Mengakrabi Pantai, Meretas Pegunungan (2)
Sambungan dari artikel Mengakrabi Pantai, Meretas Pegunungan (1):
Walau demikian NX 300 tak menemui masalah berarti saat melintasi jalur sempit dengan kontur tanjakan dan turunan curam di antara Pantai Ayah dan Pantai Karangbolong ini.
Setirnya yang ringan dan tenaganya yang jauh di atas mobil-mobil LCGC, yang banyak ditemui naik turun jalur tersebut, membuat mobil dibawa dengan percaya diri. Paddle shift di balik roda kemudi sangat bermanfaat saat gigi transmisi perlu segera digeser ke gigi lebih rendah saat hendak melibas tanjakan tajam atau turunan curam.
Fitur lain yang sangat mendukung kenyamanan dan keamanan adalah Auto Brake Hold, yang otomatis mengaktifkan rem parkir begitu rem kita injak penuh dan dilepas kembali. Fitur ini sangat bermanfaat saat terjadi antrean di tanjakan dan kita harus berhenti menunggu giliran mobil di depan berjalan kembali.
Fitur lain, yang di kota hanya akan bermanfaat saat hendak parkir, adalah Camera 360. Kamera ini menampilkan posisi mobil secara real time di tengah lingkungan sekitarnya.
Saat melaju di jalanan yang sangat sempit, fitur ini otomatis aktif untuk menunjukkan posisi mobil terhadap objek-objek di sekitarnya, sehingga kita bisa selalu menjaga jarak aman dan menghindari serempetan.
Fitur ini juga terbukti sangat bermanfaat pada tahapan-tahapan perjalanan selanjutnya, karena perjalanan pulang kampung ini melewati banyak jalanan sempit di kampung-kampung dan titik-titik tak biasa untuk berputar balik. Mengetahui secara tepat posisi mobil menjadi informasi vital yang dibutuhkan.
Namun, medan yang menantang ini terbayar dengan berbagai pilihan titik wisata yang menawarkan pemandangan aduhai. Kompas dua kali berhenti di rute antara Logending-Karangbolong ini.
Yang pertama adalah objek wisata swadaya masyarakat bernama Hutan Wanalela. Sembilan tahun silam waktu Kompas melakukan survei jalur di lintasan ini, tempat tersebut benar-benar masih hutan.
Namun kini, spot di puncak bukit itu telah diubah menjadi objek wisata dengan saung-saung untuk beristirahat dan beberapa titik swafoto yang menawarkan pemandangan indah Pantai Ayah dan deretan pantai selatan Jawa hingga ke ufuk cakrawala dari ketinggian.
Mendekati Pantai Karangbolong, juga banyak pantai-pantai yang diusahakan secara swadaya oleh masyarakat menjadi titik-titik wisata baru. Pantai-pantai ini hanya berjarak sekitar satu kilometer ke arah selatan dari JLS yang dilalui dengan tiket masuk yang sangat sangat terjangkau.
Kompas memilih jalur ke Pantai Lampon dan Pantai Surumanis, sebuah titik pandang ke pantai dari ketinggian bukit cadas dengan pemandangan tak kalah dibanding Pantai Uluwatu di Bali. Pada musim liburan seperti saat Lebaran, banyak warga setempat yang dikerahkan untuk memandu wisatawan dan mengamankan jalur kendaraan.
Setelah mengambil beberapa foto NX 300 berwarna sonic titanium ini dengan latar belakang perbukitan batu cadas dan laut membiru, perjalanan diteruskan kembali menempuh JLS yang menjadi kebanggaan Kementerian PUPR.
Dari titik Karangbolong, JLS ini kembali lurus, lebar, dan mulus untuk dilewati. Hanya perlu diwaspadai beberapa persimpangan yang belum dilengkapi rambu maupun lampu lalu lintas. Wajar saja mengingat jalur jalan ini melintasi desa-desa dan memotong jalanan yang sudah lebih dulu ada di desa-desa tersebut.
Saat matahari sudah mulai teduh, Kompas menyempatkan diri mampir di Pantai Petanahan, salah satu titik pantai wisata di JLS. Ini salah satu objek wisata yang sudah cukup lama ada, tetapi belum sepopuler Logending maupun Karangbolong.
Suasana sangat ramai ketika itu, mengingat banyak pemudik yang berwisata pada hari kelima Lebaran. Terlihat banyak juga pemudik yang sudah mengarah kembali ke arah barat, dan menyempatkan mampir di pantai tersebut.
