Pemula Mencari Cara
Perancang muda meretas jalan agar bisa mempertunjukkan karya-karya mereka. Berbagai cara dilakukan, seperti mengikuti kompetisi dan memanfaatkan media sosial agar bisa memanggungkan karya mereka.
Michelle Kristiani memimpikan ada semacam lembaga nonprofit yang membantu para perancang busana mula untuk memulai bisnis. Ia mengatakan, sebagai desainer baru, ia harus jungkir balik membangun usahanya sendirian, mulai dari mencari modal hingga menggarap pemasaran.
”Yang pernah saya baca, di Eropa dan Amerika ada semacam fashion foundation yang mendampingi para desainer muda potensial. Mereka diberi pelatihan sampai dana. Ini, kan, bisa mempercepat perkembangan desainer yang baru mulai terjun di bisnis mode,” ungkap Michelle yang memenangi kompetisi Asia NewGen Fashion Award (ANFA) 2017.
Setelah menang di Jakarta, ia kemudian berangkat ke Singapura untuk kompetisi serupa di tingkat regional, bersaing dengan desainer-desainer dari negara lain, seperti Singapura dan Thailand. Michelle keluar sebagai first runner-up. Tahun ini, ia beroleh kesempatan untuk memamerkan koleksi busana terbarunya di Plaza Indonesia Fashion Week (PIFW) 2018.
”Kalau untuk mengangkat nama, sih, enggak terlalu. Tetapi dari kompetisi, saya jadi tambah jaringan dan wawasan. Banyak sharing dengan perancang baru atau yang lebih senior. Tambah koneksi juga dengan media,” katanya.
Michelle memang baru terjun total setelah kemenangannya di ANFA. Ia kemudian merintis label Micca. Dalam PIFW 2018, Michelle diberi kesempatan mengetengahkan 30 tampilan koleksi busana terbarunya dengan material utama denim putih, katun, wol, sutra, hingga parasut.
Potongannya banyak bergaya asimetris, seperti pada bagian bawah baju, dengan tepian unfinished atau tidak dijahit. Ada pula puffer coat tanpa lengan dari bahan parasut yang bagian kerahnya dibuat asimetris. Bagian dalamnya diisi dengan bahan padding dacron untuk menghangatkan tubuh. Pada baju-bajunya yang lain, kerut dan ruffle kecil menjadi detail.
Pakai terpal
Bagi Andandika Surasetja, mengikuti kompetisi adalah untuk mengasah mental dan memperluas jaringan. Mendapat sponsor sehingga bisa tampil di ajang peragaan show populer atau bekerja sama dengan desainer yang telah lebih dulu mapan, menurut dia, justru lebih mampu mendongkrak nama.
”Kalau menang kompetisi, kita diberi kesempatan untuk ikut fashion show yang sulit diperoleh desainer muda. Kesempatan untuk show biasanya lebih banyak diberikan untuk desainer senior,” ujar Andika, panggilannya.
Andika yang memenangi ANFA 2018 menampilkan material tidak biasa pada koleksinya yang berlabel Moral, yakni terpal dan lembaran PVC (polyvinyl chloride). Mengambil tema ”Transit”, menurut Andika, dunia hanyalah tempat transit atau singgah dari sebuah perjalanan panjang.
”Inspirasi saya adalah jalanan, seperti saat dalam perjalanan dengan naik bus atau kereta. Semua yang saya lihat lewat jendela, itulah yang saya tuangkan menjadi koleksi ini,” ujar Andika yang juga tampil di PIFW 2018.
Andika yang ingin mengeksplorasi material baru kemudian memilih terpal, sesuatu yang sering ia lihat di jalan. Ini juga sebagai pengingat asal-usul dirinya yang ia sebut ”bukan siapa-siapa” dan kemudian terjun ke dunia yang dianggap orang penuh kemewahan dan glamor.
”Orang selama ini berpikir harus pakai bahan impor atau sesuatu yang canggih. Saya coba mencari sesuatu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, namun unik,” kata Andika yang tidak pernah sekolah mode, namun pernah menjadi editor dan pengarah gaya sebuah majalah gaya hidup waralaba asing.
Terpal kemudian diolahnya menjadi rok dengan lapisan dalam dari bahan katun. Sementara material PVC diolah sebagai mantel. Menurut Andika, timnya sudah mencoba langsung rok dan mantel itu selama sepekan dan merasa nyaman karena keberadaan kain katun sebagai pelapis.
Andika juga memanfaatkan media sosial untuk memasarkan baju-bajunya, selain memanfaatkan marketplace dan menitipkan bajunya di sebuah gerai ritel. Ia menggarap serius foto-foto dan video yang kemudian diunggahnya di akun Instagram dan Youtube untuk mengedukasi calon konsumennya.
Hayuning Sumbadra memanfaatkan kompetisi untuk belajar seluk-beluk bisnis mode dari mentor. Ia pernah memenangi kompetisi Young and Shine Entrepreneur 2016. Pada tahun yang sama, Adra, panggilannya, mengikuti kompetisi Domus Academy dan berhasil lolos sebagai satu dari lima pemenang dari sejumlah negara. Para pemenang berhak atas beasiswa separuh biaya pendidikan program master desain mode di sekolah yang berlokasi di Milan, Italia.
Perjalanan sesungguhnya dimulai ketika Adra kembali ke Tanah Air beberapa bulan lalu. Ia membuat situs web dan akun Instagram untuk pemasaran daringnya. Adra juga rajin mengikuti bazar dari mal ke mal agar calon konsumennya bisa melihat dan mencoba langsung baju-baju karyanya. Selain itu, ia juga membuka butik di rumah.
Komitmen
Selain memikirkan bisnis, Adra juga ingin memegang komitmennya terhadap mode yang peduli masalah sosial dan ramah lingkungan. Setiap dua tahun sekali, ia berencana mengolah limbah sisa kainnya menjadi koleksi baru. Awal tahun ini, misalnya, ia meluncurkan koleksi Capisci di bawah label Adra World yang pasti menyisakan kain-kain sisa potongan. Sisa potongan kain tahun ini akan ia olah tahun depan untuk menjadi koleksi baru demi meminimalkan limbah.
Baru-baru ini ia juga bekerja sama dengan Jane Gabriella, seorang anak dengan autisme. Adra menuangkan lukisan-lukisan Jane ke atas kain dengan teknik cetak digital. Jane memberi syarat agar lukisannya tidak dipotong. Beberapa anak dengan kebutuhan khusus dilibatkan Adra sebagai model peraga saat peragaan busana yang berlangsung di Kampus London School of Public Relations, Jakarta, dalam rangka Autism Awareness Festival.
”Adik saya dulu juga anak dengan autisme. Dia meninggal ketika umurnya empat tahun. Saya merasa perlu berbuat sesuatu untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka lahir membawa talenta. Apakah kita yang menyebut diri orang normal ini peduli dan bisa hidup bersama mereka,” kata Adra yang usianya genap 21 tahun pekan depan.
Begitulah, anak-anak muda ini berjuang untuk mengembangkan bisnis mereka, sekaligus membangun karakter karya-karyanya, tanpa kehilangan kepedulian pada lingkungan sekitar. Jangan biarkan mereka berjuang sendirian.
Menurut Adra, bantuan modal dan mentoring sangat diperlukan oleh desainer baru seperti dirinya. Sayangnya, selama ini, kalaupun ada bantuan, kata Adra, informasinya kurang diketahui khalayak luas. ”Biasanya orang yang dapat itu-itu lagi dari tahun ke tahun,” ujarnya.