Racikan Riasan yang Mendunia
Di dunia yang makin konsumtif, kebutuhan tampil menawan menjadi suatu keniscayaan. Riasan pun bagai kebutuhan pokok. Tingginya minat untuk merias diri menjadikan profesi make-up artist naik daun. Profesionalitas seniman rias bisa dilihat dari ragam klien, dari orang biasa hingga elite Hollywood.
Make-up artist (MUA) asal Indonesia yang ngehits seperti Bubah Alfian, Anpa Suha, Intan Sahrini, dan Archangela Chelsea Yusuf telah malang melintang di kancah internasional. Deretan selebritas papan atas Tanah Air hingga Hollywood menjadi klien yang menuntut riasan mumpuni dengan tarif jutaan hingga puluhan juta rupiah. Luna Maya, Bunga Citra Lestari, Rossa, Raisa, Angel Pieters, hingga Miss Universe 2018 Catriona Gray pernah menggunakan jasa MUA Bubah Alfian (31).
Saking piawainya, lelaki asal Jember, Jawa Timur, ini pernah mendapat tawaran merias di acara pernikahan kerajaan negara tetangga bertahun lalu. Meskipun calon klien tersebut rela membayar Rp 500 juta, ia menolak karena jadwalnya bentrok dengan klien lain.
Sebagai MUA, Bubah tidak hanya piawai memulaskan kosmetik, ia juga berkepribadian hangat. Dua hal ini jadi modal besar untuk membangun jaringan konsumen. ”Make-up menjadi mahal karena ada event tertentu. Selain itu, saya selalu memberi yang terbaik. Saya tidak peduli jika fee-nya lebih murah karena kualitas yang utama,” kata Bubah, Kamis (11/4/2019).
Upayanya membangun jaringan dimulai ketika ia menjadi hair stylist. ”Saya kerja keras banget, tapi saya sangat menikmatinya. Saat membangun karier di Jakarta, saya hanya libur empat hari dalam setahun. Kerja pun 20 jam sehari. Saya juga ke mana-mana naik motor buat merias,” tutur Bubah yang pindah ke Ibu Kota pada 2011.
Puncaknya, pada 2013, Bubah didapuk menjadi MUA pada acara televisi America’s Next Top Model musim ke-20 di Bali. Kesempatan ini terang menjadi lompatan karier yang signifikan buat Bubah. Ia juga ditunjuk sebagai salah satu juri acara televisi AS, The Amazing Race.
Menurut Bubah, ada sejumlah etika yang harus diikuti kala merias selebritas. Ia wajib mengikuti make-up look yang sering digunakan sang klien. Namun, yang pasti, ia selalu merias berdasarkan kepribadian klien tersebut. ”Kata orang-orang, kekhasan make-up saya ada di mata klien yang tampak hidup. Saya cuma menonjolkan mata dengan eyeliner atau eye shadow,” ucapnya.
Tak hanya pesohor, masyarakat seperti Cindy Kartika Sari memilih menggunakan jasa MUA terutama jika ada acara spesial. Ia rela mengalokasikan jutaan rupiah untuk jasa MUA karena hasilnya dijamin mampu menonjolkan karakter pribadinya. ”Bisa sih make-up sendiri, tapi tetap ada keraguan akan hasil. Jutaan rupiah, tapi enggak luntur, enggak kayak tembok didempul. Seharian awet,” lanjutnya.
Kerja keras
Ditemui di apartemennya di kawasan Taman Anggrek, Jakarta Barat, MUA Archangela Chelsea Yusuf (26) yang berhasil menembus pasar rias Hollywood, Amerika Serikat, menunjukkan kerja keras yang harus dilakoninya. Baru saja pulang dari pekerjaan merias dari pagi hingga sore, kedua tangannya menarik koper besar seolah baru saja pulang dari perjalanan jauh. Koper-koper yang dijinjingnya itu ternyata berisi alat rias beraneka ragam.
Sejak pulang ke Indonesia tiga tahun lalu, ia harus membangun jejaring dari nol. Ia ”memasarkan” diri dengan mengontak semua wedding planner dan rumah produksi artis. Chelsea bekerja keras bangun pukul 3 dini hari ketika harus mendandani di acara pernikahan. Ia tak mencicipi liburan karena kesibukan menggunung justru pada akhir pekan. ”Kasih service the best. Yang terpenting, klien happy,” ujar Chelsea.
Sebelumnya, ia malang melintang sebagai MUA di Hollywood, Los Angeles, selama enam tahun. Di AS, ia antara lain menjadi perias untuk America’s Next Top Models, Los Angeles Fashion Week, hingga Pasadena Fashion Show. Deretan artis Hollywood yang pernah dia rias antara lain Elizabeth Olsen, Olivia Munn, dan Bebe Rexha.
Chelsea mencermati, ada perubahan drastis bergesernya paradigma masyarakat dalam memandang profesi MUA. Sejak lima tahun terakhir, MUA jadi primadona dan bahkan sudah menjadi cita-cita yang ingin diraih anak-anak muda. ”Konotasinya tak lagi jelek. Dulu, dianggapnya sekadar tukang, akhir-akhir ini jadi keren,” ucap Chelsea yang mulai merias sejak usia 15 tahun di Surabaya, Jawa Timur.
