Hong Kong terus berbenah. Pada dekade 1960 hingga 1980-an, kota ini pernah dikenal sebagai negeri para ”kerah biru”, sektor industri menjadi primadona. Sejalan dengan perkembangan zaman, kawasan ini berubah, antara lain dengan sentuhan seni.
Jauh sebelum pengembalian Hong Kong oleh Inggris ke China pada 1997, banyak industri, terutama tekstil dan garmen, juga mengalami kemunduran. Pemerintah Kawasan Administratif Khusus Hong Kong (HKSAR) pun mencari strategi baru untuk bertahan. Salah satunya dengan mengubah branding Hong Kong menjadi ”Kota Dunia Asia”.
Perubahan juga dilakukan, tak terkecuali di sektor pariwisata, seni, dan budaya. Sejumlah bangunan tua dan bersejarah, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta, dirombak untuk ditata ulang dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Bangunan-bangunan warisan budaya itu lalu diubah fungsinya menjadi pusat-pusat berkesenian dan juga galeri-galeri seni.
Sebut saja Pusat Warisan dan Kesenian Tai Kwun serta bekas kompleks pabrik pemintalan benang milik Nan Fung Textiles di Tsuen Wan. Keduanya sama-sama menjadi saksi sejarah masa lalu Hong Kong. Atas undangan Pemerintah HKSAR, Kompas berkesempatan mengunjungi galeri-galeri seni ini dalam rangkaian peliputan pameran seni kontemporer Art Basel 2019.
Tai Kwun
Tai Kwun, yang juga berarti ”Big Station”, dahulu dikenal sebagai kompleks para penegak hukum. Di dalamnya terdapat area (compound) tempat berdirinya sejumlah bangunan tua bersejarah, dibangun bahkan sejak pertengahan abad ke-19 di bawah pemerintahan kolonial Inggris.
Ada belasan bangunan bersejarah dalam kompleks Tai Kwun. Markas besar kepolisian, gedung pengadilan, serta bangunan penjara, yang juga dikenal dengan nama The Gaol atau Victoria Gaol dan Penjara Victoria. Selain itu, setiap institusi juga memiliki barak tempat tinggal para personel dan gudang senjata.
Semuanya kini dilestarikan dan direstorasi. Selain merestorasi kompleks bangunan bersejarahnya, pemerintah bekerja sama dengan lembaga nirlaba The Hong Kong Jockey Club juga membangun dua gedung baru hasil rancangan dua arsitek ternama dunia, Jacques Herzog dan Pierre de Meuron.
Kedua bangunan baru itu, JC Contemporary dan JC Cube, menjadi bagian dari 16 bangunan lama yang ada. Proses restorasi dilakukan sejak tahun 2006 setelah kompleks itu resmi tak digunakan lagi.
Pada Oktober 2007, alokasi anggaran restorasi sebesar 3,8 miliar dollar Hong Kong, setara Rp 6,8 triliun, ditetapkan. Besaran anggaran tersebut menjadikan proses restorasi Tai Kwun sebagai proyek restorasi terbesar yang pernah dilakukan di Hong Kong. Proses restorasi dan revitalisasi selesai dan tempat itu dibuka untuk umum pada tahun 2018.
Menurut Head of Arts Tai Kwun Contemporary Tobias Berger, selain menjadi lokasi tujuan wisata sejarah, kawasan Tai Kwun kini juga menjadi galeri bergengsi dan berstandar dunia. Selain itu, Tai Kwun juga digunakan untuk pusat pergelaran seni pertunjukan, seperti teater dan musik.
Kedua bangunan baru itu juga memiliki fasilitas beragam. Dengan area seluas 1.500 meter persegi dan tinggi langit-langit mencapai 7 meter, gedung JC Contemporary cocok difungsikan sebagai galeri berstandar museum, tempat beragam ekshibisi karya seni kontemporer bisa digelar.
Sementara JC Cube, dilengkapi ruang auditorium berkapasitas 200 kursi, membuatnya cocok dipakai untuk beragam keperluan, mulai dari pemutaran film, konser musik, pertunjukan seni, seminar, hingga konferensi. ”Kami berencana per tahun ke depan akan ada enam hingga delapan kali pameran,” ujar Berger.
The Mills
Selain Tai Kwun, pabrik tekstil Nan Fung yang berada di kawasan kota dekat pantai, Tsuen Wan, juga dirombak menjadi pusat berkesenian, seperti galeri, sekaligus wisata peninggalan sejarah. Pabrik tekstil ini didirikan oleh seorang konglomerat Hong Kong asal Shanghai, Chen Din-Hwa, tahun 1954.
Pada dekade 1960-an, kawasan Tsuen Wan memang dikenal sebagai pusat industri, terutama tekstil dan garmen. Sempat ada setidaknya 205 pabrik di area itu. Nan Fung Textiles pada masa keemasannya, era 1980-an, mempekerjakan hingga 3.000-an buruh di enam fasilitas pabrik pemintalan (mill) miliknya.
Seiring pasang surut dan perkembangan teknologi, industri tekstil di Hong Kong mengalami kemunduran, terutama pada era 2000-an. Nan Fung Textiles dua kali diempas krisis, tahun 1985 dan 2008. Pada krisis pertama, mereka terpaksa menutup tiga dari enam fasilitas pemintalannya.
Pada krisis kedua, tahun 2008, perusahaan itu akhirnya menyerah dan menutup pabriknya. Pada 2014, fasilitas pemintalannomor 6 direstorasi dan direvitalisasi oleh sang pendiri. Hal itu sebagai bentuk penghargaan terhadap sejarah dan keberadaan masa lalu industri yang telah menghidupi banyak keluarga serta perekonomian Hong Kong.
Sebanyak 400 juta dollar Hong Kong, setara Rp 721 miliar, dialokasikan untuk restorasi dan revitalisasi itu. Prosesnya memakan waktu empat tahun. Selain menjadi Museum Nan Fung Textiles, area Mill 6 juga diubah menjadi galeri pamer karya seni kontemporer, terutama yang terkait dengan tekstil, dikenal sebagai The Mills.
Museum perjalanan sejarah pabrik tekstil Nan Fung ini menyimpan sejumlah
peralatan dan mesin-mesin masa lalu yang dipertahankan. Ada pula fasilitas mesin realitas virtual tiga dimensi. Pengunjung bisa mencobanya dan merasakan simulasi pekerjaan yang dilakukan para buruh dahulu saat memintal kapas menjadi benang, lalu menjadi kain bahan tekstil.
The Mills juga memiliki fasilitas desain dan seni kontemporer, disebut juga Centre for Heritage, Arts and Textile (CHAT), yang berfungsi sebagai pusat seni nirlaba. Bersama CHAT, para pengunjung diajak terlibat dalam sejumlah program belajar bersama dan berdialog multidisiplin untuk memahami budaya tekstil.
Melalui CHAT, para pengunjung juga dapat menelusuri kembali jejak sejarah industri tekstil di Hong Kong sekaligus menikmati beragam pergelaran seni kontemporer. Pameran seni itu rutin digelar di dua galeri yang tersedia di lantai dua gedung.