Kreativitas Tanpa Batas
Arsitek dan desainer yang tinggal atau membuka studio di kawasan Bintaro berkumpul dalam komunitas baru yang disebut Bintaro Design District. Dalam ajang yang akan digelar secara rutin tersebut, mereka menebarkan energi kreatif dengan berpameran terbuka bagi umum. Berbasis komunitas, para pekerja seni ini ingin meningkatkan kolaborasi dan kesadaran masyarakat akan desain.
Pada suatu hari di tahun 2016, Budi Pradono dari Budi Pradono Architects tanpa sengaja bertemu dengan Andra Matin dari Andra Matin Architect ketika berpameran di Paris, Perancis.
Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan ke London Design Biennale yang mempertemukannya dengan Danny Wicaksono dari Studio Dasar serta Hermawan Tanzil dari Studio Leboye Design. Bercakap-cakap berempat, mereka sama-sama membangun mimpi: ”Yuk, bikin distrik desain di Bintaro.”
Berawal dari percakapan nun jauh di negeri orang, Budi, Andra Matin, Danny, dan Hermawan lantas mewujudkannya dalam pergelaran Bintaro Design District yang berlangsung pada 11-20 Oktober lalu. Berempat, mereka juga bertindak sebagai kurator. Ingin menjadikan Bintaro sebagai kawasan kreatif, mereka bermimpi kawasan ini sejajar dengan distrik kreatif lain di dunia, seperti Distrik Ventura Lambrate di Milan dan Shoreditch di London.
Berkunjung dari satu venue ke venue lain memberikan pengalaman yang berbeda karena setiap lokasi berada di antara padatnya kawasan permukiman penduduk. Tak disangka, peminat untuk terlibat atau sekadar menonton pameran ternyata sangat besar.
Pergelaran ini diikuti 70 peserta yang tersebar di 42 titik venue di Bintaro dan sekitarnya. Data juga menunjukkan bahwa banyak sekali pekerja kreatif yang tinggal di Bintaro. Jumlah arsitek yang tinggal di Bintaro saja ada lebih dari 300 orang.
Mengambil tema ”Permeable Society”, setiap peserta dari Bintaro Design District haruslah mampu menginterpretasikannya dalam karya. Tiap-tiap peserta juga harus punya semangat kolaborasi yang tinggi dan tidak menjadikan ajang tersebut sebagai ajang jualan.
Permeable Society dijabarkan sebagai komunitas yang bisa saling menembus tanpa batas yang rigid. Budi mencontohkan batas rigid tersebut hadir lewat gejala gated community alias komunitas berpagar yang makin menguat di kota-kota besar.
Kolaborasi erat
Kawasan Bintaro sengaja dipilih karena merupakan kompleks perumahan yang jauh dari definisi gated community. Perumahan di Bintaro tidak dibatasi oleh gerbang atau pagar tinggi yang memisahkannya dengan perkampungan sekitar.
Lorong-lorong jalan dengan mudah ditemui yang menghubungkan dengan kawasan di sekitarnya seperti Serpong. ”Paling dibatasi bambu atau sungai sehingga ada relasi keterhubungan yang erat,” tambah Budi.
Karena berbasis komunitas, Bintaro Design District diharapkan bisa mengedukasi masyarakat tentang desain. Lewat edukasi, masyarakat sadar bahwa suatu proyek haruslah dikerjakan oleh para profesional yang saling berkolaborasi di bidangnya.
Pejabat di daerah, misalnya, saat ini berlomba membuat ”kerajaan” yang lebih mewah dari istana presiden, tapi tidak mengerti tentang konsep arsitektur yang benar.
Saling berkolaborasi antara arsitek dan desainer yang tinggal dalam satu wilayah diyakini menjanjikan hasil yang lebih positif. Kolaborasi dalam Bintaro Design District bisa dilihat dalam setiap pergelaran seperti open studio ke studio para desainer dan arsitek, kunjungan ke proyek-proyek arsitektur, pameran instalasi, pameran produk, pameran karya, hingga acara talkshow dan workshop desain.
Ketika berkunjung ke Studio Budi Pradono Architects yang menyajikan ruang pamer bertajuk ”Preliminary & A House”, misalnya, pengunjung bisa menyaksikan kolaborasi karya dari arsitek Budi Pradono dengan para desainer lighting agar pencahayaan ruang menjadi lebih nyaman hingga desainer grafis, produk, interior, serta desainer mode.
Budi juga memamerkan proses berpikir dari lahirnya sebuah karya. Untuk mendesain satu rumah saja, bisa dibutuhkan 50 biji maket arsitektural.
Setiap studio kreatif menyelenggarakan programnya secara mandiri sehingga lebih independen. Ini berbeda dengan umumnya pameran di Indonesia yang biasanya dikumpulkan di satu titik dan tidak sustain karena harus bayar stan.
Yang ikut akhirnya adalah perusahaan yang sudah mapan. ”Kami dasarnya adalah community base. Gotong royong kontemporer. Harus punya ide, konsep, dan interpretasi tema yang keren. Harus serius dan bukan untuk jualan,” tambah Budi.
Ukuran keberhasilan Bintaro Design District pun berbeda dibandingkan dengan pameran lainnya. Keberhasilannya bukan diukur dari penjualan, melainkan dari peningkatan inovasi para peserta dari tahun ke tahun serta apakah akan ada konsep baru yang ditawarkan.
Karya yang dipamerkan pun tak dilihat dari sekadar cantik atau indah, tetapi harus benar-benar memiliki konsep dan ada proses yang ingin disampaikan kepada publik.
Buka mata
Hadirnya Bintaro Design District, menurut Danny, juga memberikan kesegaran baru di tengah padatnya rutinitas pekerjaan sebagai arsitek ataupun desainer. Apalagi, baik peserta maupun pengunjung pameran pun ternyata berdatangan bukan hanya dari Bintaro, melainkan juga dari kota lain, seperti Surabaya, Pontianak, dan Singkawang. ”Ketemu banyak teman kayak di-charge ulang,” ujarnya.
Hermawan yang adalah seorang desainer grafis dan pemilik galeri dia.lo.gue Kemang mengaku sampai lupa makan saking asyiknya mengunjungi studio-studio ataupun venue ruang pamer yang ada.
Dari pengalaman di dia.lo.gue, Hermawan melihat anak muda sangat tertarik seni rupa kontemporer, seni desain, arsitektur, bahkan yang sangat kultural sekalipun.
Bintaro Design District menghadirkan beragam instalasi baik di dalam ruang maupun di luar ruangan. ”Tan Ajer” oleh Fusion Arch, misalnya, menghadirkan instalasi bambu di taman publik. Ada pula karya instalasi ”Art and Sound Experience” oleh Handoko Hendroyono, Kris Kwan, dan Gardu House. ”Perlu momentum untuk menjaga antusias kreatif ini terus bergulir.
Keinginan orang untuk tahu begitu tinggi,” kata Hermawan. Untuk menjawab keingintahuan masyarakat pula, Andra Matin membuka rumah dan studionya.
Maket arsitektural juga dipamerkan di kedai kopi milik Andra Matin, Kopi Manyar. ”Desain adalah milik bersama. Arsitektur sangat luas, enggak hanya realestate.
Bagaimana proses desain dari awal? Maket yang enggak jadi pun ditampilkan. Lebih untuk membuka mata publik,” ujar Andra Matin yang menganggap proses berkarya sebagai arsitektur sebagai bagian dari hobi.