Kotak Pandora Seniman Muda
Jika seni bertujuan untuk memelihara akar dari budaya kita, masyarakat harus membiarkan seniman bebas mengikuti visi mereka masing-masing ke mana pun hal itu membawa mereka. - John F Kennedy
Sebagai salah satu upaya untuk memelihara akar budaya, seniman memamerkan karya seninya. Mereka biasanya pameran di tempat khusus seperti galeri atau museum.
Seniman tidak selalu memamerkan karyanya di galeri, tetapi di mal, kantor pemerintahan seperti Gedung DPR, di ruang rupa perguruan tinggi, museum, hingga di pinggir jalan. Saat ini mungkin masih ada masyarakat yang tidak tahu bahwa mereka bisa melihat pameran seni rupa di ruang komunal seperti di sudut-sudut hotel. Padahal, sejak tahun 1960-an, pameran di hotel sudah menjadi tren.
Dari yang awalnya hanya dilakukan di satu atau dua kota, pada awal 1990-an, pameran di hotel kian menjamur. Pemberitaan Kompas, 3 Februari 1996, menyebutkan, dalam beberapa tahun terakhir (tahun 1990-an), hotel-hotel di kota besar menjadi arena presentasi fine arts. Sebab, kala itu ada pertemuan arus antara maraknya kegiatan seni rupa dan munculnya hotel-hotel baru yang gencar mempromosikan diri.
Beberapa hotel berbintang, seperti Hotel Sari Pan Pacific, Hotel Grand Sahid Jaya, dan Hotel Borobudur, adalah hotel yang sering kali menggelar pameran lukisan karya seniman besar dunia.
Simbiosis mutualisme
Hubungan saling menguntungkan antara seniman dan pihak hotel hingga kini masih mesra. Sebab, cara ini dianggap cukup ampuh untuk dunia pemasaran. Bukan itu saja, hubungan kedua pihak ini diharapkan mampu menumbuhkan apresiasi masyarakat terhadap karya seni.
Sebagai manifestasi dari apresiasi pihak hotel terhadap karya seni, Assistant Director Marketing Communicatin Artotel Group Yulia Maria menjelaskan, Artotel cukup serius. Artotel konsisten menyediakan ruang bagi seniman. Mereka juga tak pernah absen dalam membidani lahirnya seniman-seniman lokal yang berkualitas.
Sejak berdiri pada 2012, Artotel yang menggabungkan antara art dan bisnis hospitality tak setengah-setengah. Mulai dari pelibatan secara penuh seniman untuk mendekorasi hotel, mengadakan pameran untuk seniman muda secara berkala, hingga membentuk tim khusus yang bertugas untuk menjaring serta memilih konsep-konsep pameran.
”Pemilik dan pendiri Artotel, Erastus Radjimin dan Christine Radjimin, kebetulan memiliki perhatian khusus dengan dunia seni kontemporer. Mereka ingin memberi ruang kepada para seniman-seniman lokal yang berpotensi. Oleh sebab itu, di Artotel kami punya art director yang bertugas mengatur kegiatan seni yang kami adakan,” kata Yulia saat ditemui di Artotel, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (16/11/2018).
Menurut Yulia, semua seniman memiliki kesempatan yang sama untuk bisa memamerkan karyanya di Artotel, termasuk seniman baru yang sedang merintis. Para seniman yang telah lolos kurasi art director kemudian diberi kesempatan untuk memamerkan karyanya secara gratis.
Jika karya seniman terjual, biasanya pihak hotel baru akan mendapatkan uang komisi yang jumlahnya sudah disepakati kedua belah pihak. Di samping menyediakan galeri untuk pameran secara gratis setiap bulan, Artotel juga mengabadikan karya-karya seniman sebagai dekorasi permanen.
”Kami bekerja sama dengan tujuh seniman lokal. Satu seniman kita beri satu lantai untuk menuangkan karyanya secara permanen, mulai dari lorong-lorong hingga ke dalam kamar,” kata Yulia. Hubungan antara pihak hotel dan seniman yang karyanya sedang dipamerkan pun tidak selesai begitu saja pasca-pameran. Mereka tetap menjaga hubungan kerja sama ini seterusnya.
