Menyusuri 900 Kilometer Bersama BMW Seri 5
Apa yang Anda lakukan jika memiliki BMW Seri 5 terbaru di garasi? Hanya memakainya ke kantor atau mendatangi rapat dengan klien atau untuk menghadiri undangan resepsi para relasi? Bagaimana jika Anda dan pasangan segera mengemas pakaian ganti dan barang-barang kebutuhan pribadi ke dalam koper, memasukannya ke bagasi sedan bisnis ini dan membawanya melancong jauh ke luar kota?
Terasa "tidak pantas" membawa sebuah sedan premium buat berjalan-jalan ke luar kota? Perjalanan pada pertengahan Maret 2018 lalu membuktikan sebaliknya. BMW Seri 5 keluaran terbaru ini justru sangat menyenangkan diajak "touring" ke luar kota!
BMW Group Indonesia menyediakan lima unit BMW Seri 5, terdiri atas empat BMW 520i dan satu BMW 530i Luxury Line, untuk menjelajah jalanan pulau Jawa dari Jakarta menuju Surabaya.
Lazimnya sebuah perjalanan melancong, jarak hampir 900 kilometer ini ditempuh dengan santai selama tiga hari dua malam, sembari menikmati setiap kota yang dilewati. Selama itu, berbagai kejutan diperoleh dari BMW Seri 5 dengan kode sasis G30 ini.
Perjalanan yang bertajuk BMW Driving Experience: Conquering 5 Cities with BMW 5 Series, ini, menyasar lima kota di Pulau Jawa, yakni Jakarta, Cirebon, Semarang, Solo, Surabaya.
"Tujuan dari perjalanan ini adalah untuk mengangkat lima keunggulan utama dari dua varian terbaru BMW Seri 5, yaitu BMW 530i Luxury dan BMW 520i Luxury yang keduanya diproduksi di Indonesia,” ungkap Jodie O’tania, Vice President Corporate Communications BMW Group Indonesia sebelum keberangkatan kami dari Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018).
Lima keunggulan yang ditonjolkan BMW Group Indonesia dari sedan-sedan BMW Seri 5 adalah Outstanding Performance, yakni keunggulan di bidang suspensi dan kenyamanan berkendara; Innovative Driving Assistant, yang terkait dengan berbagai fitur pembantu pengemudi termasuk sistem parkir otonom; dan Excellent Driving Dynamics yang merupakan perpaduan tenaga mesin dan pengendalian mobil.
"Kami telah menyiapkan ragam rute dan kondisi jalan untuk menguji performa, kedinamisan berkendara, fitur dan handling dari All-new BMW Seri 5 ini," imbuh Jodie.
Keunggulan keempat adalah Greater Efficiency yang terkait dengan efisiensi mesin yang ditopang sistem drivetrain dan pengurangan bobot mobil karena pemakaian aluminium pada sasis dan struktur mobil.
Sementara keunggulan kelima adalah Evolutionary Design, alias desain baru BMW Seri 5 yang kini semakin mendekati keanggunan BMW Seri 7. Agak aneh memang menempatkan desain sebagai salah satu keunggulan yang harus "diuji" dalam perjalanan ini. Mungkin yang dimaksud, Seri 5 terbaru ini akan sedap dipandang di mana pun Anda memarkirnya sepanjang perjalanan panjang ini.
Membelah kemacetan
Kita mulai perjalanan ini dengan membelah kemacetan Jakarta dari Hotel Shangri-La menuju SPBU Shell di Jalan Gatot Subroto. Di sana, tangki bahan bakar semua mobil diisi penuh dengan bensin Shell V-Power beroktan 95. Tangki Seri 5 terbaru ini berkapasitas sekitar 68 liter.
Kompas bersama rekan jurnalis dari Tempo mendapat jatah mobil di urutan paling belakang, yakni sebuah BMW 530i Luxury berwarna hitam metalik. Ini adalah mobil terlengkap, termewah, dan paling bertenaga dalam uji kendara jarak jauh ini.