Pantai Petanahan mengingatkan pada tipikal pantai-pantai wisata di Yogyakarta, seperti Parangtritis atau Samas. Pasir pantainya yang hitam landai dengan gelombang tinggi khas Pantai Selatan menjadi daya tarik utamanya.
Namun, gelombang tinggi di pantai ini terasa lebih dahsyat dibanding di Yogyakarta. Beberapa kali gulungan ombak terlihat sangat tinggi dan deburan buihnya terseret jauh hingga ke darat.
Keluar dari pantai ini, matahari sudah tenggelam. Perjalanan pun diteruskan dalam kegelapan. Dan baru terasa bagaimana infrastruktur pelengkap di JLS belum sempurna. Belum banyak rambu yang terpasang, dan lampu penerangan jalan pun sangat terbatas.
Diperlukan kehati-hatian agar kita tak terlena memacu mobil semaunya di lintasan ini. Di sini teknologi lampu utama LED yang terpasang di Lexus NX 300 sangat terasa manfaatnya dalam memberi penerangan yang mumpuni dari jalanan di depan.
Sisa jarak 70 km ke Yogyakarta pun ditempuh dengan nyaman tanpa hambatan. Sangat terasa bagaimana infrastruktur yang dibangun Kementerian PUPR ini begitu bermanfaat sebagai pemecah kepadatan di jalur utama. Di layar Waze, terlihat bagaimana jalur selatan utama masih berwarna merah dan merah hitam hampir di sepanjang jalurnya.
Tiba di hotel di Yogyakarta terasa ada sesuatu yang hilang dan aneh. Setelah ditelusuri lebih lanjut, baru disadari rasa lelah dan kaku yang biasanya mengiringi perjalanan mengemudi jarak jauh seperti ini tidak terasa.
Bahkan badan masih sanggup diajak keluar kembali dari hotel untuk berkeliling kota Yogyakarta mencari SPBU yang memasarkan Pertamax Turbo dan cucian mobil 24 jam, mengingat kondisi mobil yang sudah sangat kotor.
Ergonomi tempat duduk yang dilengkapi penyangga pinggang (lumbar support) yang bisa diatur secara elektronik, ditambah sistem climate control pada kursi, terbukti sangat bermanfaat untuk perjalanan jarak jauh seperti ini.
Di perjalanan, saat hari sangat panas, fungsi ventilator diaktifkan sehingga hawa AC akan berembus keluar dari sandaran dan bantalan kursi. Sementara saat hujan atau melintasi pegunungan yang dingin, fungsi pemanas kursi akan menghangatkan punggung, pinggang, dan bagian pinggul. Ini adalah salah satu fitur khas Lexus yang jarang ditemukan pada mobil-mobil sekelas NX.
Fitur kenyamanan itu, ditambah putaran setir yang ringan, bantingan suspensi yang lembut, dan kekedapan kabin dalam meredam suara dari luar, semua menambah rileks tubuh, sehingga perjalanan jarak jauh pun bisa dilewati dengan santai dan penuh konsentrasi.
Perjalanan jarak jauh pun bisa dilewati dengan santai dan penuh konsentrasi.
Pesona sawah
Kesempatan di Yogyakarta digunakan untuk menyambangi berbagai titik wisata favorit di pantai selatan, seperti Pantai Parangtritis dan Pantai Samas, sekaligus merampungkan sesi pemotretan dan pengambilan gambar video mobil. Tim Kompas sengaja keluar dari jalur utama dan menempuh jalur-jalur alternatif yang membelah pedesaan asli di daerah Bantul, Yogyakarta.
Di perjalanan terlihat persawahan yang menguning usai dipanen. Walau masih dalam suasana Idul Fitri, terlihat para petani sudah turun ke sawah untuk mengolah lahan agar siap ditanami pada musim tanam berikutnya.Asap mengepul dari tumpukan jerami yang dibakar para petani di beberapa titik. Sungguh pemandangan yang hampir tak mungkin ditemukan di Jakarta.
Jalur alternatif kembali kami pilih saat menuju kawasan Candi Borobudur keesokan harinya. Kami membelah kawasan pedesaan di sebelah barat Muntilan, Kabupaten Magelang. Kembali tujuannya untuk menghindari kepadatan lalu lintas di jalur utama (kemacetan di Jakarta, biasanya pindah ke jalur utama Magelang-Yogya setiap musim liburan), sekaligus menikmati atmosfer pedesaan yang selalu memicu rindu.
Tiba-tiba di salah satu tikungan, di balik pepohonan dan deretan sawah, terlihat tumpukan batu-batu hitam yang sudah tak asing lagi. Ada candi di tengah persawahan ini! Semakin dekat, terlihat tidak hanya satu candi, tetapi ada beberapa struktur candi dalam satu kompleks yang dipagari ini.
