Menuju Panggung Dunia
Beberapa desainer dari Indonesia akan memamerkan karya mereka di de Young Fine Arts Museums di San Fransisco, Amerika Serikat. Baju-baju mereka akan disajikan dalam pameran Contemporary Muslim Fashions” bersama karya para desainer lain dari sejumlah negara. Kesempatan ini perlu dilanjutkan untuk menggaungkan mode terbatas (modest fashion) Indonesia di panggung internasional.
Beberapa label dan desainer, seperti Itang Yunasz, Dian Pelangi, Khanaan Shamlan, Rani Hatta, I.K.Y.K, dan NurZahra oleh Windri Widiesta Dhari diundang untuk memamerkan karya mereka dalam pameran yang akan berlangsung selama empat bulan dan dibuka untuk umum mulai 22 September mendatang.
Pameran ini akan mengeksplorasi busana muslimah dan mode terbatas pada umumnya. Mode terbatas atau modest fashion bisa dimaknai sebagai aliran mode yang menampakkan sesedikit mungkin penampakan tubuh pemakainya dan juga berciri siluet yang serba longgar.
Dari Asia Tenggara, selain Indonesia, beberapa desainer dari Malaysia yang dianggap berpengaruh di pentas mode terbatas setempat juga turut diundang.
”Pameran ini akan menyoroti garmen, gaya, dan tempat dari seluruh dunia, mulai dari mode kelas atas, mode jalanan, hingga adibusana karya para desainer mapan dan yang sedang naik daun,” kata Helena Nordstrom, Manajer Komunikasi Internasional de Young Museum, dalam surat elektroniknya.
Di samping eksplorasi fenomena busana terbatas, pameran ini juga berupaya menjembatani pemahaman antarbudaya. Selain memamerkan langsung baju dan aksesori pelengkapnya, pameran ini memamerkan pula foto, video, dan materi dari media sosial mengenai mode terbatas. Karya-karya yang dipamerkan datang dari desainer muslim dan nonmuslim di Asia Tenggara, Timur Tengah, Eropa, termasuk Turki, dan Amerika Serikat.
Pengunjung akan melihat galeri yang memulai sajiannya dengan materi media sosial dari komunitas mode terbatas muslim, lalu beranjak ke eksplorasi mengapa perempuan menggunakan hijab atau tidak menggunakan hijab, perbedaan versi hijab, respons artistik terhadap mode terbatas, dan ciri khas mode terbatas di tiap area regional yang berbeda. Pengunjung juga akan menikmati variasi mulai dari mode terbatas tanpa hijab hingga kostum serba tertutup, termasuk niqab (cadar) yang menutupi wajah, hingga hanya menyisakan sepasang mata yang terlihat.
”Galeri pameran didesain oleh Hariri & Hariri Architecture yang akan mengeksplorasi ide hijab dan perlindungan serta mode kontemporer pada saat yang sama, dan apa yang selama ini terlihat dan tidak terlihat,” tambah Helena.
Selain karya para desainer yang memang mendedikasikan diri untuk busana terbatas, kostum yang dipamerkan juga diambilkan dari label-label ternama yang selama ini bermain dalam ranah mode umum, seperti abaya dari Dolce & Gabbana dan Oscar de la Renta, serta Nike dengan hijab sporty-nya.
Kesiapan
Bagi Itang Yunasz, pameran ini bukan sekadar mendatangkan kebanggaan bagi desainer yang diundang, melainkan lebih jauh mengingatkan kembali pada cita- cita yang pernah digaungkan Indonesia untuk menjadi pusat busana muslim pada 2020.
”Ini batu loncatan yang bagus buat kita. Meskipun yang kepikiran bikin pameran begini kok malah Amerika. Ini tantangan buat kesiapan kita yang katanya mau jadi pusat busana muslim di tahun 2020. Jadi, kesempatan juga lewat saya untuk menyampaikan ke pers internasional tentang keinginan kita menjadi pusat busana muslim dunia, tetapi sejauh apa kesiapan kita, nih. Jangan malah jadi bumerang karena ternyata kita belum siap,” kata Itang yang berencana datang pada saat pembukaan pameran yang diawali dengan press review pada 20 September mendatang.