Mobil ini sudah pernah Kompas uji secara mandiri beberapa waktu setelah peluncurannya tahun lalu, tetapi waktu itu hanya dikendarai di dalam kota Jakarta dan sekitarnya. Kini saatnya mengenal lebih jauh dan menjajal sepenuhnya BMW ini.
Rute hari pertama adalah menuju Cirebon, Jawa Barat, melalui ruas yang sebagian besar jalan tol, yakni Jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta, Jalan Tol Cikampek, dan Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali). Jalanan yang lurus, rata, dan lancar menjadi medan yang cocok untuk mencoba mode pengendaraan Comfort, yakni mode yang menekankan kenyamanan penghuni mobil.
Mobil meluncur mulus tanpa kendala, sekaligus menjadi kesempatan untuk penyesuaian dan pengenalan karakter mobil. Di dalam Tol Cipali, beberapa kali mode sempat Kompas pindah ke Sport untuk menjajal sensasi akselerasi yang lebih, walau memang kecepatan dibatasi mobil pemandu dan patroli pengawalan polisi di depan.
Etape terpanjang
Setelah menginap semalam di Cirebon dan menikmati kuliner khasnya: nasi jamblang, perjalanan dilanjutkan menuju Solo via Semarang. Kami akan menempuh jarak 388 km, atau rentang terpanjang dalam perjalanan menaklukkan lima kota ini.
Di hari kedua ini, seluruh rombongan diminta menempatkan mode pengendaraan di Sport untuk mencoba performa mesin. Walau sama-sama mengusung mesin bensin 4 silinder 2.0 liter dengan turbo, ada perbedaan tenaga antara 530i dan 520i,
Di beberapa titik, kami harus bermanuver mengikuti patwal menyelip-nyelip di antara kemacetan jalanan, dan tak terasa tengah mengemudikan sedan sepanjang 4,9 meter dan lebar 1,8 meter.
Pada 530i yang Kompas kemudikan, mesinnya mengeluarkan tenaga puncak 252 HP dan torsi maksimum 350 Newton meter (Nm). Disalurkan melalui transmisi Steptronic Sport 8 percepatan, mobil ini diklaim bisa berakselerasi 0-100 km per jam hanya dalam 6,2 detik.
Sementara pada 520i, mesinnya "hanya" mengeluarkan 184 HP dan torsi puncak 290 Nm pada rentang putaran mesin 1.350-4.250 rpm. Konsekuensinya, akselerasinya lebih lambat, yakni 0-100 km per jam dalam 7,8 detik. Varian ini juga menggunakan transmisi Steptronic 8 percepatan.
Perjalanan menuju Semarang merupakan kombinasi rute tol dari Cirebon hingga Brebes Timur (Brexit) dan jalan biasa di rute Pantura Jawa yang termasyhur. Di tol, terasa bagaimana akselerasi mobil lebih responsif dalam mode Sport. Perjalanan pun menjadi lebih menggairahkan.
Begitu memasuki Pantura, kami harus bercampur dengan berbagai kendaraan lain, mulai dari becak, angkot, sampai truk-truk tronton besar. Perlu ekstra hati-hati dalam pengendalian mobil di sini jika tak ingin mobil seharga Rp 1,169 miliar (varian 530i Luxury, off the road), ini, bergesekan dengan kendaraan lain.
Namun di sini justru terasa bagaimana BMW Seri 5 ini begitu lincah dikemudikan. Di beberapa titik, kami harus bermanuver mengikuti patwal menyelip-nyelip di antara kemacetan jalanan, dan tak terasa tengah mengemudikan sedan sepanjang 4,9 meter dan lebar 1,8 meter.
Hari sudah sore saat kami memasuki Semarang dan langsung diarahkan menuju landasan Skuadron-31/Serbu Penerbang TNI AD (Penerbad) di kompleks Bandara Ahmad Yani, Semarang. Kami disambut dua helikopter andalan Penerbad, yakni heli serbu Mi-35 dan heli angkut taktis Mi-17.