Inilah kompleks Candi Ngawen, candi yang kurang populer dibandingkan trio Candi Borobudur, Candi Pawon, dan Candi Mendut. Padahal ada dugaan Candi Ngawen adalah bagian dari rangkaian candi-candi tersebut. Jika dilihat dari citra satelit, secara berturut-turut Candi Borobudur, Candi Pawon, Candi Mendut, dan Candi Ngawen terletak pada satu garis yang mengarah barat ke timur, dengan ujung garis imajiner tersebut di timur adalah puncak Gunung Merapi.
Terlihat ada lima struktur candi di kompleks tersebut, tetapi hanya satu yang masih utuh memperlihatkan bentuk candi. Sisanya tinggal sisa-sisa struktur dasar, patung, atau tinggal pondasi candi. Hari Kamis (21/8) itu, terlihat hanya segelintir wisatawan yang menyambangi candi unik ini.
Setelah beristirahat di Borobudur, kami sempat mampir ke Semarang pergi pulang dalam satu hari dengan tujuan silaturahim sekaligus menjajal kemampuan mobil di jalur tol yang berkontur pegunungan. Sengaja dipilih waktu tengah malam untuk leluasa mengeksplorasi kemampuan mobil saat melahap tanjakan panjang di Tol Semarang-Solo di ruas Ungaran-Bawen.
Tanpa banyak susah payah, torsi puncak yang sudah ditemukan pada putaran mesin relatif rendah membawa mobil berbobot kotor hampir 2,3 ton ini berakselerasi ringan di medan tanjakan tersebut.
Kecepatan konstan 140 km per jam bahkan bisa dipertahankan di ruas tanjakan yang paling panjang. Sebenarnya sisa gerak pedal gas masih leluasa untuk diinjak lebih dalam, tetapi pertimbangan keselamatan menjadi alasan untuk menahan diri.
Memutari pegunungan
Akhirnya tiba saatnya untuk mulai mengakhiri liburan panjang ini. Kami pun mulai mengepak pakaian kembali masuk ke dalam koper, dan memilih-milih oleh-oleh yang akan kami bawa ke Jakarta.
Dan di sini lah ditemukan keterbatasan pada mobil seharga Rp 1,040 miliar (on the road di Jakarta), ini. Ruang bagasi NX 300 ini memang sedikit lebih besar dibanding pendahulunya, NX 200t. Salah satu faktornya adalah penggunaan ban cadangan tipe penghemat ruang (space saver) yang lebih kecil dari ukuran ban standarnya.
Akan tetapi, ukuran bagasi NX tetap saja kurang dermawan. Begitu satu koper ukuran 30 inci dan satu koper 21 inci berisi pakaian dimasukkan ke bagasi belakang, ruangan tersebut langsung terlihat penuh.
Satu tas backpack ukuran standar dan dua kantong kertas berisi oleh-oleh masih bisa ditaruh di sisa tempat yang ada, dan barang-barang lain yang bisa diurai, seperti sepatu, sandal, dan kotak-kotak kecil oleh-oleh harus diselip-selipkan ke ruang-ruang yang masih tersisa di sela-sela barang lain.
Sekilas, ruang bagasi NX ini bahkan lebih sempit dibanding bagasi pada sedan-sedan kompak. Walau demikian, kini memasukkan barang-barang besar dan berat ke bagasi NX 300 makin mudah karena sistem pembuka pintunya sudah dilengkapi sistem auto kick door.
Cukup ayunkan kaki di bawah bumper belakang (dengan catatan kunci remote kita pegang atau di saku celana), dan pintu akan otomatis membuka dan menutup secara elektrik, sehingga tangan kita bisa fokus membawa beban berat.
Perjalanan pulang ke arah barat dari Magelang kembali ditempuh melalui jalur alternatif. Kami penasaran untuk melihat kompleks wisata Dataran Tinggi Dieng di Kabupaten Banjarnegara, karena sudah lama tidak menyambangi tempat wisata yang dingin dingin segar bersejarah itu.
Sebuah petualangan yang menarik, karena berarti kami akan lewat sisi utara Gunung Sindoro daripada sisi selatan yang sudah biasa dilewati.
Membuka aplikasi Waze untuk melihat rute tercepat, kami diarahkan melewati jalur alternatif Parakan-Jumprit-Tambi karena jalur normal Parakan-Wonosobo terpantau macet. Sebuah petualangan yang menarik, karena berarti kami akan lewat sisi utara Gunung Sindoro daripada sisi selatan yang sudah biasa dilewati.