Salah satu seniman yang karyanya ditampilkan di galeri Artotel, Jozz Felix, mengatakan, dirinya sangat senang dengan adanya pojok khusus galeri yang disedikan oleh Artotel.
”Saya lebih senang pameran di tempat seperti ini. Ruangannya tidak terlalu besar, tetapi hal itu mampu membangkitkan kedekatan yang intim antara pengunjung pameran dan seniman itu sendiri,” ujar Jozz yang karyanya dipamerkan di Artotel dari tanggal 13-26 November itu.
Masih dalam pekan yang sama, pameran seni juga diselenggarakan oleh Hotel Pullman Jakarta Central Park. Kedua tempat ini bisa dimanfaatkan kaum milenial yang mempunyai keinginan untuk menampilkan karyanya.
Di Hotel Pullman, pameran seni kontemporer karya seniman asal Bandung, yaitu Yogie A Ginanjar, menampilkan karya seni lukis yang bertabur nuansa kontemporer. Dengan campuran warna yang cenderung lebih ngepop, karya-karya itu mampu memikat mata pengunjung.
“Sebelumnya saya sudah bekerja sama dengan Pullman tapi sebagai kurator, tapi sebagai seniman baru sekarang,” ujar Yogie.
Menurut Yogie kesempatan ini sangat menarik. Pameran ini juga menawarkan kesan ruang yang berbeda dengan galeri. "Karya kami lebih bisa diakses oleh publik. Kami sebagai seniman juga mempunyai pengalaman yang berbeda, dan itu sangat sesuai dengan semangat seni kontemporer,” tambah Yogie.
Sementara itu, seniman lainnya, Erwin Windu Pranata, menampilkan instalasi tiga dimensi. Karya tersebut juga dibalut dengan warna-warna kontemporer cenderung ngepop. ”Ya, itu salah satu peluang yang besar karena bisa membuka ruang ke publik untuk lebih mengapresiasi seni,” ujar Erwin.
Pekan pameran yang diberi nama Artnight ini merupakan pameran seni tahunan Pullman, Jakarta. Tahun ini adalah kali keenam dan mengusung tema ”Interlude” yang berarti interval waktu atau jeda.
Pullman selaku penyelenggara berinisiatif untuk membawa intrik budaya dan kecerdikan visual di ruang komunal yang ada di hotel. ”Acara ini merupakan wujud dukungan kami terhadap seniman-seniman lokal yang sedang berkembang dan membantu memperkenalkan karya-karya luar biasa mereka ke khalayak yang lebih luas lagi. Kami juga ingin memperkuat posisi kami dalam budaya seni,” ujar General Manager Pullman Jakarta Central Park Rhys Challanger.
Pameran di hotel memiliki keuntungan dan kelebihan masing-masing. Menurut Ketua Persatuan Kartunis Indonesia (Pakarti) Jan Praba, pameran di hotel kadang kala membuat seniman harus merogoh kocek yang cukup dalam, tetapi pangsa pasarnya juga cukup tinggi. ”(Pangsa pasarnya) tinggi. Bisa menjangkau kalangan menengah ke atas,” ujar Jan saat dihubungi secara terpisah.
Ada banyak ruang
Yan mengungkapkan, sebenarnya ada banyak jalan yang bisa ditempuh oleh seniman untuk bisa pameran dengan biaya murah. ”Pemerintah itu sebenarnya sudah cukup hadir dalam dunia kesenian. Contohnya, banyak sekali galeri seni yang dibangun pemerintah dan dapat dipakai secara gratis. Kebanyakan seniman belum bisa memanfaatkan fasilitas itu,” katanya.
Menurut Jan, saat ini sudah banyak ruang bagi para seniman untuk memamerkan karyanya, tetapi sebagian dari mereka kurang informasi. ”Bisa dibilang masih banyak seniman yang antiribet. Tidak ingin terlalu mengikuti aturan dari birokrasi. Padahal, jika kita ikuti dan lakukan sesuai alurnya, pasti akan dapat tempat,” kata Jan. (KRISTI DWI UTAMI/DANIAL A KURNIAWAN)