Usai foto-foto di depan heli buatan Rusia, itu, kami digiring ke landasan taxiway di depan hangar utama. Di area landasan yang luas itu sudah ditata puluhan traffic cone seperti di area slalom test.
"Kali ini kita akan menguji performa handling dan akselerasi BMW Seri 5 ini," tutur Gerry Nasution, pebalap senior yang juga instruktur resmi BMW Driving Experience, yang sudah lebih dulu hadir di Semarang.
Dua BMW 520i warna putih dan abu-abu disiapkan untuk melibas rute slalom secara bergantian. Di sini, setiap peserta dicatat waktu tempuhnya dalam menyelesaikan lintasan slalom itu, sehingga ada aura kompetisi yang menggairahkan.
Dua tes ini membuat uji kendara jarak jauh ini menjadi lebih komprehensif dan para peserta pun menjadi lebih percaya diri dengan kinerja BMW Seri 5 yang diuji.
Seperti saat menyelip-nyelip di Pantura tadi, melakukan slalom di lintasan zig-zag sempit ini pun terasa presisi dengan mobil ini. Setelah slalom test selesai, kini giliran para peserta ditantang balap drag race di lintasan sepanjang 201 meter. Dua mobil start bersamaan dan dicatat waktunya hingga garis finish dalam akselerasi maksimum.
Walau terasa akselerasi 520i ini tidak segalak 530i (apalagi dengan absennya paddle shift untuk pindah gigi secara manual pada 520i), Kompas tetap bisa menyelesaikan jarak 201 meter itu dalam kisaran waktu 10 detik. Tidak buruk.
Pujian perlu diberikan kepada BMW Group Indonesia dengan menyelipkan dua tes khusus di trek tertutup ini di tengah perjalanan panjang. Dua tes ini membuat uji kendara jarak jauh ini menjadi lebih komprehensif dan para peserta pun menjadi lebih percaya diri dengan kinerja BMW Seri 5 yang diuji.
Begitu gelap tiba, kami pun bergeser ke kawasan Kota Tua Semarang untuk makan malam. Terlihat kawasan Kota Tua peninggalan Belanda itu kini sudah jauh lebih tertata dan menjadi salah satu objek yang harus dikunjungi saat Anda berada di Semarang.
Kami makan malam di Spiegel Bistro yang menggunakan sebuah bangunan tua yang dipertahankan bentuk aslinya. Saat dilakukan sesi foto mobil di depan bistro itu, suasananya tak ubahnya berada di salah satu sudut kota di Jerman, negara asal BMW.
Usai makan malam, para peserta diberi opsi untuk merasakan duduk di kursi belakang dalam perjalanan etape terakhir hari kedua, yakni menuju Kota Solo. Kesempatan melepas lelah di kursi belakang ini juga kami gunakan untuk mengecek pesan-pesan di WhatsApp dan email yang belum dibuka sejak pagi, sekaligus mengirim beberapa foto dan berita ke kantor di Jakarta.
"Memang tidak pusing mengetik di mobil gini?" tanya Mas Jopie dari Tempo saat Kompas tengah asyik mengetik di ponsel. Saya pun baru tersadar mobil tengah melaju dengan kecepatan 120 km per jam di jalan Tol Semarang-Salatiga.
Biasanya, di mobil kebanyakan, kepala langsung terasa pusing setelah hanya beberapa detik membaca tulisan di ponsel atau buku di dalam mobil yang bergerak. Namun suspensi di mobil ini memberikan kombinasi antara peredaman guncangan dan kekakuan yang pas, sehingga mobil tidak terasa memantul-mantul berlebihan. Alhasil, kepala tidak mudah pusing. Alunan musik dari sistem audio Harman/Kardon pun bisa dinikmati maksimal.
