Agar Masa Depan Tetap Menyenangkan
Bagi sebagian pencinta otomotif, gambaran mobil masa depan terkesan kurang menyenangkan. Sumber tenaganya listrik, tak ada raungan suara knalpot, tak ada aroma bensin, bisa mengemudikan sendiri, dan mobilnya dipakai bersama-sama dengan orang lain. Bermobil akan jadi membosankan?
Pertanyaan itu langsung terlontar kepada BMW yang tengah gencar mengembangkan mobil-mobil masa depan dengan ciri-ciri seperti di atas. Padahal, pabrikan mobil ini selalu bangga dengan semboyannya: ”Sheer Driving Pleasure”, kenikmatan berkendara sejati!
Untunglah jawaban Dr Alexander Kotouc, Head of Product Management BMW i, cukup membuat lega. ”Masa depan BMW akan menjadi langkah selanjutnya dari driving pleasure. Betul bahwa sumber penggeraknya akan berubah, tetapi mobil-mobil kami akan tetap menjadi sebuah BMW, itu sebuah janji,” ujar Kotouc dalam wawancara khusus di Singapura, 6 Juni 2018.
BMW i adalah submerek dagang terbaru BMW Group yang berisi lini produk mobil-mobil listrik masa depan BMW. Di Indonesia, produk BMW i yang sudah meluncur di pasaran adalah mobil sport BMW i8, yang diperkenalkan pada Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2016.
Pada GIIAS 2017, BMW menghadirkan BMW i3, mobil elektrik (EV) murni pertama yang diproduksi massal pabrikan Bavaria, Jerman, itu. Dipasarkan sejak 2013, kini i3 sudah terjual lebih dari 100.000 unit di dunia.
Tahun ini, BMW Group Indonesia kembali meluncurkan keluarga BMW i di GIIAS. Sebuah BMW i8 Roadster, versi atap terbuka dari BMW i8, menjadi primadona Paviliun BMW di ICE BSD City, Tangerang, Banten, sejak 2 Agustus lalu.
”BMW i8 Roadster merepresentasikan beberapa elemen inti dari brand BMW, seperti desain ikonik, teknologi visioner, sustainability dan pastinya ’Sheer Driving Pleasure’,” kata Ramesh Divyanathan, Presiden Direktur BMW Group Indonesia, saat pembukaan Paviliun BMW itu.
Kehadiran BMW i selama tiga tahun berturut-turut ini juga menunjukkan komitmen BMW Group dalam mendorong fajar elektromobilitas di Tanah Air. Saat pabrikan lain masih menampilkan mobil listrik sebagai konsep atau peraga teknologi, BMW langsung memasarkannya.
Persiapan peluncuran mobil listrik BMW ini sudah dilakukan sejak 2014, dan kampanye tentang kendaraan masa depan itu makin intens sejak 2016.
BMW Group Indonesia tercatat belasan kali membuat acara sosialisasi dan diskusi kelompok terarah dengan berbagai kalangan, dari media, mahasiswa, pemerintah, hingga BUMN.
Inkubator inovasi
Mempertemukan para jurnalis Indonesia dengan Dr Kotouc di Singapura, Juni lalu, juga menjadi bagian dari kampanye teknologi masa depan tersebut.
Kotouc mengatakan, pada 2025, BMW Group akan meluncurkan 25 mobil yang sudah terelektrifikasi. Dari jumlah itu, 12 mobil adalah mobil listrik murni (battery electric vehicle/ BEV), sementara sisanya adalah mobil hibrida (plug-in hybrid electric vehicle/PHEV).
Pada 2020, BMW juga menyiapkan sebuah arsitektur tunggal yang akan menjadi platform semua mobil produksi BMW dengan fleksibilitas pemilihan sistem penggerak (drivetrain). Jadi arsitektur yang sama akan bisa digunakan untuk mobil EV murni, PHEV, ataupun mobil bermesin bakar konvensional.
”Jadi, strategi kami adalah menempuh jalur evolusioner dan revolusioner secara bersamaan. Sebab, tentu saja kami sudah memproduksi mobil dengan mesin pembakaran internal selama 100 tahun, dan itu (mobil bermesin konvensional) tak akan hilang begitu saja,” paparnya.
BMW i yang ia pimpin menjadi ujung tombak pengembangan teknologi masa depan ini. ”BMW i bagi kami lebih dari sekadar sebuah merek mobil listrik. Itu adalah sebuah konsep visioner. Kami mencoba menggabungkan segala hal yang terkait dengan mobilitas masa depan di sini,” ujar pemegang gelar PhD bidang pemasaran dan perilaku konsumen dari University of St Gallen, Swiss, itu.
Ia mencontohkan, dalam beberapa tahun, akan diluncurkan BMW i yang memiliki kemampuan swakemudi. Dalam video promosi BMW i8 Roadster juga diperlihatkan bagaimana mobil terkoneksi dengan jaringan internet dan navigasi serta memiliki kecerdasan buatan untuk berkomunikasi dengan pemiliknya dan mengambil keputusan tertentu.
”Jadi, huruf i dalam BMW i bermakna inovasi, inkubator, dan integrasi. Kami akan terus mencoba menjadi inkubator untuk inovasi-inovasi baru. Kita terapkan itu pada mobil-mobil BMW i, dan jika terlihat ada potensi, inovasi itu akan diterapkan pada merek-merek lain di bawah BMW Group,” tutur Kotouc.
Henrik Wigermo, Head of Governmental and External Affairs Southeast Asia BMW Group, dalam diskusi di sela-sela GIIAS 2018, Rabu (8/8/2018), mengatakan, saat ini pun teknologi EV dan PHEV dari BMW i3 dan i8 sudah diturunkan ke mobil-mobil BMW yang lebih konvensional, seperti BMW Seri 5, Seri 7, dan X5.
Mobil-mobil yang mendapat ”warisan” teknologi dari BMW i tersebut kemudian mendapat label iPerformance, misalnya BMW 330e iPerformance atau BMW 740e iPerformance.
Kembali ke soal kenikmatan berkendara, Kotouc mengatakan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Sistem penggerak elektrik, lanjutnya, justru menyalurkan tenaga ke roda lebih langsung daripada mesin konvensional. ”BMW i3S, versi sport dari i3, akselerasinya begitu kencang sehingga memberi kenikmatan berkendara yang melimpah,” ungkapnya.
Mengendarai mobil sport elektrik i8 Roadster dengan atap dibuka, menurut Kotouc, juga memberi sebuah pengalaman baru mengemudi. ”Anda duduk di sebuah mobil sport yang keren, berperilaku seperti mobil sport, tetapi kita bisa mendengar deru angin, musik, dan suara kekasih Anda di sebelah, tanpa ada suara mesin di belakang Anda. Ya, ini memang berbeda, tetapi bagi saya inilah rasa masa depan,” kata Dr Kotouc sambil tersenyum.