalanan dengan mobil dari Palopo ke Makassar makan waktu 8-9 jam atau 50 menit dengan pesawat.
Tinggal di kota kecil seperti Palopo membuat Vani yang senang bergaya dengan berbagai ragam busana kesulitan menemukan baju-baju yang cocok dengan seleranya. ”Kalau di Palopo, kan, terbatas tempat belanja bajunya. Maklum kota kecil,” ujar Vani, pertengahan Mei 2019.
Untuk memenuhi kebutuhan mode itu, Vani menyiasatinya dengan berbelanja ke Jakarta. Baju-baju pilihannya beragam, mulai kaus untuk gaya kasual hingga gaun untuk kebutuhan formal.
”Di Jakarta banyak pilihan. Mau cari apa saja ada,” kata Vani. Setiap bulan, dia menyediakan anggaran belanja baju Rp 2 juta-Rp 3 juta. Sudah tentu, koleksi bajunya terus bertambah tiap bulan, menyesaki lemari baju.
Sejak menemukan Style Theory (ST), usaha rintisan penyewaan baju desainer secara daring pada April 2018, kebutuhan Vani akan mode makin terpenuhi. Ia mendaftarkan diri menjadi pelanggan (subscriber) meski ”wilayah operasi” ST di Jakarta.
”Awalnya karena waktu itu ada undangan pesta. Terus kalau beli baju 1 bulan 3 kali untuk pesta, kan berat di ongkos, ya. Jadi, ya sudah, rental saja,” kata Vani.
Dia menemukan ST di media sosial karena ST tengah gencar berpromosi. Sukses merintis usaha di Singapura tahun 2016, ST melebarkan sayap ke Indonesia sejak November 2017.
Dulu, Vani membayar Rp 999.000 per satu bulan. Harganya lalu turun menjadi Rp 590.000 per 6 bulan. Baju yang bisa disewa tak terbatas. Sekali sewa 3 potong baju. ”Tapi bisanya dua kali saja sebulan. Maksimal 3 kali karena, kan, aku di Palopo,” kata Vani.
Vani menggunakan alamat kerabatnya yang tinggal di Pluit, Jakarta Utara, untuk pengiriman paket dari ST. Dari Pluit, paket dikirim kerabatnya ke Palopo. ”Jelas nambah ongkos lagi. Kadang Rp 70.000 sekali kirim, kadang juga lebih kalau pakai jasa pengiriman berbeda. Waktu sampainya juga jadi lebih lama. Kadang lebih dari seminggu karena ’jalannya’ lama. Tapi gimana lagi, ya,” tutur Vani seraya tertawa.
Selain untuk menghadiri pesta, Vani juga menyewa baju untuk dikenakan saat perjalanan ke luar negeri. Foto-fotonya lalu dia unggah di akun media sosialnya. ”Kan jadi kelihatan banyak bajunya,” kata Vani.
Desainer favorit Vani antara lain Adelyn Ray dengan rancangan modern berbahan lembut seperti chiffon serta Natasha Gan dengan karakter desainnya yang unik tapi chic.
Dia senang mengenakan baju-baju desainer dengan banyak styling untuk menciptakan kesan berbeda. Kadang kasual, elegan, mewah, juga unik. Dia juga kerap memadu-padankan baju-baju desainer itu dengan baju miliknya agar semakin variatif.
”Sejauh ini aku senang karena menyewa baju seperti ini cukup bisa memenuhi kebutuhan style aku. Kalau pakai baju yang itu-itu terus, suka dibilang enggak ada baju. Jadi bete,” kata Vani yang juga kerap menyewa mantel-mantel mahal untuk dikenakan saat trip.
Meski begitu, hobi belanja baju Vani jalan terus. Anggaran tiap bulan tetap habis untuk belanja baju bulanan. ”Habis gimana? Cewek kalau enggak belanja agak stres kayaknya,” katanya seraya tertawa. Dia berangan-angan, kelak bisa membuka usaha serupa di Palopo.
Langkah itu sudah lebih dulu dilakukan Gabriele Lumanauw. Gara-gara sering menyewa baju di salah satu penyewaan baju, Dresscodes, Gabriele lantas menyewakan baju-bajunya. Ia menitipkan empat baju di Dresscodes, di antaranya busana pernikahan. ”Daripada menuhin lemari. Enggak masalah karena sudah enggak dipakai. Lumayan bisa menghasilkan,” ujarnya.
Bagi Gabriele, sewa-menyewa baju bukan barang tabu. Selain menyewakan, Gabriele juga sesekali menyewa baju, terutama saat akan menghadiri undangan kerabat atau sahabat dekatnya. ”Enggak terlalu sering. Kalau cuma undangan biasa, jarang sewa baju. Beli yang simpel,” ujarnya.
Untuk momen spesial yang membutuhkan gaun lebih istimewa, misalnya pesta saudara dekat, pilihan Gabriele jatuh pada penyewaan baju. Dengan sistem sewa, ia mendapat banyak kemudahan karena bisa memilih beragam busana tanpa harus sibuk mengukur untuk potongan jahitan.
”Tinggal coba. Kalau sewa juga lebih banyak modelnya. Lebih bagus daripada beli,” kata Gabriele.
Berhenti belanja
Lain lagi cerita Arininta Shita (33) yang menangani kehumasan sebuah bank di Jakarta. Shita, panggilannya, sudah delapan bulan ini tak lagi membelanjakan uang untuk belanja baju. ”Sekarang enggak lagi,” kata Shita, Jumat (17/5/2019), di Jakarta.