Kejutan efisiensi
Setelah bermalam di Kota Solo, perjalanan dilanjutkan menuju tujuan akhir Surabaya, dengan melewati kawasan wisata Tawangmangu. Jalur ini sejak dulu dikenal menantang dengan kombinasi tanjakan dan tikungan tajam bertubi-tubi, yang dilanjutkan dengan kelokan-kelokan tajam di jalanan menurun.
Saat melakukan kickdown di pedal gas, tenaga yang keluar tak ragu-ragu, walau tetap di mode Eco Pro.
Anehnya, panitia meminta kami semua mengaktifkan mode Eco Pro. Ini adalah mode yang memaksimalkan efisiensi pengendaraan dengan menurunkan performa akselerasi dibanding pada mode Comfort atau Sport.
Dalam setiap uji kendara yang dilakukan Kompas, mode Eco Pro ini paling jarang diaktifkan, karena membuat mobil terkesan ditahan-tahan kemampuan sesungguhnya. Pertanyaan pun masih menggantung, seperti apa performa mobil nanti saat harus melewati tanjakan-tanjakan di Tawangmangu?
Apalagi di hari ketiga ini akan ada semacam lomba irit-iritan bagi para peserta. Kami semua diarahkan untuk mencapai predikat bintang 5 pada indikator efisiensi dan antisipasi mengemudi di mobil masing-masing.
Kami pun langsung menata perilaku mengemudi masing-masing. Dari sebelumnya bisa leluasa melakukan akselerasi sesuai kondisi jalan, kini menjadi lebih kalem, sekalem Putri Solo, saat jalanan masih mendatar. Mobil pun terkesan menggelinding begitu saja mengikuti arahan patwal.
Namun begitu memasuki kawasan Tawangmangu, mau tak mau kami pun harus menginjak gas lebih dalam untuk mendapatkan tenaga yang cukup guna melibas tanjakan. Dan di luar dugaan, saat melakukan kickdown di pedal gas, tenaga yang keluar tak ragu-ragu, walau tetap di mode Eco Pro.
Maka perjalanan pun jadi menyenangkan kembali dan sesaat kami pun lupa dengan lomba irit-iritan. Pemandangan indah kawasan Tawangmangu yang serba hijau, ditingkahi kabut di pucuk-pucuk bukit yang jauh, dan sedan yang begitu lincah dan nyaman dikemudikan membawa kebahagiaan yang kadang sulit dicari pembandingnya.
Mode Eco Pro ini terus kita aktifkan hingga perjalanan menuju Surabaya. Hingga ke garis finish, ada dua 520i yang berhasil menempuh jarak lebih dari 900 km hanya dengan satu kali mengisi bensin di Jakarta. Bahkan, satu mobil yang menjadi juara lomba efisiensi, masih menyisakan bensin seperempat tangki berdasarkan indikator bahan bakar. Layar MID mobil mengindikasikan sisa bahan bakar masih bisa untuk menempuh jarak 246 km lagi!
Bahkan pada 530i yang dikemudikan Kompas, yang notabene konsumsi BBMnya lebih boros karena tenaga mesin yang lebih besar, bisa dikatakan catatan konsumsi BBMnya mengagetkan. Indikator di MID menyebutkan konsumsi BBM rata-rata 1 liter untuk 14 km.
Secara teori, mobil ini pun bisa dikemudikan hingga ke Surabaya dengan hanya sekali isi bensin, mengingat saat tiba di Solo, indikator menyebutkan jarak yang bisa ditempuh dengan bensin tersisa masih lebih dari 300 km. Sementara jarak Solo-Tawangmangu-Surabaya hanya berkisar 270 km.
Benar saja bahwa para pembeli BMW Seri 5 ini kemungkinan besar sudah tak mempertimbangkan konsumsi BBM secara ekonomi saat memutuskan meminang mobil ini. Namun, di era seperti sekarang, saat cadangan bahan bakar fosil terus menipis dan emisi CO2 dari knalpot terus menaikkan suhu bumi, pertimbangan efisiensi BBM ini seharusnya menjadi wajib saat memilih mobil.