Karya Itang berupa paduan kaftan yang dilapisi tunik berhias bordir dan dilengkapi dengan legging shoes, clutch, dan scarf bermotif tenun sumba, terpilih sebagai sampul depan katalog pameran. Bajunya berupa abaya yang dilapisi wrap transparan, serta kain bermotif tenun sumba yang dililitkan di kepala sebagai turban juga muncul bersama baju beberapa desainer lain dalam majalah Vogue terbitan Amerika Serikat untuk edisi September 2018 dalam tulisan mengenai pameran ini.
Hal senada disampaikan Dian Pelangi. Menurut dia, ini waktunya semua pihak merapatkan barisan dan bersinergi untuk menggaungkan mode terbatas Indonesia.
”Waktu itu kan kita pernah menggaungkan mau jadi pusat busana muslim. Katanya di 2020, kok, sekarang enggak kedengaran, ya. Ayo fokuskan lagi, kita kerja bareng,” kata Dian.
Baik Dian maupun Itang, mendorong perlunya dukungan pemerintah yang lebih nyata dan strategis untuk mengembangkan dan menggaungkan mode terbatas Indonesia. Dunia internasional perlu diajak mengetahui lebih dalam tentang mode terbatas di Tanah Air. ”Selama ini kita asyik dan heboh sendiri di dalam. Bikin fashion show yang lihat orang kita sendiri. Orang luar mana tahu. Sekarang, perlu juga mengundang desainer luar untuk show di Indonesia supaya kita lebih terekspos,” kata Dian.
Menurut Dian, potensi mode terbatas Indonesia bagaikan anak cantik dan berbakat, tetapi tidak terdengar prestasinya.
”Enggak banyak orang tahu tentang kita, kan sayang. Padahal, modest fashion kita sangat kreatif. Waktu pemotretan kemarin, mereka jadi tahu banyak inovasi kita. Bukan cuma baju dan hijabnya, bahkan sampai printilannya (pernak- pernik), kayak ninja, cepol, pentul, hijab klip, peniti, dan lainnya. Mereka baru tahu. Halimah Aden sampai minta lima macam ninja yang saya bawa,” kata Dian.
Baju Dian dan Itang difoto langsung di San Fransico untuk katalog pameran. Baju keduanya diperagakan oleh Halimah Aden, model berhijab pertama yang tergabung dalam agensi model internasional ternama. Oleh karena mendesaknya waktu, Dian mengantarkan langsung baju-bajunya yang akan di foto.
”Saya di sana jadi kayak stylist (penata gaya) juga karena stylist mereka belum pernah memakaikan kerudung. Mereka hanya tahu kerudung diolah menjadi turban, tetapi lehernya kan masih terlihat. Jadi, aku pakaikan ninja ke modelnya. Mereka sampai amaze (terkagum) dengan fashionitem kita,” kata Dian.
Etnik
Selain memperkenalkan gaya terbatas Indonesia, ketiga desainer juga memperkenalkan elemen etnik Nusantara. Jika Itang dengan tenun sumba dari Nusa Tenggara Timur, Dian Pelangi dengan kain songket dari Palembang, maka Khanaan Shamlan dengan batik tulis yang diproduksi di Pekalongan. Motif yang dipilih Khanaan adalah kontemporer dengan inspirasi dari motif tradisional, seperti kawung dan galaran.
”Supaya tampilannya lebih modern,” ungkap Khanaan yang juga sedang sibuk mempersiapkan baju untuk ekshibisi di London Fashion Week.
Mode terbatas adalah industri yang baru tumbuh dan semakin membesar. Ceruk ini mulai dilirik oleh merek-merek busana ternama dunia, mulai dari yang bermain di kelas high end hingga fast fashion. Beberapa negara, seperti Turki dan Malaysia, terlihat aktif dan agresif membangun industrinya di sektor ini.
Indonesia memiliki peluang dengan dukungan industri yang berkembang pesat dan pasar dalam negeri yang besar. Keinginan menjadi pusat busana muslim dunia tidak berlebihan sepanjang bukan sekadar slogan semata. Pelaku industri mode pun menanti sokongan dan langkah nyata pemerintah.