Di era digital, sekitar 143,26 juta pemegang gawai yang tersambung internet di Indonesia dihujani konten buatan para pembuat konten kreatif. Lantas, apa sebenarnya yang diharapkan dari para pembuat konten, yang dengan leluasa mengunggah karyanya di dunia maya?
”Puncak tertinggi bagi seorang contentcreator adalah ketika karyanya membawa pengaruh baik bagi orang di sekelilingnya. Kita bisa memulai dengan memberikan perhatian pada hal-hal kecil. Kalau digarap dengan baik, hal kecil akan menghasilkan sesuatu yang besar,” tutur pendiri Narasi TV, Najwa Shihab, di depan 60 pembuat konten media sosial Indonesia yang berkumpul di Dunia Fantasi, Jakarta, dalam pembukaan Indonesian Content Creator Summit, Jumat (29/3/2019).
Berbekal 19 tahun pengalaman di jurnalisme televisi, Najwa menjajal dunia digital dengan mendirikan perusahaan rintisan Narasi TV. Melalui platform baru ini, Najwa membuat berbagai konten video, seperti kunjungan ke sel mantan Ketua DPR Setya Novanto di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat, dan wawancara dengan keluarga Presiden Joko Widodo.
Najwa dan tim Narasi TV juga membuat liputan investigasi, seperti penggunaan narkotika di Rumah Tahanan Salemba dan pemasungan manusia di Jawa Barat.
”Liputan yang kami beri judul ’Indonesia Darurat Pasung’ mendapatkan banyak sekali reaksi, termasuk dari pemerintah daerah di sana,” kata Najwa.
Konten video kini menjadi primadona di internet. Menurut data yang dikutip Najwa, 90 persen lalu lintas internet secara global didominasi konten berbentuk video. Sekitar 95 persen pengguna internet dunia memiliki kecenderungan untuk membagikan video yang mereka temukan di internet kepada pengguna lain.
Kecenderungan ini makin dimudahkan dengan tingginya kepemilikan ponsel pintar. Mengutip majalah Time, Najwa mengatakan, dari 7 miliar penduduk bumi, sebanyak 6 miliar memiliki ponsel. Jumlah ini spektakuler karena ponsel menjadi lebih penting dibandingkan jamban yang hanya dimiliki 4,5 miliar penduduk bumi.
”Karena itulah, saya ingin terjun ke dunia digital. Cara kita menerima informasi sudah berubah. Sebuah gambar bisa berbicara 1.000 kata, tetapi satu menit video bisa memuat 1,8 juta kata,” ujarnya.
Viral
Tumbuhnya platform seperti Youtube memungkinkan monetisasi video kreasi para pembuat konten.
Mengutip laman Socialblade, Atta Halilintar, salah satu youtuber kondang, misalnya, yang memiliki sekitar 13 juta subscriber, diperkirakan mengantongi Rp 448 juta-Rp 7,2 miliar per bulan dari video blog, video musik, dan keisengan (prank).
Sementara itu, akun Ricis Official milik Ria Ricis dengan subscriber 11,8 juta orang menghasilkan Rp 474 juta-Rp 7,6 miliar. Beberapa videonya memamerkan koleksi boneka squishy miliknya.
Narasi TV pun memiliki akun Youtube dengan 66.000 subscriber. Total pendapatan dari jumlah tontonan video Narasi TV berkisar Rp 3,6 juta-Rp 58 juta. Semakin viral video-video yang diunggah pembuat konten, semakin banyak pula pundi-pundi uang yang mengalir. Lalu, apa rumus rahasia konten viral?
”Tidak ada rumus jitu. Yang penting, saat melahirkan karya, kita juga harus memikirkan reaksi seperti apa yang akan timbul dari mereka yang melihat karya kita. Kita harus bisa membuat konten yang menyentuh orang secara emosional dan membuatnya berpikir,” ucapnya.
Najwa mengakui, beberapa konten Narasi TV, seperti liputan investigasi, cukup sulit dibuat karena biaya produksi yang mahal. Dibutuhkan juga keahlian jurnalistik khusus. Namun, ia menolak membandingkan kontennya dengan konten orang lain yang didesain untuk mendapatkan penonton dengan mudah.
”Sama seperti jurnalis, content creator punya tugas membuat yang penting menjadi menarik sehingga publik juga menganggap itu penting. Saya sampai sekarang masih percaya, konten yang bagus akan selalu dicari orang. Karena itu, yang bisa kita lakukan adalah membanjiri internet dengan konten-konten yang positif,” tutur Najwa.
Sarana kolaborasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang juga hadir di acara pembukaan Indonesian Content Creator Summit menyatakan tak menutup diri dari para pembuat konten. Baginya, postingan foto para pembuat konten yang mengunggahnya di Instagram membuka ruang bagi pemerintah kota dan warga untuk berdialog dan berkolaborasi.
Anies mencontohkan, sebuah lapangan basket yang dibuat pemerintah suatu kali difoto dan diunggah ke Instagram oleh salah satu content creator.
”Lalu, ada yang comment, ’Lapangan basketnya udah banyak gompal-gompalnya’. Dari content creator, kami bisa mendapatkan feedback (umpan balik) dari masyarakat, kemudian kami akan ambil tindakan,” katanya.
Anies melanjutkan, adanya media sosial menjadikan masyarakat ko-kreator kota, baik sebagai pembuat konten maupun memaparkan fakta yang diketahuinya atau harapannya di media sosial. Pemerintah berperan menjadi kolaborator.
Hal ini disebutnya sebagai Kota 4.0, yang ditunjukkan dengan pola relasi pemerintah dengan warga telah berubah menjadi kolaborasi. Sebelumnya, dalam Kota 3.0, pola interaksi yang tercipta adalah partisipasi. Warga berperan sebagai partisipan pembangunan kota, sedangkan pemerintah sebagai fasilitator.
Anies menambahkan, pembuat konten juga berperan mengangkat cerita-cerita menarik di kota, terutama petugas di balik layar, seperti petugas dinas perhubungan dan pekerja PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum). Karena itu, pembuat konten akan terus dibutuhkan untuk pembangunan Jakarta.
”Mari menjadi co-creator. Jakarta adalah kanvas putih, silakan Anda warnai dengan warna-warna yang positif,” kata Anies kepada para pembuat konten.
Sebagian besar kehidupan kita telah berpindah ke ranah digital. Peluang ekonomi pun terbuka di dunia maya. Namun, dunia digital hendaknya tak sekadar dimanfaatkan bagaimana untuk menjadi viral, kemudian kaya, tetapi juga berkontribusi bagi kebaikan dan pembangunan.