Uang yang semula dialokasikan untuk membeli baju itu oleh Shita ”ditukar” untuk membayar langganan sebesar Rp 590.000 setiap bulan. ”Awalnya karena mau ada cara kawinan. Bosen kalau pakai baju yang itu-itu saja. Terus inget ada Style Theory. Bayar Rp 590.000 untuk satu bulan, tapi bisa pinjam baju unlimited. Ya sudah aku cobain,” ujar Shita.
Informasi tentang ST juga didapat Shita dari media sosial. Sebelumnya, Shita tak pernah menyewa baju. Selalu beli, beli, dan beli. Pengalamannya dengan ST adalah pengalaman pertama. Tiga baju sewaannya berupa gaun yang akhirnya dipakai ke acara kawinan, satu celana, dan satu atasan untuk ke kantor sekaligus acara santai.
”Awalnya emang ada rasa gimana gitu karena, kan, bajunya dipakai barengan sama banyak orang. Tapi setelah baca-baca di web-nya, kalau mereka bekerja sama dengan perusahaan laundry bagus, aku pikir aman-aman saja. Pas datang bajunya juga enggak lecek, bersih kayak baju baru, jadi ya sudah santai,” katanya dengan sedikit terkekeh.
Shita pun lantas ”ketagihan”. Begitu tiga baju pertamanya dikembalikan, Shita kembali menyewa baju hingga berlanjut sampai sekarang. ”Lumayan membantu, sih. Soalnya pilihannya banyak, untuk ke kantor, ke pesta juga. Enggak usah beli baju mahal-mahal. Kalau bosen tinggal pilih yang lain. Looks-nya banyak,” tuturnya.
Shita pernah sampai harus masuk daftar tunggu. Salah satu baju yang ingin sekali dia sewa tak tersedia dan harus menunggu hingga dua minggu. Sepertinya, baju itu sedang diincar banyak orang. ”Jadinya aku masuk waiting list. Untungnya enggak buru-buru. Jadi bisa pilih yang lain dulu,” ungkapnya.
Karena kerap gonta-ganti baju, Shita lantas dipuji teman-teman kantornya. ”Wah, baju baru terus. Lucu-lucu lagi. Gituu...,” kata Shita senang.
Meski terkesan sederhana, bagi Shita, selain menjadi solusi keterbatasan baju, menyewa baju dalam jangka panjang juga jadi cara untuk berpartisipasi mengurangi sampah industri mode yang merupakan penyumbang limbah nomor dua terbesar di dunia.
Terlihat cantik
Gia Margarani Putri, Adv Sales Supervisor MRA Media Printed, tertarik menyewa baju sejak banyak sekali kerabat dan teman-teman dekatnya yang menikah.
”Saya pengin terlihat bagus pakai baju. Maksudnya, baju yang beneran bagus. Tapi kalau harus beli baju terus-terusan untuk setiap nikahan, sayang banget sama uang, karena baju-baju untuk pesta cuma 1-2 kali pakai. Menyewa adalah alasan tepat,” kata Gia.
Mengenakan baju desainer membuat Gia tampil cantik dengan baju yang benar-benar bagus seperti keinginannya, juga cantik saat difoto tanpa harus membeli baju yang dia kenakan. Baginya, mengeluarkan budget Rp 200.000-Rp 250.000 setiap peminjaman tak masalah daripada harus membeli hingga berjuta-juta. ”Saya nyaman menyewa baju karena yang dikirim selalu bersih,” ujarnya.
Gia memiliki beberapa langganan tempat sewa baju. Salah satunya Rent Setter. Selain menyewa baju, di Rent Setter, Gia juga bisa menyewa tas.
Sewa-menyewa tas seperti dilakukan Gia itu juga urusan yang tak kalah heboh. Feni Arista Daniati yang sejak 2016 menyewakan tas-tas bermerek menuturkan, saat ini tren menyewa tas makin tinggi.
”Kalau dulu orang menyewa tas hanya untuk traveling, seperti libur musim panas atau libur akhir tahun, sekarang makin sering. Mulai libur awal tahun, akhir tahun, libur sekolah, sampai Lebaran,” papar Feni.
Sebagai gambaran, dalam kondisi normal, pendapatan Feni dari menyewakan tas bermerek berkisar Rp 10 juta-Rp 15 juta per bulan. Namun, saat Lebaran yang merupakan waktu sewa paling ramai, pendapatannya bisa melonjak hingga tiga kali lipat.
Tas-tas bermerek yang menjadi buruan sangat beragam, mulai merek Coach, Kate Spade, Fendi, Givenchy, Dior, hingga Chanel. Harga sewanya berkisar Rp 200.000 hingga Rp 3 juta-an.
Pelanggan-pelanggan Feni, 50 persen merupakan ibu rumah tangga. Banyak juga pelanggan muda yang berstatus pekerja kantoran dan sebagian lagi mahasiswa.
Belakangan, alasan menyewa tas bahkan sudah merembet hingga untuk acara arisan, halalbihalal, dan pengajian. ”Kalau untuk acara-acara seperti itu, biasanya enggak ada request khusus, apa saja yang lagi ada disewa. Yang penting buat mereka, bisa gonta-ganti,” kata Feni.
Cantik, gaya, dan hemat memang jadi ”koentji”.