Deretan statis 24 sketsa hitam putih di Visma Gallery, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (26/4/2019), memang sederhana. Setidaknya kesan yang tertangkap saat melihat secara telanjang. Namun, hidup tidak lagi sederhana ketika dilihat dengan aplikasi dalam telepon seluler berjaringan internet.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
Itulah deretan statis 24 sketsa hitam putih dengan sorot kuning lampu dalam ruang sejuk Visma Gallery, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (26/4/2019). “White on Black”, begitu tema pameran sketsa karya Doddy Hernanto alias Mr D.
Sederhana. Setidaknya kesan yang tertangkap saat melihat secara telanjang. Tanpa apa-apa. Hidup tidak lagi sederhana ketika dilihat dengan aplikasi dalam telepon seluler berjaringan internet.
Teringat film-film Harry Potter yang diangkat dari kumpulan novel terlaris JK Rowling. Di film-film tentang kehidupan siswa sekolah sihir itu jamak terdapat adegan lukisan-lukisan bergerak dan bersuara.
Nah, sketsa-sketsa karya Mr D tadi juga mampu bergerak dan bersuara dengan teknik tiga dimensi realitas tertambah (3D Augmented Reality). Untuk menikmati “kehidupan” sketsa statis diperlukan aplikasi SnapCard dan telepon seluler sehingga akan tampil video dan suara.
Tanpa teknologi informasi, sesungguhnya sketsa-sketsa Mr D tetap manis dalam pandangan penulis. Sederhana karena memakai dua media. Kertas hitam yang tebal dan goresan putih dari pensil. Karakter statis Superman, John Lennon, Mahatma Gandhi, Marlon Brando, Libra, dan Freddy Mercury tetap terlihat kuat dan tegas. Kesederhaan kian kuat dengan bingkai sketsa dari kayu yang hitam.
Tampaknya, dalam dunia statis, Doddy ingin menunjukkan dua sisi. Dua dimensi. Hitam dan putih. Sederhana.
Perkembangan teknologi dimanfaatkan untuk kerja seni. Mempermudah aktivitas bukan sebaliknya
Namun, Doddy sendiri bukanlah orang yang statis. Mr D dinamis seperti sifat seni itu sendiri. Seni lentur untuk berkolaborasi dengan apapun. Yang terutama, perkembangan teknologi informasi dicetuskan dalam kerja seni.
Sentuhan teknologi
Doddy bukan orang kemarin sore yang memanfaatkan teknologi informasi. Mr D ini sudah terlebih dahulu dikenal karena inovasi gitar gawai (gadget guitar). Aplikasi gawai dipadukan dengan gitar sehingga senar bisa mengeluarkan efek suara beragam termasuk bunyi alat musik lain bahkan suara latar grup.
Prinsipnya sama. Bunyi gitar saat dipetik ya sederhana tetapi bisa menjadi kaya dengan sentuhan teknologi informasi sehingga menghasilkan bunyi piano, saksofon, suling, dan lainnya.
Dalam sketsa-sketsa yang dipamerkan, Doddy memasukkan AR untuk menghidupkan karya-karyanya. Yang suka dengan kesahajaan ya tak perlu masuk dalam dunia realitas tertambah. Namun, yang suka kejutan dan efek-efek luar biasa, Doddy mengajak masuk dalam perkembangan jagad semu tetapi mampu hadir di dunia nyata.
Bagaimana caranya? Doddy membuat skesta terlebih dahulu. Selanjutnya, membuat video untuk kemudian “ditempelkan” pada sketsa dalam aplikasi SnapCard.
Misalnya, sketsa pohon, ilalang, dan bulan. Pohon yang meranggas total. Tiada daun. Ilalang dan planet bundar. Namun, ketika dilihat dalam aplikasi menjadi video bumi dikelilingi sampah dan muncul tulisan Earth Day (Hari Bumi).
“Perkembangan teknologi dimanfaatkan untuk kerja seni. Mempermudah aktivitas bukan sebaliknya,” kata Doddy.
Untuk melihat hidupnya sketsa-sketsa itu, unduh aplikasi SnapCard lalu daftar dan aktivasikan. Datanglah ke lokasi pameran. Pindai QR Code On Finger di banner dekat pintu masuk ruang pameran sehingga muncul opsi swafoto dengan Mr D dan AR experience untuk melihat efek tiga dimensi pada sketsa. Arahkan gawai atau sabak ke sketsa-sketsa dan nikmati “kehidupannya”.
Boleh jadi yang dilakukan Doddy akan membuat publik mendefinisikan ulang tentang seni rupa khususnya sketsa. Apakah kemudian kita terjebak dalam pemahaman? Atau membiarkannya berkembang bahkan tiada batas dan melampaui pemahaman?
White on Black merupakan pameran kedua bersama SnapCard. Sebelumnya, Maret 2019, Mr D berpameran di Bali. Pameran di Surabaya dimulai bertepatan dengan peringatan Hari Bumi yang jatuh 22 April 2019.
CEO at SnapCard Indonesia Budi Sinaga Nandang mengatakan, sketsa yang dipamerkan memang dihasilkan dalam dua tahap. Sketsa digambar dan ditempel di dinding dan aplikasi tiga dimensi untuk ditayangkan melalui aplikasi.
Menurut Budi, SnapCard sudah ada sejak 2017 yang diawali dengan produk pengganti kartu nama. “Kerjasama dalam dunia seni baru pertama kali diwujudkan dengan Mr D,” katanya.