MUA asal Indonesia lainnya yang hingga kini masih menetap di New York, Intan Sahrini, mengawali karier dari kursus fashion make-up di Chic Studio Makeup School, lalu melanjutkan sekolah di Makeup Forever Academy. Ia kemudian diberikan kesempatan bekerja sebagai volunter di Bronx Fashion Week yang menjadi titik tolak untuk membangun jejaring di New York.
Intan mematok harga per jam 30-35 dollar AS untuk film, 100 dollar AS per 2-3 jam untuk majalah, dan 300-500 dollar AS untuk pernikahan. ”Di Indonesia, semua orang ingin putih, sedangkan di New York, semua orang ingin terlihat natural untuk kulit dan foundation-nya. Kalau ada yang berkulit coklat menjadi putih, mereka akan marah sekali karena mereka ingin sesuai dengan warna kulit aslinya,” tutur Intan yang juga pernah merias di New York Fashion Week.
Baik Chelsea maupun Intan terbiasa mengerjakan riasan hingga yang paling unik. Dalam ajang pergelaran mode, misalnya, muka cantik harus terlihat seperti muka putih ala geisha. Ada lagi riasan wet look seperti sehabis mandi atau acak-acakan ala avant garde. Mereka juga mengerjakan lukisan wajah sesuai tema para desainernya.
Advokasi kecantikan
MUA lain yang banyak dicari, Anpa Suha, mematok harga dari Rp 2,5 juta sampai Rp 20 juta untuk riasan pernikahan. Kliennya mulai dari pejabat hingga selebritas.
Setiap MUA, menurut Anpa, harus punya kekhasan sendiri. Dalam bekerja, MUA harus lebih mengikuti karakter klien. Jika mengikuti arus tren, mereka tidak akan bertahan lama karena tren pasti akan terus berganti. ”Karena make-up itu feeling dan itu tidak bisa dibeli, seperti kita melukis, membangun sebuah karya semakin baik hasilnya dengan sering melatih feeling kita dan semuanya harus dari hati,” katanya.
Anpa pun lantas menjadi MUA pertama di Indonesia yang menggelar pelatihan rias sejak 2015. Intan juga rutin menggelar pelatihan sejak empat tahun lalu. Materi pelatihannya lebih ke riasan tren di AS yang natural dan glowing. Ia selalu mendorong untuk mencintai warna kulit asli, tidak perlu putih untuk cantik.
Anpa menilai, masa depan industri riasan akan makin semarak dan akan semakin banyak wanita yang pintar merias diri sendiri dengan belajar dari media sosial.
Vloger kecantikan
Semaraknya dunia riasan memunculkan pula profesi seperti make-up vlogger. Misalnya, Claudia Setyohadi (24) yang mengakui kekuatan media sosial untuk membangun karier sebagai content creator.
Sejak kanal Youtube Claudia dibuat pada 2017, ia sudah mengunggah 29 video. Video pertama yang ia unggah mendapat sambutan positif. Hingga April 2019, video pertama bertajuk ”10 Indonesian Local Liquid Lipstick: Swatches, Reviews, & Giveaways” telah ditonton lebih dari 14.000 kali.
Selain Youtube, Claudia juga pengguna aktif Instagram. Akunnya sekaligus menjadi media promosi konten yang ia unggah di Youtube. Ia juga memanfaatkan Instagram untuk mempromosikan produk kecantikan hasil kerja samanya dengan Mustika Ratu.
”Saya ingin menjalani passion saya di beauty industry. Bidang ini menyediakan kesempatan terhadap pengalaman yang luas. Saya juga bertemu banyak orang dan terlibat di beberapa proyek. Ada banyak kemungkinan terbuka lebar dengan terjun ke bidang ini,” kata Claudia.
Sejak ditawari kerja sama dengan label make-up besar Indonesia, Claudia semakin mantap dan percaya diri berkarya sebagai content creator. Menurut Claudia, dirinya lebih cocok menjadi seorang vloger ketimbang MUA. Padahal, bekal Claudia tergolong cukup buat menjadi seorang MUA. ”Saya lebih suka sharing dan ngobrol,” katanya.
Ia berharap, orang-orang yang menonton videonya bisa memperoleh ilmu seputar kosmetik. Menurut dia, semua orang bisa belajar merias diri dengan peralatan seadanya. Orang-orang hanya perlu belajar mengaplikasikan kosmetik yang baik dan benar. Kehadiran media sosial memungkinkan para MUA menyebarkan virus advokasi kecantikan. Bahwa cantik itu sebuah keharusan untuk membangun kepercayaan diri.
Ketika dunia media sosial menjadi panggung untuk mengintip dan diintip, kita lantas merasa harus siap sempurna setiap saat. Bibir, mata, apalagi alis, harus selalu ”on point” loh cyin....