Dorong Industri Film, Bekraf Gandeng Penyedia Layanan "Streaming"
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah terus mendorong pengembangan, pelatihan, dan produksi industri film Indonesia. Ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Badan Ekonomi Kreatif dengan penyedia layanan video over the top internasional, Viu.
Penandatanganan berlangsung di Jakarta, Senin (25/2/2019). Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo mengatakan, kerja sama tersebut merupakan bentuk komitmen Bekraf untuk mengembangkan industri film Indonesia.
Kerja sama itu diwujudkan dalam sejumlah program, salah satunya Viu Pitching Forum (VPF). Program itu bertujuan untuk menampung, memfasilitasi, hingga memproduksi ide cerita para sineas menjadi film produksi Viu (Viu Originals).
Adapun program Viu Shorts!, festival film pendek tahunan yang bertujuan memperkenalkan bisnis film pada para sineas muda. Selain itu, ada pula Aktara, forum nasional pembiayaan dan investasi film Indonesia yang dibentuk Bekraf.
“Kami harap kolaborasi ini akan semakin banyak dan kaya. Semoga produksi konten yang dihasilkan sineas untuk menuju panggung dunia berkembang dan berdampak positif bagi perkembangan film serta ekonomi Indonesia,” kata Fadjar.
Kerja sama ini dinilai strategis. Sebab, sebagai penyedia layanan streaming video, Viu telah merambah 16 negara, seperti Indonesia, Singapura, Thailand, India, Mesir, Oman, Qatar, Bahrain, dan Yordania. Fadjar berharap, kerja sama ini menjadi pintu bagi produk-produk kreatif Indonesia ke pasar global.
Sebagai penyedia layanan streaming video, Viu telah merambah 16 negara, seperti Indonesia, Singapura, Thailand, India, Mesir, Oman, Qatar, Bahrain, dan Yordania.
Hal senada dikatakan Chief Finance Officer Vuclip Inc Apurvia Desai. Menurutnya, Viu dan Bekraf memiliki visi yang sama untuk memajukan industri film. Ia berharap, kerja sama ini bisa memberi panggung global bagi para sineas lokal.
Sementara itu, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan, kerja sama ini akan terus dikembangkan. Kedua belah pihak juga akan menyiapkan program yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan para sineas, termasuk ajang untuk mematangkan kemampuan.
“Kerja sama ini juga memberi kesempatan bagi para pemula di industri film untuk berlatih. Platform untuk membuat film pendek (Viu Shorts!) bisa dimanfaatkan,” kata Triawan.
Pada 2018, Viu Shorts! sudah dilakukan di 17 kota di Indonesia. Ada lebih dari 17 komunitas film yang diberi kesempatan menimba ilmu seputar industri film. Sementara itu, Viu mencatat ada lebih dari 50 film pendek yang diproduksi di seluruh dunia melalui Viu Shorts!
Potensial
Country Manager Viu Indonesia Varun Mehta menilai bahwa pasar perfilman Indonesia potensial. Ia mengatakan, para sineas lokal punya banyak cerita yang menarik. Namun, pembinaan untuk membuat karya lokal dengan kualitas internasional masih perlu dilakukan.
“Kami akan membimbing sineas dari level akar rumput untuk membuat konten. Kami akan beri tahu caranya membuat konten lokal yang beresonansi dengan pasar Indonesia dan cara membuat film yang komersial. Paduan kreativitas dan komersial umumnya menuju kepada kesuksesan,” kata Varun.
Fadjar mengatakan, potensi industri film yang ada harus dibarengi dengan sumber daya manusia yang mendukung. Pelatihan dan dukungan produksi film dinilai bisa menggenjot potensi SDM film.
Menurutnya, ini penting dilakukan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem film nasional. Selain kreasi konten dan film yang perlu digenjot, distribusi film pun harus baik.
Jembatan keterbatasan
Triawan mengatakan, distribusi layar di Indonesia belum merata dan masih tersentralisasi di kota-kota besar. Distribusi film di platform digital seperti Viu dinilai bisa menjembatani keterbatasan tersebut.
Walaupun begitu, tren pertumbuhan industri film dinilai positif. Triawan menambahkan, hingga kini, tercatat ada lebih dari 1.800 layar bioskop di seluruh Indonesia.
Ada lebih dari 60 juta penonton bioskop sepanjang 2018, meningkat dibandingkan jumlah penonton pada 2017 yang sebesar 52 juta.
Triawan mengatakan, kehadiran platform streaming video bisa membantu masyarakat untuk mengakses film secara legal dan murah. Sebelum ada platform serupa, masyarakat cenderung menonton film dari sumber ilegal, misalnya laman film tidak resmi, hingga membeli CD bajakan.
“Saya harap Viu dan bioskop yang ada bisa berkembang secara paralel dan tidak mematikan satu sama lain. Semuanya harus berinovasi dan kreatif agar tidak ditinggalkan masyarakat karena keduanya sama-sama penting,” kata Triawan.