Jalur alternatif ini menawarkan pemandangan dahsyat pegunungan dan perkebunan teh, terutama di daerah Tambi. Walau demikian, tantangannya adalah jalur jalan yang sempit berliku-liku. Di beberapa titik jalurnya sangat mepet untuk berpapasan dua mobil, apalagi saat bertemu truk pengangkut daun teh. Kita harus berjalan bergantian agar tidak terjadi serempetan.
Di salah satu ruas, jalanan pun rusak sepanjang sekitar tiga kilometer di tengah-tengah perkebunan teh. Pada saat bersamaan kabut pun turun ditingkahi hujan rintik-rintik, sehingga pemandangan cukup menyeramkan. Walau demikian, suasana di dalam NX 300 tetap hangat, karena pemanas kursi kita aktifkan dan suspensi kembali menjalankan tugasnya dengan prima melintasi jalanan rusak.
Setiba di Dieng, masih sangat terasa nuansa libur panjang di tempat wisata itu. Berbagai acara turis digelar di sejumlah titik di basin utama Dieng. Suasana Dieng yang damai, hening, dingin, dan kadang magis, pun tertutupi ingar bingar musik di satu sudut dan gamelan kuda lumping di sudut yang lain.
Beranjak meninggalkan Dieng, hari sudah gelap dan berkabut. Setelah memantau peta di Waze dan berkonsultasi dengan warga sekitar, kami memutuskan untuk mengambil rute terpendek ke Jalur Pantura Utama melalui kota Batang di arah utara.
Jalur tersebut sebagian besar sudah dilapis beton dan aspal tipis, dan menjadi andalan warga untuk transportasi kendaraan umum Batang-Dieng pergi pulang. Walau demikian, penerangan jalan begitu minim, sehingga di beberapa titik kami benar-benar melewati rute yang gelap gulita.
Namun di sini satu lagi fitur Lexus NX 300 justru menjadi sangat terasa manfaatnya. Itu adalah lampu samping (wide angle cornering lights) yang menyala setiap kita berbelok tajam. Saat berbelok ke kanan, lampu yang menyatu dengan lampu kabut sebelah kanan akan menyala menerangi sisi kanan depan mobil. Desain moncong NX yang agak miring ke samping pada bagian fog lamp ini membuat pencahayaan lampu ke samping lebih maksimal.
Kelokan-kelokan tajam pun dirayapi dengan lebih percaya diri karena pencahayaan maksimal lampu-lampu yang sudah berteknologi LED. Di beberapa titik, mobil harus melewati turunan tajam, dan paddle shift kembali digunakan untuk seketika menggeser transmisi ke posisi gigi yang lebih rendah untuk memaksimalkan efek engine brake.
Segera kendala lain menyusul. Karena cuaca yang sangat dingin dan basah, kaca belakang dan kaca spion luar mulai berkabut. Sehingga pandangan ke arah belakang mulai terganggu. Namun ingatan segera melayang ke deretan tombol di dasbor mobil yang bergambar kaca spion dan logo pemanas di atasnya.
Begitu tombol itu ditekan, sistem pemanas kaca belakang dan kaca spion luar pun aktif. Kabut di kaca pun segera terangkat dan pandangan ke belakang jernih kembali.
Tak butuh waktu lama sebelum kami akhirnya tiba di Jalur Pantura. Terjadi kemacetan di ruas Batang-Pekalongan, karena jalur tol fungsional sudah ditutup dan semua mobil (termasuk truk-truk besar yang sudah beroperasi kembali) tumplek blek di jalur urat nadi transportasi tersebut.
Namun selepas Pekalongan, perjalanan kembali lancar hingga masuk ke Tol Trans Jawa di Brebes Timur. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Jakarta dengan transit istirahat sebentar di Kuningan, Jawa Barat, sekaligus menambah oleh-oleh tape ketan berbungkus daun jambu yang tak bisa ditemukan di tempat lain.
Perjalanan mudik menggunakan Lexus NX 300 memberi berbagai kesan tersendiri. Selain gayanya yang maksimal dan selalu membuat orang melirik di perjalanan, mobil ini juga terbukti tangguh dan nyaman maksimal untuk perjalanan jauh melewati berbagai medan yang mungkin para pemiliknya tak pernah terpikir untuk melewati.
Indonesia terlalu indah untuk dilewatkan, dan Lexus NX 300 terlalu mumpuni untuk dipakai hanya di medan perkotaan, apalagi dibiarkan teronggok di garasi terlalu lama...