Cinta Anne untuk Sleman
Perancang busana Anne Avantie merayakan 30 tahun berkarya dengan menyajikan pergelaran besar di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam pergelaran itu, Anne juga berperan sebagai konseptor seluruh acara yang mencakup ”video mapping”, karnaval busana di jalan raya, hingga pesta kembang api. Meriah!
Pergelaran bertajuk ”Sleman dari Mata Turun ke Hati” itu digelar di pusat perbelanjaan Sleman City Hall, Jumat (21/6/2019) malam. Acara itu diselenggarakan dalam rangka pembukaan Sleman City Hall yang berlokasi tepat di jantung Kabupaten Sleman.
Dalam acara itu, Anne Avantie memainkan dua peran penting sekaligus. Selain sebagai perancang busana yang menyajikan karya-karya busana, Anne juga merancang keseluruhan acara. Oleh pemilik Sleman City Hall, Anne diminta merancang dan menyelenggarakan rangkaian acara untuk memeriahkan pembukaan pusat perbelanjaan seluas 43.461 meter persegi itu.
Menurut Anne, ia menerima permintaan itu karena melihat komitmen Soekeno, pemilik Sleman City Hall, untuk memajukan daerahnya. ”Saya tertarik karena ada kecintaan yang lebih daripada bisnis,” ujarnya kepada Kompas sehari sebelum acara.
Untuk menyelenggarakan acara, Anne mengajak timnya yang tergabung dalam Anne Avantie Production House. ”Dalam perjalanan waktu, Tuhan memberikan berkat dan anugerah. Akhirnya kami memiliki Anne Avantie Production House. Ini yang tidak banyak orang tahu,” kata perempuan kelahiran Semarang, 20 Mei 1965, itu.
Acara ”Sleman dari Mata Turun ke Hati” terdiri atas rangkaian sejumlah kegiatan. Sebelum pergelaran karya Anne digelar, acara didahului dengan karnaval busana oleh para pegiat Jember Fashion Carnaval, video mapping di bangunan Sleman City Hall, lalu pesta kembang api. Video mapping merupakan seni pencahayaan dan proyeksi untuk menghasilkan ilusi optis pada obyek tertentu.
Tiga acara itu digelar secara terbuka di depan gedung Sleman City Hall sehingga warga dengan sandal jepit dan celana pendek bisa ikut menikmati acara itu bersama para tamu undangan yang berdandan habis-habisan.
Sesudahnya, pergelaran karya Anne Avantie yang dimeriahkan sejumlah selebritas, seperti Indra Herlambang, Patricia Gouw, Caren Delano, Indra Bekti, Indy Barends, Chika Jessica, dan Caesar, pun dimulai.
Dalam acara itu, hadir pula para finalis kontes Puteri Indonesia 2019, yakni Frederika Alexis Cull (Puteri Indonesia 2019), Jolene Marie Cholock (Runner-Up 1 Puteri Indonesia 2019), dan Jesica Fitriana Martasari (Runner-Up 2 Puteri Indonesia 2019).
Tapak tilas
Anne menuturkan, pergelaran karyanya yang ditampilkan di Sleman City Hall merupakan acara pertama untuk tapak tilas 30 tahun prosesnya berkarya sebagai desainer. Setelah acara ini, Anne berencana menampilkan pergelaran tapak tilas 30 tahun berkarya di kota lain.
Seperti sudah banyak diketahui, perjalanan Anne sebagai perancang busana di Indonesia dipenuhi lika-liku yang tak mudah. Anne mengawali kariernya pada 1989 dengan tiga orang karyawan dan mesin jahit tanpa dinamo. Meski tidak memiliki bekal pendidikan mode dan hanya lulus SMP, dia berhasil menjadi salah satu perancang busana terkemuka di Indonesia.
Dalam pergelaran ”Sleman dari Mata Turun ke Hati”, Anne Avantie menghadirkan sekitar 100 karya busana yang sebagian besar berupa kebaya. Diiringi musik orkestra dan lantunan lagu dari sejumlah musisi, seperti Lea Simanjuntak, Libero, dan Endah Laras, satu demi satu karya Anne hadir di atas landas peraga.
Pada sesi pertama, Anne menampilkan kebaya-kebaya klasik warna putih yang dipadukan dengan kain batik dominan coklat sebagai bawahan. Sejumlah karya di sesi ini mengingatkan pada kebaya-kebaya yang dipakai pengantin tradisional Jawa. Namun, seperti sudah menjadi ciri khas, Anne selalu memberi sentuhan variasi pada kebaya-kebaya klasik itu.
Variasi itu bisa hadir melalui bentuk kerah yang meninggi dan membalut ketat leher, bagian punggung yang terbuka, atau melalui bentuk asimetris bagian lengan. Sebagai perancang busana, Anne antara lain dikenal berkat kebaya asimetris. Berawal dari kesalahan potong, model kebaya asimetris ala Anne itu justru kemudian terkenal dan menjadi tren.
Sesudah sesi pertama itu, panggung peragaan busana disuguhi berbagai kebaya dengan bentuk yang sangat beragam. Model Patricia Gouw, misalnya, hadir dengan kebaya hitam panjang yang menjuntai ke lantai, sementara artis Chika Jessica tampil dengan kebaya ketat dengan punggung terbuka.
Pada sesi lain, panggung dimeriahkan dengan kebaya yang dipadukan dengan kain tenun lurik dan kain batik lukis yang sungguh menawan. Sejumlah motif batik khas daerah tertentu juga ditampilkan, seperti batik parijoto khas Sleman dan wonogiren yang khas Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Namun, yang paling menyegarkan dari pergelaran ”Sleman dari Mata Turun ke Hati” adalah upaya Anne terus membawa kebaya menjelajahi kemungkinan-kemungkinan tak berbatas. Oleh karena itu, dalam acara ini, ia menampilkan sejumlah desain yang dulu mungkin dianggap menabrak pakem kebaya. Sebab, dalam konteks Indonesia, konon kebaya hanya bisa disebut kebaya apabila dipadukan dengan kain panjang atau sarung.
Dalam acara ini, Anne mungkin telah menabrak pakem itu dengan menghadirkan kebaya terusan panjang dan kebaya yang dipadukan dengan celana panjang. Pada salah satu karyanya, ia bahkan menghadirkan kebaya sebagai baju terusan pendek sebatas paha. Pada sejumlah karyanya, Anne juga memadukan kebaya dengan unsur-unsur busana dari budaya lain, seperti mantel berbulu dan rok tumpuk.
Namun, inti dari pergelaran ”Sleman dari Mata Turun ke Hati” bukan hanya soal pameran busana. Melalui acara itu, Anne ternyata punya misi khusus: ia berharap bisa ikut mengenalkan Sleman ke publik yang lebih luas.
”Saya ingin menyampaikan kepada publik yang lebih luas untuk melihat Sleman,” katanya.