Wayang Suket, Mainan Tradisional yang Tak Lekang oleh Waktu
Oleh
Sekar Gandhawangi
·4 menit baca
Pertunjukan wayang ternyata menyenangkan. Stigma wayang yang kuno dan membosankan lenyap kala kelompok Wayang Suket Indonesia berkisah tentang Roro Jonggrang. Stigma itu padam bersamaan dengan lampu yang meredup dari panggung utama.
Pertunjukan dimulai dengan narasi berlogat Jawa dari seorang dalang. Satu per satu wayang muncul dari balik kelir sesuai narasi. Paduan teknik bayangan dan lantunan musik kontemporer membuat pertunjukan menjadi berbeda.
Sesekali, narasi diselingi lelucon kekinian, misalnya diksi bilingual ”khas” anak muda Jakarta Selatan, seperti literally dan which is. Ada pula guyonan yang menyerempet isu politis, seperti ujaran kebencian. Lelucon itu sukses membuat para penonton tergelak atau setidaknya senyum-senyum.
Membawakan cerita rakyat yang sudah banyak orang tahu itu menantang karena ceritanya begitu-begitu saja.
”Membawakan cerita rakyat yang sudah banyak orang tahu itu menantang karena ceritanya begitu saja. Maka, itu kami tampilkan (seni) visual dan kami tampilkan jokes kekinian. Ini soal bagaimana kami membawa pertunjukan agar penonton bisa menikmati dan tidak bosan,” tutur dalang Wayang Suket Indonesia Gaga Rizky di Jakarta, Sabtu (6/4/2019).
Pentas diawali dengan kisah Kerajaan Prambanan yang sejahtera di bawah kepemimpinan sang raja, Ratu Boko. Kedamaian warga Prambanan akhirnya terusik. Pasalnya, Prambanan dapat diambil alih oleh pangeran sakti dari Kerajaan Pengging, Bandung Bondowoso. Sementara itu, Ratu Boko tewas dalam pertarungan melawan Bandung.
Kematian Ratu Boko tidak hanya membuat putrinya, Roro Jonggrang, sedih bukan kepalang. Pergeseran takhta ke tangan Bandung juga membuat warga Prambanan suram. Warga pun tidak berani kepada raja baru mereka yang terkenal sakti itu.
Singkat cerita, Bandung akhirnya jatuh hati kepada Roro Jonggrang dan mempersuntingnya. Roro Jonggrang tidak bersedia, tetapi takut mengutarakan pendapatnya. Akhirnya, ia bersedia dipinang Bandung dengan dua syarat, yaitu membuat dua sumur dan seribu candi dalam waktu semalam.
Dengan akal, Roro Jonggrang bisa menggagalkan Bandung yang hampir bisa membuat seribu candi. Tipu daya Roro Jonggrang membuat Bandung murka. Bandung pun mengutuk Roro menjadi arca bagi candi ke-1.000.
Tidak membosankan
Walaupun kerap dikisahkan, cerita Roro Jonggrang yang dibawakan tidak terasa membosankan. Kelir atau layar selalu tampak hidup dengan latar-latar dinamis dari teknik bayangan. Bayangan yang dihasilkan pun juga bervariasi, baik dari segi transparansi hingga warna.
Untuk menghasilkannya, Gaga dan tim menggunakan over head projector (OHP). Mereka juga menggunakan properti-properti lain, misalnya botol berisi air, tinta, dan plastik mika berwarna.
Selain visual yang menarik, pentas wayang juga diiringi musik ciamik. Para musisi memadukan unsur tradisional dan modern untuk memikat rasa para penonton. Musik bernuansa sedih, mencekam, hingga gembira sukses membuat pentas jadi lebih hidup.
Ada sejumlah alat musik yang dimainkan untuk itu. Beberapa alat yang dimainkan seperti suling, siter, kendang, gitar, bass, dan synthesizer. Para musisi juga memanfaatkan mainan tradisional untuk efek suara tambahan, misalnya kodok-kodokan, otok-otok, marakas, dan peluit siulan burung.
”Kami berlatih (musik) untuk pentas ini dari akhir Februari 2019. Inspirasi dan ide muncul ketika kami semua berkumpul,” kata salah satu musisi dan pesinden Wayang Suket Indonesia, Dea Lunny.
Nyatanya, kombinasi teknik bayangan, seni visual, dan musik kontemporer sukses menyuguhkan pentas wayang yang segar dan nyata. Saking nyatanya, saat musik bernuansa mencekam dimainkan, seorang anak di bangku belakang merengek ketakutan. Di akhir pentas, para penonton, baik anak-anak maupun orang dewasa, tak segan bertepuk tangan sekeras mungkin.
Wayang suket
Wayang suket yang ditampilkan Wayang Suket Indonesia punya misi tersembunyi, yaitu misi pelestarian. Gaga mengatakan, wayang suket merupakan mainan tradisional pada masa lampau. Para gembala dan anak-anak sering membuat wayang suket dari rumput di ladang.
Wayang suket yang ditampilkan Wayang Suket Indonesia punya misi tersembunyi, yaitu misi pelestarian.
Tidak jelas kapan wayang suket pertama kali. Namun, wayang suket berasal dari Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kini, wayang suket yang menceritakan cerita rakyat sudah semakin pudar eksistensinya.
Gaga mengatakan, ada 7-10 wayang yang digunakan dalam pentas itu. Semuanya dibuat sendiri dengan rumput mendong. Butuh waktu 2-5 jam untuk membuat satu wayang suket.
Wayang Suket Indonesia merupakan satu dari 14 kelompok seni terpilih untuk program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia. Program itu diinisiasi oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Para kelompok seni terpilih kemudian menampilkan karya mereka di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, pada 2 Maret 2019-14 April 2019.
Para kelompok itu didampingi para mentor selama proses persiapan pertunjukan. Mentor-mentor tersebut yaitu Garin Nugroho, Eko Supriyanto, Ratna Riantiarno, Rama Soeprapto, Djaduk Feriyanto, Tinton Prianggoro, Iswadi Pratama, Ruth Marini, Subarkah Hadisarjana, Hartati, dan Butet Kartaredjasa.